BANYAK alasan kalau Bustanil Arifin Menteri Muda Koperasi dan
Ketua Bulog itu merasa gembira setelah Lebaran ini. Bukan saja
karena stok beras impor masih cukup untuk mengimbangi serangan
wereng. Tapi kebun kapas milik PT Kapas Indah Indonesia
(Kll)--usaha patungan American Trade Sales Inc. (60%) dengan PT
Berdikari -- kali ini berhasil panen, setelah gagal tahun lalu.
Terletak di atas bekas padang ilalang seluas 1.200 hektar, di
Kabupaten Punggaluku, Sulawesi Tenggara, mekarnya bunga-bunga
kapas yang putih itu memang membesarkan hati. Lebih-lebih buat
negeri yang 98% kebutuhan kapasnya masih diimpor. Namun ada satu
kegembiraan khusus bagi Bustanil, Pejabat Sementara Direktur PT
Berdikari itu: hadirnya Menteri Ekuin/Ketua Bappenas Prof. Dr.
Widjojo Nitisastro.
Kalungan bunga kuning menyambut pejabat ekonomi nomor satu di
Indonesia, sesaat setelah pesawat Twin Otter yang membawa
rombongan dari Ujungpandang mendarat di lapangan terbang punya
PT KII akhir Agustus lalu. Dan Bustanil Arifin kemudian
menyerahkan tamu utamanya hari itu kepada manajer umum Ronald W.
Jett.
Orang Amerika itu, yang bercelana jin putih dan baju lengan
panjang kotakkotak, tak menyia-nyiakan kesempatan baik ini.
Diajaknya Widjojo keliling kebun, melihat proses penanaman
danpengolahan bunga kapas, melewati jalan tanah berdebu. Widjojo
sempat menaiki mesin pemetikan kapas yang serba mekanis itu,
sembari menonton demonstrasi yang diperlihatkan anak buah Ron
Jett.
Mengamati dari jarak dekat, Bustanil Arifin siang itu banyak
memberi penjelasan kepada Alwin Arifin, puteranya, 23 tahun. Dia
kabarnya dipersiapkan untuk duduk sebagai tenaga pimpinan di PT
KII. Melihat Widjojo masih belum turun dari mesin pemetik itu,
dengan cepat dia memberi isarat kepada juru kamera TV-RI untuk
membidiknya.
Tapi Widjojo, seperti biasa banyak senyum, kemudian bertanya:
"bagaimana dengan tenaga kerja?" Bagi perkebunan yang
menggunakan alat-alat serba mekanis seperti di Amerika itu,
tentu rak bisa diharapkan menampung banyak buruh. Ada 45 tenaa
terlatih Indonesia, di samping 5 tenaga asing, yang menurut Ron
Jett mengoperasikan alatalat besar yang belum bisa dikendalikan
tenaga Indonesia. "Tapi kami juga mengajar," katanya.
Mengusap rambutnya yang kian memutih, Prof. Widjojo pun
mengangguk-angguk. Dia kabarnya gembira juga mendengar ada 26
keluarga transmigran disekitar perkebunan itu yang menanam kapas
dan dibeli oleh PT KII. Dia juga mendengar dari orang Amerika
itu, perkebunannya menggunakan tenaga kasar untuk mencabuti
rumput yang tak bisa dibabat oleh traktor, dengan upah Rp 500
seorang sehari.
Tapi mengapa harus Menteri Ekuin sendiri yang datang? "Saya
datang ke sini karena lokasinya sesuai dengan asas pemerataan,"
kata Widjoja. Dia lalu menyatakan perlunya investasi patungan
itu berpencar di berbagai daerah. Dan tidak cuma berpusat di
tempat-tempat yang nyaman seperti Jakarta-Bogor.
Pancing
Usaha untuk membuka areal kebun hapas seluas 1.800 hektar memang
sudah lama direncanakan di 5 kabupaten Sulawesi Selatan:
Jeneponto, Bulukumba, Bantaeng, Takalar dan Sinjai. Tapi agal,
terutama akibat hujan lebat tahun lalu.
Tak heran kalau Bustanil Arifin pesimis sasaran Pelita III yang
ingin membuka areal kebun kapas 100 ribu hektar akan tercapai.
"Masih tanda tanya besar," katanya. Dari dulu target yang
ditetapkan itu tidak pernah tercapai. Di mhun 1975/1976
ditetapkan target 28.150 hektar. Cuma 7.346 hektar yang
tercapai.
Kini pemerintah mengincer hutan ilalang di Sulawesi Selatan, NTB
dan NTT yang panas itu untuk ditanami pohon kapas. Tapi merasa
punya pengalaman Bustanil beranggapan sukar untuk memancing
modal asing menanam uangnya dalam industri agraria. "Iklim di
sini terlalu membawa risiko," katanya kepada A. Margana dari
TEMPO.
Berhasilnya panen kapas sekali ini terlalu penting bagi Bustanil
untuk dilewatkan begitu saja. "Kita tunjukkan, kita mampu
membuat kebun itu, agar kita dapat mengundang masuk modal asing
lagi," katanya. Adakah calon investor asing lain yang berminat
masih harus ditunggu. Tapi yang pasti, Ketua Bulog itu sudah
berhasil membawa Menteri Ekuin Widjojo sendiri ke sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini