Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia atau LPEM UI melakukan penelitian soal dampak ekonomi konser Coldplay di Indonesia dan Singapura.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasilnya, LPEM UI menilai pemerintah Singapura lebih mampu melihat peluang dari penyelenggaraan konser musik untuk menciptakan dampak perekonomian bagi negaranya dibandingkan Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Karenanya, Indonesia perlu merubah mindset pola pikir terhadap sektor musik dan seni pertunjukan secara khusus maupun ekonomi kreatif secara umum," tulis laporan LPEM UI pada Senin, 18 Maret 2024.
Penelitian tersebut disusun oleh tiga peneliti LPEM FEB UI, yaitu MD Revindo, Chairina Hanum, Tarisha Yuliana. Meski Indonesia dan Singapura mematok harga tiket Coldplay yang tidak jauh berbeda, hasil penelitian ini mengungkapkan dampak ekonomi dari konser Coldplay di Singapura jauh lebih besar dibandingkan di Indonesia.
Menurut penelitian LPEM UI, konser Coldplay di Singapura selama enam hari diperkirakan menciptakan perputaran atau output ekonomi baru bagi negara tersebut hingga Rp 4,6 triliun. Dengan nilai tambah ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 2,8 triliun dan tambahan pendapatan rumah tangga pekerja Rp 1,67 triliun.
Sementara di Indonesia, konser Coldplay yang digelar sehari diperkirakan hanya menciptakan perputaran ekonomi baru bagi Indonesia sekitar Rp 843,29 miliar. Gelaran konser grup musik asal Inggris ini diperkirakan menyumbang PDB Indonesia sebesar Rp 434,65 miliar dan tambahan pendapatan rumah tangga pekerja Rp 150,83 miliar.
LPEM UI menilai pemerintah Singapura berhasil menjadikan bisnis pertunjukan sebagai penggerak berbagai sektor perekonomian, seperti perhotelan, ritel, makanan dan minuman, serta jasa transportasi. Konser ini ini juga berhasil menarik kedatangan wisatawan asing ke Singapura dan meningkatkan devisa.
Seperti diketahui, Singapura menawarkan kontrak eksklusif konser Taylor Swift di Kawasan Asia Tenggara. Dari hasi simulasi yang dilakukan LPEM, terlihat nilai dampak ekonomi yang tercipta dari konser jauh melampaui biaya kontrak eksklusif sebesar US$ 2-3 juta per konser.
Sedangkan Indonesia, menurut LPEM UI, belum menggunakan bisnis pertunjukan musik sebagai suatu kesempatan besar untuk mengambil untung sebesar-besarnya. Karena itu, LPEM UI menyarankan agar Indonesia dapat mempermudah perizinan pertunjukan.
LPEM juga menyarankan kepada pemerintah untuk membangun visi Indonesia sebagai pusat bisnis pertunjukan di Asia Tenggara. Bisnis yang dimaksud, tak hanya berkonsep menikmati pertunjukan, tapi juga menawarkan pengalaman berwisata di Indonesia.