Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perbincangan Denny Kailimang dengan Lucas di Plaza Indonesia, Jakarta, pada Kamis dua pekan lalu awalnya hanya membahas seputar informasi yang sedang hangat di media. Di tengah obrolan itu, Lucas mengalihkan pembicaraan ke topik pemanggilan dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Jumat keesokan harinya, komisi antikorupsi memang menjadwalkan pemanggil-an Lucas sebagai saksi untuk tersangka bos Grup Lippo, Eddy Sindoro, dalam kasus suap kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution. Suap itu untuk ”mengamankan” sejumlah perkara perusahaan Grup Lippo di pengadilan hingga Mahkamah Agung. Sehari sebelum Lucas dipanggil, KPK meminta Direktorat Jenderal Imigrasi mencegah dia ke luar negeri. ”Dia (Lucas) mengatakan tidak tahu mengapa dipanggil KPK,” ujar Denny, Kamis pekan lalu.
Pada Jumat itu, Lucas tak memenuhi panggilan. Baru pada panggilan berikutnya, Senin pekan lalu, ia memenuhinya. Setelah diperiksa KPK selama hampir sepuluh jam, pendiri sekaligus chairman law firm Lucas, SH, & Partners ini dikalungi status tersangka dan langsung mengenakan rompi tahanan berwarna oranye. Ia dituduh membantu pelarian Eddy Sindoro ke luar negeri.
Menurut Denny, pertemuannya dengan Lucas di Plaza Indonesia itu adalah perjumpaan terakhir sebelum bekas Ketua Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia tersebut menghuni Rumah Tahanan KPK. Denny mengenal Lucas saat dia berseteru dengan Bank Bira, tempat Lucas bekerja di bagian hukum bank itu pada 1998. Saat itu Denny menjadi nasabah sekaligus advokat yang menggugat bank tersebut.
Denny mengatakan saat itu Lucas belum dikenal luas di kalangan pengacara. Denny, yang sudah belasan tahun menjadi pengacara, mengaku ketika itu baru mengenal Lucas. ”Ia masih muda saat itu,” ucapnya.
Lucas adalah lulusan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, pada 1992. Tiga tahun kemudian, ia mendapat predikat master kenotariatan dari Universitas Airlangga, Surabaya. Pada awal 1998, Lucas mendirikan kantor pengacara.
Nama pengacara keturunan Tionghoa ini mulai melambung ketika Pengadilan Niaga Jakarta didirikan pada 1998. Saat itu kantor pengacaranya kerap menjadi penasihat utama dalam pelbagai kasus restrukturisasi perbankan dan kepailitan. Survei majalah bisnis Kapital edisi Juni 2002 menempatkan Lucas sebagai pengacara kepailitan yang sebagian besar memenangi kasus di pengadilan.
Nama Lucas sesungguhnya mulai melambung ke publik saat menangani kasus saham ganda Manulife. Sengketa penjualan 1.800 lembar saham PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia itu diawali dengan pailitnya PT Dharmala Sakti Sejahtera pada 2000. Seusai pailit, kurator Dharmala mengadakan lelang saham. Lucas sempat menjadi kurator kepailitan Dharmala. Namun, sebelum lelang digelar, Roman Gold Asset mengklaim telah menguasai 40 persen saham itu dari Harvest Hero. Manulife Financial, yang akhirnya membeli saham itu, lantas membawa sengketa tersebut ke pengadilan di Hong Kong.
Di pengadilan Hong Kong, 2001, Maggie Ho Yuk Lin, Direktur AMS Management Services di Hong Kong, mengaku membuat dokumen-dokumen palsu atas instruksi Lucas. Salah satunya tentang pendirian Harvest Hero. Begitu juga affidavit (kesaksian tertulis) Wilson Yip, notaris Singapura di pengadilan yang sama. Yip mengungkap permintaan Lucas agar dia ikut merekayasa transaksi fiktif penjualan saham Dharmala ke Roman Gold. Jawaban Lucas ketika itu, ”Affidavit itulah yang fiktif,” kata pengacara yang menangani perkara pelanggaran hak asasi manusia dengan tertuduh mantan Gubernur Timor Timur, José Abílio Osório Soares, pada 2002 tersebut.
Nama Lucas juga disebut dalam pusaran kasus Bank Century. Pemilik Bank Century, Robert Tantular, adalah pihak yang mengungkap keterlibatan Lucas. Menurut Robert, Lucas—yang saat itu menjadi pengacara Boedi Sampoerna—meminta dia menyiapkan skenario kekurangan dana kliennya sebesar Rp 165 miliar dibayar penyertaan modal sementara Lembaga Penjamin Simpanan. Tapi Lucas membantah keras tuduhan itu.
Lucas juga memiliki jaringan dengan para pejabat negara. Dia, misalnya, dekat dengan Setya Novanto dan beberapa kali membantu perkaranya. Kasus ”Papa Minta Saham”, yang terkait dengan Freeport Indonesia, misalnya. Lucas membantu Setya dalam menghadapi perkara ini di Mahkamah Kehormatan Dewan. Setya akhirnya mundur sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dan tak mendapat sanksi dari Mahkamah.
Anggota Dewan Penasihat Perhimpunan Advokat Indonesia pimpinan Juniver Girsang ini juga dekat dengan petinggi peradilan dan pengusaha. Lucas, misalnya, dekat dengan Nurhadi, ketika itu Sekretaris MA, dan Eddy Sindoro, bos Grup Lippo.
Dalam persidangan sejumlah terdakwa kasus itu disebutkan beberapa perkara niaga Grup Lippo yang ditangani Lucas selalu menang. Rahasianya, menurut sejumlah bekas anak buah Eddy Sindoro itu, perkara tersebut ditangani Mr End—panggilan Nurhadi. Nurhadi sudah membantah hal ini. Adapun Lucas mengaku tak tahu soal ini. ”Lucas yang lain, kali,” ujarnya.
RUSMAN PARAQBUEQ, ANTON A.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo