Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Manuver demi Kandang Singa

Rencana Lion Group membangun bandara sendiri di Lebak mentok di kantor Ignasius Jonan. Mencoba menekan lewat Presiden dan bekas petinggi Kementerian Perhubungan.

5 Oktober 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebuah pesawat capung terbang rendah nan perlahan di langit Desa Cilangkap, Maja, Banten, Kamis sore pekan lalu. Pesawat jenis Piper Dakota PA-28 itu terlihat jelas dari lahan yang ditandai plang setinggi dua meter bertulisan "Area Lahan Bandara Internasional Lebak-Banten" tersebut. "Tiap hari pasti ada yang lewat. Kemarin ada delapan terbang berbarengan," kata Jalaludin, 50 tahun, penduduk Cilangkap.

Bersama Arna, 65 tahun, sore itu Jalaludin sedang mencari rumput di sekitar lokasi tersebut buat kambing-kambingnya. Mereka dan warga setempat lainnya gembira ketika tahu di desanya bakal dibangun bandar udara besar. Merasa penghasilan dari bertani di lahan tadah hujan dan memelihara kambing gaduhan tak cukup lagi, para penduduk berharap proyek itu akan membuka peluang kerja baru. "Tapi, setelah pohon-pohon di desa ini ditebangi dan sampai tumbuh lagi, kelanjutan bandaranya belum ada kabar," ujar Jalaludin.

Dua pencari rumput ini sama sekali tak tahu bahwa proyek yang mereka tunggu itu tak bisa berlanjut lantaran terhalang pesawat latih yang saban hari mereka lihat beterbangan di langit desanya. Kementerian Perhubungan menolak usul proyek dari Lion Group karena ruang udara bakal bandara itu menabrak area pelatihan calon pilot Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia di Curug. "Sulit memandu pendaratan ataupun lepas landas pesawat di bandara Lebak," kata Menteri Perhubungan Ignasius Jonan kepada Presiden Joko Widodo lewat surat bertanggal 30 Juni 2015.

Dua lembar surat itu sudah cukup meyakinkan Joko Widodo untuk tak menuruti kehendak pemilik Lion Group sekaligus anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Rusdi Kirana. "Pak Jonan sudah benar," ucap Presiden, seperti ditirukan Staf Khusus Menteri Perhubungan Hadi M. Juraid.

Surat Jonan itu merupakan jawaban atas pertanyaan Presiden Jokowi. Menurut Hadi, Rusdi sempat mengeluh kepada Presiden karena rencana proyeknya tak kunjung mendapat restu Kementerian Perhubungan. "Rusdi akhirnya melapor ke Presiden," kata Hadi.

Pada 11 Maret 2014, Rusdi menyurati Kementerian Perhubungan untuk meminta persetujuan atas rencana pembangunan bandara itu. Dia juga mencari dukungan dari sana-sini, termasuk dengan mendekati Jonan, yang waktu itu Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia. Hasilnya, Jonan akan membantu dengan membuka akses kereta dari Stasiun Maja ke lokasi calon bandara.

Kesepakatan itu terjalin saat peresmian renovasi Stasiun Cikini, Jakarta, 23 Juni 2014. Hadi mengakui kesepakatan ini. Tapi saat itu Jonan tak tahu bahwa Rusdi belum mengantongi penetapan lokasi bandara dari Kementerian Perhubungan. "Kalau sejak awal Jonan tahu izinnya belum ada, tidak akan ada cerita soal dukungan akses kereta api," ujar Hadi.

Presiden Direktur Lion Group Edward Sirait mengakui bosnya sempat melobi Jonan pada tahun lalu. Saat itu Lion memang sedang menjajaki proyek tersebut. "Kereta api masih mungkin enggak masuk ke bandara Lebak?" kata Edward di NU Lion Tower, Jakarta, Jumat dua pekan lalu. Ditambah akses jalan raya yang terbuka, perusahaan dengan logo singa bersayap itu yakin prospek bandara ini menjanjikan.

Edward tak tahu apakah Rusdi sempat mengeluh kepada Presiden soal proyeknya yang mentok di kantor Jonan. Tapi Edward menganggap wajar bila bosnya melapor ke Istana. Apalagi mengingat nilai investasi proyek yang mencapai belasan triliun rupiah. "Enggak ada yang aneh saya pikir," ujarnya.

Dalam studi kelayakan, Lion Group menaksir duit yang dibutuhkan untuk proyek ini mencapai Rp 17 triliun. Bandara akan dibangun di tanah seluas 2.400 hektare, di kawasan yang masuk wilayah enam desa di Kecamatan Maja dan Curugbitung. Untuk itu mereka harus memindahkan 3.999 rumah, 12 sekolah, 2 rumah sakit, 4 kantor desa, 24 masjid, dan 7 permakaman.

Lion menghitung, pada 2020, potensi penumpang di bandara Lebak akan mencapai 40,9 juta dan 39 ribu ton kargo per tahun. Sepuluh tahun kemudian, jumlah penumpang berpeluang melonjak jadi 148,6 juta dan 86 ribu ton kargo per tahun. "Bandara ini bisa menampung 100 juta penumpang dalam 20 tahun ke depan," kata Edward.

Bandara Lebak tak hanya akan menjadi kandang bagi ratusan pesawat Lion. Rusdi juga berencana mengembangkan pusat logistik, perkulakan, perkantoran, dan kawasan hunian baru. "Dengan konsep begini, bisa butuh 5.500 hektare lahan," Edward menjelaskan. Tentu itu tak akan digarap sendiri oleh Lion.

Dari awal, kata Edward, Lion tertarik membangun bandara Lebak karena ada tawaran kerja sama dari pemodal lokal. Skemanya: mitra mereka akan menyediakan tanah, sementara Lion mengurus izin dan membangun bandara. Rekan kongsi itu PT Maja Raya Indah Semesta (MRIS), yang bersama Ciputra Group juga mengembangkan kawasan cluster Citra Maja Raya. MRIS mengklaim telah menguasai 1.500 hektare lahan di Curugbitung dan Maja.

Direktur Utama MRIS Ishak mengatakan mereka sedang berusaha membebaskan 4.000 hektare lainnya. Tanah-tanah itu tersebar di 14 desa di Curugbitung dan Maja. "Kami ingin menciptakan kota modern," ujar Ishak lewat telepon, Kamis pekan lalu.

Bukan hanya MRIS, banyak pemodal luar daerah juga wira-wiri ke Lebak. Mereka ingin mencari tanah buat investasi karena mendengar daerah itu akan dijadikan bandara internasional. Ramainya perburuan lahan ini disambut oleh para penduduk, yang tak kalah sibuk menawarkan tanah mereka.

Namun, menurut Rusdi Mulyadi, pemilik mobil bak yang nyambi jadi calo tanah di Desa Sekarwangi, Curugbitung, banyak orang yang datang cuma mengecek harga. Itu sebabnya sudah sepekan ini ia enggan meladeni mereka dengan cara mematikan telepon selulernya. "Investor-investor itu cuma tanya-tanya."

* * * *

Dalam rancangan pemerintah, bandar udara di Lebak tak pernah masuk hitungan. Untuk menambal keterbatasan kapasitas Soekarno-Hatta di Cengkareng, Kementerian Perhubungan menetapkan Karawang, Jawa Barat, sebagai calon lokasi bandara alternatif.

"Belum ada bukti tertulis bahwa bandara Lebak sudah dimasukkan ke rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) kabupaten dan provinsi," kata Direktur Kebandarudaraan Kementerian Perhubungan Agus Santoso.

Sebaliknya, Pemerintah Provinsi Banten mengklaim sudah menerbitkan rekomendasi pemberian izin persetujuan pemanfaatan ruang bagi pembangunan bandara Lebak. "Sekarang bola ada di pemerintah pusat," ucap Sekretaris Daerah Provinsi Banten Ranta Soeharta.

Kalaupun urusan RTRW beres, tak otomatis Lion bisa mewujudkan mimpinya membangun bandara sendiri buat markas mereka. Lion masih harus memutar arah desain runway-nya. Kementerian Perhubungan menghitung, pintu keluar-masuk pesawat hanya bisa dari langit barat daya. Satu-satunya pintu itu berada di celah antara tepi barat pegunungan Halimun-Salak dan tepi timur wilayah terbang sekolah pilot Curug. "Ini pun butuh alat navigasi, pesawat, dan pilot yang canggih," kata Direktur Navigasi Kementerian Perhubungan Novie Riyanto.

Arah runway Lebak tak bisa membujur ke arah timur dan barat seperti rancangan Lion. Sebab, di sebelah barat, ruang udara merupakan tempat berlatih para calon pilot Curug. Adapun di sebelah timur, sudah ada ruang udara Bandara Budiharto, Rumpin, dan Pangkalan TNI Angkatan Udara Atang Sendjaja. "Tapi silakan kalau mau minta ke tentara," ujar Novie.

Dihadang ruang udara yang terbatas, Lion tak menyerah. Bekas Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Herry Bakti Singayuda Gumay ikut membantu Lion. Seorang pejabat di Kementerian Perhubungan menyebutkan Herry turun gunung karena dia kini menjadi komisaris Lion Group. Herry bertugas menekan bekas bawahannya di Kementerian agar segera menyetujui rencana Lion.

Novie Riyanto mengaku sempat ditelepon oleh mantan bosnya itu. Kala itu Herry menanyakan perkembangan penetapan lokasi bandara Lebak. "Bisa enggak Lebak ini ditetapkan jadi bandara?" kata Novie menirukan pertanyaan Herry. Namun Novie menolak jika panggilan telepon itu dianggap sebagai tekanan. "Saya enggak bisa ditekan."

Presiden Direktur Lion Group Edward Sirait membantah kabar bahwa Herry membantu mereka karena kini menjadi komisaris di perusahaannya. Dia menyebut Herry sebagai teman bagi Lion. "Dia kan dulu bapak kami. Airlines mana yang enggak kenal dia?" ujar Edward. Dia mengatakan upaya Herry mendesak pejabat Kementerian Perhubungan itu merupakan inisiatif pribadi.

Herry justru mengungkapkan Lion yang meminta bantuannya agar menanyakan perkembangan izin bandara Lebak ke Kementerian Perhubungan. Dia bahkan mengakui menegur bekas bawahannya di Kementerian karena dianggap mengulur izin proyek bandara. "Swasta enggak boleh dipermainkan begitu," katanya saat dihubungi Kamis pekan lalu. Herry juga membantah kabar bahwa dia kini menjadi komisaris Lion. "Itu orang yang ingin menghubung-hubungkan saja."

Khairul Anam, Wasi'ul Ulum (Banten)


Terhalang Sempitnya Ruang Udara

Keinginan Lion Group membangun bandar udara sendiri belum kunjung terang. Maskapai penerbangan milik anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Rusdi Kirana, itu sudah mengajukan izin setahun lalu. Tapi Kementerian Perhubungan belum meluluskan dengan beragam pertimbangan. Salah satunya karena ruang udara yang terlalu sempit bagi manuver pesawat Lion, yang umumnya berbadan lebar.
-Di sebelah barat lokasi calon bandara terdapat tempat berlatih calon pilot Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia. Calon-calon pilot itu biasanya terbang dari Bandara Budiharto, lalu berputar-putar di atas langit Lebak sampai Selat Sunda.
-Di sebelah selatan, berjejer dari barat, terdapat pegunungan Halimun-Salak setinggi 3.200-7.200 kaki.
-Di sebelah tenggara ada wilayah udara Pangkalan TNI Angkatan Udara Atang Sendjaja.
-Di sebelah utara terdapat wilayah udara area pesawat bermanuver di Bandara Soekarno-Hatta. Dan, lebih ke utara lagi, terdapat wilayah pertahanan udara TNI.
-Di sebelah timur laut terdapat wilayah udara tempat pesawat bermanuver di Bandara Halim Perdanakusuma.

Rencana Besar Lion

Tak hanya ingin membangun bandara sebagai markas Lion, Rusdi Kirana juga hendak menciptakan kota mandiri seluas 5.500 hektare. Kapasitasnya dirancang akan melampaui daya tampung bandara terbesar di Indonesia, Soekarno-Hatta.
-Nilai investasi untuk area bandara mencapai Rp 17 triliun.
-Luas kawasan bandara mencapai 2.400 hektare, mencakup Desa Cilangkap, Cilayang, Mayak, Ciburay, Cipinang, dan Pasir Kecapi di Kecamatan Maja dan Curugbitung.
-Total akan menjadi 5.500 hektare di 14 desa dan 2 kecamatan untuk kawasan kota modern.
-Pada 2020, bandara ini ditargetkan mampu menampung 40,9 juta penumpang dan 39 ribu ton kargo per tahun.
-Pada 2030 naik menjadi 148,6 juta penumpang dan 86 ribu ton kargo per tahun.
-Pada 2040 dirancang mampu menampung 410,7 juta penumpang dan 181 ribu ton kargo per tahun.
-Bandara didesain bisa didarati pesawat berbadan lebar jenis Boeing 747-400.
-Untuk mewujudkan mimpinya, Lion harus merelokasi 3.999 rumah, 12 sekolah, 2 rumah sakit, 4 kantor desa, 24 masjid, dan 7 permakaman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus