Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Longspan LRT Jabodebek Salah Desain? MTI Ungkap Tantangan Pembangunan di Kawasan Perkotaan

Jembatan lengkung itu tidak terlalu masalah sepanjang kecepatan laju LRT Jabodebek rendah, karena tikungannya tajam.

5 Agustus 2023 | 17.17 WIB

Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan longspan atau jembatan bentang panjang lintasan LRTdi kawasan Dukuh Atas, Jakarta, Rabu, 11 November 2020. PT Adhi Karya (Persero) Tbk mengantongi rekor MURI untuk penggunaan teknologi u-shaped girder atau gelagar berbentuk huruf U terpanjang di dunia pada proyek pembangunan kereta layang ringan alias LRT Jabodebek. ANTARA/M Risyal Hidayat
Perbesar
Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan longspan atau jembatan bentang panjang lintasan LRTdi kawasan Dukuh Atas, Jakarta, Rabu, 11 November 2020. PT Adhi Karya (Persero) Tbk mengantongi rekor MURI untuk penggunaan teknologi u-shaped girder atau gelagar berbentuk huruf U terpanjang di dunia pada proyek pembangunan kereta layang ringan alias LRT Jabodebek. ANTARA/M Risyal Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana merespons soal jembatan lengkung bentang panjang atau longspan di lintasan light rail transit atau LRT Jabodebek yang disebut salah desain. Kritik terhadap jembatan yang berada di persimpangan Jalan HR Rasuna Said dan Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, itu disampaikan oleh Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Aditya menganggap bahwa jembatan itu tidak terlalu masalah sepanjang kecepatan laju LRT Jabodebek rendah, karena tikungannya tajam. “Kenapa tajam? menurut saya itu memang tantangan membangun infratruktur perkeretaapian di pusat. Kawasan perkotaan itu lahannya terbatas,” ujar dia saat dihubungi pada Sabtu, 5 Agustus 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karena lahannya terbatas, kata dia, risikonya jika membangun infrastruktur perkeretaapian jika pembangunannya memiliki manuver yang lebat. Ditambah lagi di sekitaran wilayah longspan itu juga ada banyak gedung-gedung. Sehingga jika ingin membangun tiang-tiang pancang risikonya tinggi.

Dia pun menegaskan yang penting bahwa waktu tempuh dari LRT Jabodebek tidak terganggu dengan adanya perlambatan di longspan itu. Dia melihat waktu tempuhnya masih relatif singkat daripada moda transportasi lain. Misalnya dari Stasiun Dukuh Atas, ke Stasiun Jatimulya, Bekasi hanya 30-35 menit.

“Itu masih sangat kompetitif dibandingkan moda angkutan lain terutama ketika di pagi dan sore hari macet,” ucap Aditya. “Sehingga saya pikir perlambatan sampai 20 kilometer per jam atau makan waktu lebih dari satu menit ketika di lengkungan itu menurut saya masih cukup wajar.”

Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyatakan bahwa kesalahan desain pada longspan LRT Jabodebek mengakibatkan adanya tikungan tajam yang berdampak pada melambatnya kecepatan kereta. Menurutnya, jika tikungan jembatan itu digarap melebar, maka kereta LRT Jabodebek bisa tetap melaju dengan kencang.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga turut angkat bicara soal longspan di lintasan LRT Jabodebek yang belakangan disebut-sebut salah desain. Arya menjelaskan, longspan di lintasan LRT Jabodebek yang tanpa tiang memang mengharuskan kereta bergerak lebih lambat. Hal tersebut dinilai sebagai pilihan tepat, baik dari sisi ekonomi maupun konstruksi.

Sebab, menurut dia, longspan yang panjang tanpa tiang tambahan akan membuat LRT jauh lebih efisien. Lintasan tanpa tiang yang membuatnya lebih efisien. Walaupun pada akhirnya, ada konsekuensi dari efisiensi yakni jalan kereta menjadi agak lambat.

“Dari sisi ekonomi, ini pun lebih ekonomis dibandingkan harus bangun tiang. Ataupun memperbesar ruang bagi LRT," kata Arya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, 3 Agustus 2023.

Adapun dari sisi waktu, menurut Arya, dampaknya tidak akan begitu banyak. "Karena toh tidak terlalu panjang longspan tersebut. Jadi dari sisi waktu tidak merugikan. Dan jika membangun tiang-tiang di tengah, maka akan jauh lebih mahal,” tuturnya.

MOH KHORY ALFARIZI | ANTARA

M. Khory Alfarizi

Alumnus Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat. Bergabung di Tempo pada 2018 setelah mengikuti Kursus Jurnalis Intensif di Tempo Institute. Meliput berbagai isu, mulai dari teknologi, sains, olahraga, politik hingga ekonomi. Kini fokus pada isu hukum dan kriminalitas.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus