LEWAT jam 10 malam, puluhan truk berisi kopra biasanya berjajar
di Jalan Karet, Surabaya --suatu kawasan perdagangan utama yang
populer dengan sebutan Pintu Kecil-nya Surabaya. Banyak gudang
di jalan yang penuh debu ini, termasuk milik CV Sinar Mas yang
siap menampung kopra yapg baru datang dari Sulawesi Utara.
Oei Eik Tjong, Direktur CV Sinar Mas yang dikenal gemar
batu-batu permata, belakangan ini tak bisa ditemui. "Masih ke
Jakarta," atau "ke luar kota," begitu seorang petugas CV itu
berdalih. Tapi Abdullah Thalib SH, penasehat hukum Tjong
mengatakan kepada TEMPO, Sinar Mas bukan orang kemarin dulu
dalam soal perdagangan kopra. "Sudah puluhan tahun," kata
Abdullah.
Tjong memang dikenal sebagai orang No. 1 dalam perdagangan kopra
dan minyak kelapa di Surabaya. Berasal dari Manado, Direktur CV
Sinar Mas ini juga berpengaruh di beberapa kota lain. Seperti
dikatakan Abdullah, dia juga punya pabrik minyak kelapa besar di
Manado, Tulung Agung, Bogor dan entah mana lagi.
Menonjolnya nama pengusaha itu akhir-akhir ini bukan karena dia
yang paling besar di antara 82 pabrik minyak kelapa di Jawa
Timur. Tapi disebabkan ditahannya beberapa pedagang kopra dan
fabrikan minyak kelapa, yang menuding Tjong sebagai "pengacau
harga" minyak kelapa. "Semula Sinar Mas menerima surat kaleng,"
kata Abdullah. "Tapi belakangan masuk surat resmi yang isinya
sama: menuduh Sinar Mas melakukan permainan harga."
Aneh juga kedengarannya kalau pengaduan resmi ke Laksusda itu
berakhir dengan ditahannya pihak-pihak yang mengadu. Lebih-lebih
seperti dikatakan beberapa anggota DPR, masalahnya adalah
menyangkut soal perdata. "Kok diperlakukan seperti sudah
melakukan suatu tindak pidana," kata drs Sudardji, Wakil Ketua
Komisi VII dari Fraksi Karya Pembangunan beberapa waktu lalu.
Suhu pasaran kopra di Surabaya memang tak jarang naik turun.
Bahkan beberapa kali pernah menghilang. Sekitar Juni lalu tak
kurang dari 5 pabrik minyak kelapa terpaksa menghentikan
produksinya akibat kurangnya bahan baku kopra. Kalangan pabrik
minyak kelapa di Surabaya beranggapan hal itu sebenarnya tak
perlu terjadi, kalau saja CV "SM" tak main botong kopra di
pasaran .
Dalam waktu yang bersamaan pula CV itu dituding sebagai biang
keladi turunnya harga minyak kelapa. Tindakan dumping begitu
memang tak disangkal oleh pihak Sinar Mas. Begitu pula siasat
Tjong yang "suka membanting harga kopra untuk kemudian
diborongnya lagi," kata beberapa kalangan minyak kelapa di
Surabaya. Tapi menurut Abdullah Thalib, itu dilakukan sebagai
"taktik dagang biasa agar bisa bertahan."
Abdullah mengaku kliennya itu telah memasukkan pengaduan balasan
ke Laksusda, karena merasa difitnah. Dan merencanakan akan
menggugat ke pengadilan. Tapi mengapa ke Laksus? "Soalnya
tuduhan mereka pengacauan ekonomi," katanya.
Pengacauan ekonomi atau bukan, konflik antara beberapa pengusaha
minyak kelapa di Surabaya itu sempat membuat pabrik yang
kecil-kecil menjadi korbannya. Tahun lalu misalnya sebagian
besar pabrik hanya mampu memproduksikan 25% dari kapasitas.
Akibatnya pemerintah terpaksa mengimpor minyak kelapa puluhan
ribu ton dari Filipina dalam setengah tahun.
Jawa Timur memang memegang posisi kunci perdagangan kopra. Dari
132 pabrik minyak kelapa di Jawa, 82 pabrik berada di Ja-Tim,
dengan produksi rata-rata setiap tahun 330 ribu ton minyak
kelapa.
Omong-omong siapa saja pengusaha yang ditahan itu? "Sampai
sekarang mereka masih terus diperiksa. Nanti pada waktunya pasti
diumumkan," kata Letkol Muslich, Kapendam VIII Brawijaya kepada
TEMPO pekan lalu. Sampai akhir pekan lalu, genap 57 hari sudah
para pengusaha itu ditahan.
Pengacara Abdullah yang juga menjadi Direktur LBH Surabaya
keberatan menyebutkan siapa saja mereka itu. Tapi dari
perkembangan kemudian dapat diduga antara lain Cokrowijoyo,
Direktur CV Anor, Ali Sasongko, Direktur CV Jatim Kelapa dan
Yusuf Eddy, pengurus gabungan pabrik minyak kelapa di
Surabaya. Semuanya, kebetulan non-pri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini