Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IMAM Wahid Wahyudi semestinya sejak bulan lalu bertandang ke Aceh. Seorang rekan bisnis mengundangnya ke Tanah Rencong. "Tapi panen tembakau belum bisa ditinggal," kata Imam, Jumat pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Imam saban hari tinggal di Jember, sentra tembakau nasional. Ia menjabat Direktur Operasional PT Boss Image Nusantara (BIN) Cigar, produsen cerutu Havana di Indonesia. Sesekali ia merangkap sebagai salesman, seperti yang dilakukannya pada Mei lalu di Fakultas Kopi, kedai kopi khas Aceh di Jakarta Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Duduk di kursi paling ujung, Imam mengisap gulungan tembakau murni bersama puluhan pelanggan kedai. Di sebelah kursinya terdapat dua koper aluminium. Isinya penuh cerutu. Beberapa jam kemudian, ia pamit. "Saya mau mengisap cerutu di tempat lain," kata Imam sambil menenteng koper.
Mengisap cerutu dari kedai ke kedai dan dari hotel ke hotel adalah jurus Imam mempromosikan cerutu Havana bikinan PT BIN Cigar. Strategi ketuk pintu itu mesti ia jalankan karena konsumen cerutu di Indonesia sangat spesifik. "Mereka ada di hotel-hotel yang punya lounge," katanya. Agar strateginya mulus, Imam masuk klub sigar, yang isinya para pengisap cerutu.
Imam juga masuk grup Fun and Friend, yang anggotanya adalah manajer-manajer hotel di Indonesia. Grup ini punya agenda mengisap cerutu saban bulan. Lokasinya berpindah-pindah. Strategi itu berhasil. Banyak manajer hotel meminta BIN Cigar memasok cerutu buat hotel mereka, termasuk Hotel Kyriad di Aceh.
Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur, pun kini mengakui cerutu BIN Cigar sebagai produk khas wilayah tersebut. Bagi Imam, jerih payah Kahar Muzakir, pemilik BIN Cigar, terbayar lunas.
Kahar Muzakir adalah bekas Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara XXVII-kini dilebur menjadi PTPN X. Selepas pensiun, Kahar jadi konsultan perusahaan cerutu asal Swiss di Jember, Burger Soehne Ag Burg. Bekerja sama dengan PTPN X, perusahaan itu kini dikenal dengan nama Bobbin dan beroperasi di Jelbuk, Jember.
Pada 1990, Kahar mendirikan Koperasi Agrobisnis Tarutama Nusantara. Fokus perusahaan ini hanya mengekspor bahan baku cerutu ke Eropa. Baru pada 2013 Kahar mendirikan BIN Cigar, menggunakan tembakau Havana yang ia tanam di kebun sendiri. "Sekarang kami menanam di kebun seluas 10 hektare," ujar Imam Wahid.
Kamis siang pekan lalu, lembaran daun tembakau yang sudah dipanen dan kering menumpuk di meja ruang produksi BIN Cigar, Jalan Brawijaya, Jubung, Jember. Pekerja perempuan meneliti lembaran itu satu-satu, kemudian memilahnya sesuai dengan spesifikasi dan jenis cerutu yang diproduksi. Pekerja perempuan yang lain membungkus isi cerutu (filler) dan selimut filler (binder) dengan lembaran tembakau cokelat yang berfungsi sebagai wrapper.
Di ruangan lain, seorang perempuan dan laki-laki melabeli cerutu-cerutu yang sudah jadi. Ruangan ini tempat lemari pengering dan berpendingin berisi ribuan cerutu. Dari pabrik itulah BIN Cigar memproduksi 100 ribu batang lisong per tahun.
Produk BIN Cigar kini ada sembilan varian: empat varian premium dengan harga paling mahal Rp 110 ribu per batang dan lima varian standar dengan harga termurah Rp 6.000 per batang. Sejak 2016, produk-produk tersebut menembus pasar luar negeri. Ekspor perdananya adalah ke Turki.
Setelah menjadi perseroan terbatas, perusahaan mudah mencari pembeli. Ekspor tahun ini makin tinggi. "Saat ini pembeli yang besar dari Cina," ucap Imam. Yang terbaru, BIN Cigar mengantongi kontrak ekspor dari Uni Emirat Arab, yang akan mendistribusikan cerutu tersebut ke Libanon, Qatar, Oman, dan Arab Saudi.
Awal tahun ini, BIN Cigar menjalin kesepakatan dengan Transmart. Cerutu Havana dari Jember itu akan mengisi etalase-etalase jaringan supermarket milik Trans Corp. BIN Cigar akan masuk Transmart Jember dan Bali mulai Oktober nanti. Mereka berharap seluruh pembelian itu bisa mendongkrak omzet perusahaan, yang saat ini baru Rp 8 miliar per tahun.
Khairul Anam, David Priyasidharta (Jember)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo