Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Lobi Agenda di Nusa Dua

Pembiayaan dampak bencana dan ekonomi digital menjadi andalan Indonesia dalam pertemuan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia di Bali. Menunggu pengumuman peringkat human capital index.

5 Oktober 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Konfirmasi kehadiran Wakil Presiden Jusuf Kalla membuat Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara sedikit tenang. Dalam Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF)-Bank Dunia 2018 di Nusa Dua, Bali, pekan ini, Kalla akan membuka sesi khusus agenda usulan Indonesia, yakni dialog tingkat tinggi perihal pembiayaan dan pengasuransian risiko bencana.

Dalam perhelatan itu sekaligus akan diluncurkan kebijakan pembiayaan dan pengasuransian risiko bencana, yang bertahun-tahun dikaji Badan Kebijakan Fiskal. Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim dan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati akan hadir di sana. “Peluncuran yang dilakukan dalam Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia ini adalah momentum,” kata Suahasil, yang juga wakil ketua sekretariat panitia nasional perhelatan akbar tersebut, Rabu pekan lalu.

Kebetulan negeri ini tengah didera bencana beruntun, dari gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat, hingga lindu dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah. Gunung Gamalama di Pulau Ternate, Maluku Utara, serta Gunung Soputan di Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, pun memuntahkan awan panas. Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral secara khusus memantau 69 dari 127 gunung api aktif di Indonesia.

Pertemuan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia 2015, di Lima, Peru, Oktober 2015.

Karena itu, Kementerian Keuangan mengupayakan mekanisme pembiayaan nontradisional untuk menangani rekonstruksi dan rehabilitasi pascabencana. Selama ini, pemerintah mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Tahun depan, pemerintah akan menguji coba pengasuransian aset negara untuk meminimalkan risiko dampak bencana. Pada tahap awal, kebijakan berlaku untuk aset di bawah Kementerian Keuangan senilai Rp 11 triliun.

Suahasil menyebutkan banyak negara rawan bencana di dunia yang menggunakan skema serupa. Suahasil memberikan contoh. Pemerintah Meksiko, misalnya, menerbitkan obligasi katastropik sebagai model pembiayaan.

“Pembiayaan dan Pengasuransian Risiko Bencana” adalah satu dari dua topik yang diusung Indonesia dalam pertemuan tingkat dunia tersebut. IMF dan Bank Dunia membuka kesempatan bagi Indonesia untuk mengusulkan agenda sebagai tuan rumah. Topik lain adalah “Bali Fintech”, yang diharapkan menghasilkan rumusan prinsip terkait dengan pengembangan sektor ekonomi digital. Pada sesi ini, Presiden Joko Widodo akan menjadi pembicara kunci. Selain Jim Yong Kim dan Sri Mulyani, Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde akan menghadiri acara ini.

IKHTIAR pemerintah menjadi tuan rumah Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia dimulai empat tahun lalu. Indonesia menyampaikan minat dan proposal pada September 2014. Saat itu Menteri Keuangan dijabat Chatib Basri dan Gubernur Bank Indonesia adalah Agus Martowardojo. Adapun Rionald Silaban menjabat Direktur Eksekutif Bank Dunia dan Wimboh Santoso menduduki posisi Direktur Eksekutif IMF.

Suahasil

IMF dan Bank Dunia membuka lelang. Selama sekitar tujuh bulan, hingga April 2015, IMF-Bank Dunia menilai proposal yang diajukan. Hasilnya: tiga negara masuk daftar kandidat tuan rumah pertemuan tahunan, yakni Indonesia, Mesir, dan Senegal. “Saya meyakinkan bahwa Indonesia tidak kalah. Sebab, kalau kalah, malu-maluin,” ujar Rio—sapaan Rionald Silaban. Ia beralasan, dari sisi fasilitas dan keamanan, kondisi Indonesia jauh lebih baik.

Semula Rio mengharapkan dukungan dari IMF karena lembaga itu menekankan persyaratan keamanan sebagai tolok ukur. Tapi, belum selesai proses pemilihan, periode kepemimpinan Wimboh di IMF berakhir. Ia digantikan pejabat dari Malaysia.

Sejumlah negara maju cenderung memilih Afrika. Alasannya, sudah lama forum ini tak digelar di Afrika—setelah terakhir kali diadakan di Nairobi, Kenya, pada 1973. Dalam pertemuan 2012, Mesir sebenarnya memenangi lelang. Tapi mereka tak bisa menjadi penyelenggara karena kondisi dalam negeri sedang kacau-balau. Jepang lantas mengambil alih. Satu pekan kemudian, terbetik kabar bahwa Mesir kembali mengajukan diri menjadi tuan rumah pertemuan 2018.

Rio berkeliling menggalang dukungan. “Saya muter satu per satu ke negara-negara our traditional friends,” katanya. Di Asia ada Jepang dan Cina, selain negara-negara ASEAN. Ia juga melobi negara-negara Arab sebagai sesama negara muslim. Ia pun melobi sejumlah negara Uni Eropa. Dukungan berdatangan. Salah satunya dari Belanda. Rio meyakinkan negara-negara tersebut bahwa penyelenggaraan pertemuan tahunan ini tidak murah.

“Kalau Anda pilih Indonesia, tidak ada uang untuk pembangunan manusia yang dipakai untuk mendirikan fasilitas. Tapi, kalau Anda pilih Afrika, uang yang seharusnya dikucurkan untuk pemberantasan kemiskinan dipakai untuk membangun gedung,” ucapnya, melempar argumen. Adapun Mesir harus menunjukkan bahwa negaranya sudah aman.

Akhirnya, dalam forum tahunan IMF-Bank Dunia di Peru, Oktober 2015, panitia mengumumkan Bali sebagai pemenang lelang tuan rumah pertemuan tahunan 2018. Ditandai dengan penandatanganan kesepakatan pada 10 Oktober 2015, Indonesia resmi ditetapkan sebagai tuan rumah perhelatan 2018. “Ini showcase bahwa Indonesia kembali, bangkit setelah krisis 1998,” Rio menegaskan.

Apalagi Bali tercatat pernah beberapa kali menjadi tuan rumah pertemuan internasional, seperti Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC), Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan forum Bank Pembangunan Asia (ADB).

Sejumlah bencana alam yang menimpa negeri ini secara beruntun membuat panitia nasional harus meyakinkan IMF dan Bank Dunia bahwa Indonesia mampu menangani dampak peristiwa alam itu dengan baik. Panitia memperhitungkan risiko dan menyiapkan sejumlah skenario, termasuk rencana evakuasi jika diperlukan. “Kami sampaikan, kalau Anda minta kami mundur, atau kami mengundurkan diri, itu malah menunjukkan seolah-olah Anda tidak percaya Indonesia bisa mengatasi masalah,” ucap Rio, Pelaksana Harian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia. “Bila ada yang membatalkan, Anda mempermalukan kami.”

Sepekan menjelang perhelatan, panitia nasional di kantor Kementerian Koordinator Kemaritiman mencatat hampir 32 ribu orang mendaftarkan diri menjadi peserta Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018. Angka ini melebihi perkiraan pemerintah yang sebanyak 19 ribu orang. Rinciannya, kata Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan, per 3 Oktober lalu, 12.031 orang mendaftar melalui jalur Meeting Team Secretariat IMF-WB secara online dan 19.404 orang lewat Indonesia Planning Team.

Rio optimistis Bali menjadi magnet pemikat delegasi. Apalagi banyak orang baru mengetahui bahwa Bali adalah bagian dari Indonesia. Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde berencana mengunjungi korban gempa Lombok pada akhir pekan ini. Itu bagian dari perjalanannya ke Bali.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menghitung dampak langsung Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia diperkirakan sebesar Rp 5,9 triliun bagi perekonomian Bali. Jokowi berharap dampak ekonomi tidak hanya diterima Bali, tapi juga daerah lain.

Presiden Jokowi, saat memimpin rapat kabinet yang membahas kesiapan panitia, pekan lalu, mengatakan perhelatan ini merupakan kesempatan Indonesia untuk menunjukkan stabilitas ekonomi kepada dunia, selain menjadi ajang promosi produk unggulan, destinasi investasi, dan pariwisata.

BUKAN cuma urusan ekonomi digital dan pembiayaan penanganan dampak bencana yang akan dibahas di Nusa Dua. Dalam pertemuan itu, Bank Dunia juga berencana meluncurkan human capital index, yang telah didengungkan beberapa tahun terakhir. Indeks ini diharapkan menjadi referensi bagi para pengambil keputusan di dunia dalam menetapkan kebijakan investasi di bidang pendidikan dan kesehatan. Konsep ini mengakomodasi perkembangan zaman, terutama manfaat dan tantangan dari transformasi teknologi, baik di negara maju maupun berkembang.

Bank Dunia menganalisis beberapa negara yang dinilai mewakili pencapaian peningkatan human capital secara signifikan. Indo-nesia, bersama 26 negara lain, terpilih menjadi negara pengadopsi awal (early adaptor country) pilot project tersebut. Tawaran itu disampaikan da-lam pertemuan musim semi lalu.

Dalam prosesnya, pemerintah Indonesia menyediakan data yang dihimpun Badan Pusat Statistik. “Kita tunjukkan bahwa kita terbuka,” kata Suahasil Nazara. Data itu antara lain tentang aksi pemerintah terkait dengan stunting, pusat kesehatan masyarakat, program Keluarga Harapan, dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Ia menegaskan, Indonesia mendukung analisis indeks sumber daya manusia. Pemerintah menilainya sebagai konsep baru yang perlu didengarkan pada masa depan. “Kita akan lihat bagaimana posisi Indonesia. Kalau menurut pendapatan, kita lower-middle income.”

Rionald Silaban—kini Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Keuangan—menambahkan, ada bebe-ra-pa parameter yang digunakan da-lam analisis tersebut, dari stunting, pendidikan, kesehatan, kemampuan memper-tahankan hidup, sampai kemampuan kontribusi seseorang terhadap negara. Bank Dunia tidak menjadikan pendapatan sebagai parameter.

Pemerintah mesti siap menerima hasil analisis itu, termasuk bila peringkat in-deks Indonesia tidak bera-da di papan atas dari 27 nega--ra yang menjadi pilot project. Dengan menjadi bagian dari proyek percontohan, pemerintah justru bisa mengetahui kondisi sebenarnya. “Berapa pun hasilnya akan dipakai sebagai referensi dalam melakukan reformasi,” tutur Rio.

Saat ini, Suahasil melanjutkan, pemerintah menggunakan indeks pembangunan manusia (human development index) untuk mengukur kualitas sumber daya manusia. Indeks ini dikembangkan pada 1996, setelah indeks mutu hidup (physical quality life index) dipakai sejak 1970-an.

Bank Dunia menawarkan sudut pandang baru dalam mengukur kualitas manusia, yakni berdasarkan human capital alias kemampuan mengkreasikan modal, termasuk membangun ide, berinovasi, dan menciptakan pemikiran baru. Itu semua berkaitan erat dengan era ekonomi digital.

Dengan begitu, pemerintah bisa segera memperbaiki kebijakan, termasuk menyiap-kan anggaran. Indonesia sebenarnya telah memiliki modal, yakni ketentuan 20 persen anggaran untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Masalahnya adalah bagaimana memanfaatkan alokasi tersebut. Karena itu, indeks pembangunan manusia harus dijadikan platform untuk memperbaiki sek-tor tersebut.

RETNO SULISTYOWATI, PUTRI ADITYOWATI, KHAIRUL ANAM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Retno Sulistyowati

Retno Sulistyowati

Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo pada 2001 dengan meliput topik ekonomi, khususnya energi. Menjuarai pelbagai lomba penulisan artikel. Liputannya yang berdampak pada perubahan skema impor daging adalah investigasi "daging berjanggut" di Kementerian Pertanian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus