Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KISRUH DI BANDAR UDARA SOEKARNO-HATTA PADA RABU-SABTU DUA PEKAN LALU TAK TERLALU MENGEJUTKAN SUDARYATMO. KETUA YAYASAN LEMBAGA KONSUMEN INDONESIA (YLKI) INI MENCATAT PENUMPANG YANG MARAH AKIBAT KETERLAMBATAN PARAH PENERBANGAN LION AIR DAN ABSENNYA PENANGANAN YANG MEMADAI DARI MASKAPAI ITU PUN BUKAN CERITA BARU. BERULANG KALI PERISTIWA SERUPA TERJADI, HANYA DALAM SKALA YANG LEBIH TERKENDALI. "ITU MENANDAKAN PELAYANAN LION SANGAT BURUK. KAMI BANYAK MENDAPATKAN LAPORAN KONSUMEN," KATA SUDARYATMO, JUMAT PEKAN LALU.
Beberapa hari sempat dianggap tak jelas, sanksi dari Kementerian Perhubungan akhirnya datang juga. Pemerintah melarang perusahaan ini melakukan ekspansi usaha dan izin rute baru penerbangan tak akan diberikan sebelum mereka memperbaiki prosedur standar operasi (SOP) dalam menangani krisis akibat delay. Pekan lalu, hukuman tambahan diberikan: sembilan rute penerbangan Lion Air dicabut karena tidak digunakan selama lebih dari 21 hari.
Meski begitu, tindakan pemerintah atas Lion itu dinilai masih terlalu lunak. Sudaryatmo mengatakan sanksi yang pantas bagi mereka semestinya lebih tegas, agar maskapai bertarif rendah ini lebih memperhatikan pelayanan konsumen. Pencabutan sembilan rute itu pun diyakini tak akan berpengaruh karena Lion masih memiliki banyak jatah rute gemuk. "Seharusnya sanksi bisa menyentuh pada sisi finansialnya. Kalau tidak, kejadian seperti kemarin bisa terus berulang."
Sudaryatmo memperlihatkan catatan YLKI sepanjang 2014. Sedikitnya ada 24 pengaduan pelanggaran oleh Lion Air yang masuk, dan terhitung sebagai yang terbanyak dibanding maskapai lain. Laporan antara lain terkait dengan pembayaran kembali alias refund akibat pembatalan penerbangan secara sepihak oleh perusahaan, termasuk kompensasi karena keterlambatan.
Persoalannya, pengaduan konsumen itu selama ini lebih sering tak direspons, baik oleh Lion Air maupun Kementerian Perhubungan. Dalam pengamatan YLKI, Lion bahkan lebih sering luput dari sanksi, dan pemerintah seperti tak berdaya menghadapi perusahaan milik Rusdi Kirana itu. "Pangsa pasar mereka lebih dari 50 persen, jadi merasa punya posisi tawar," Sudaryatmo menjelaskan. "Struktur pasar industri penerbangan ini harus dikoreksi agar tak ada yang merasa dominan."
Pengamat penerbangan Dudi Sudibyo mengatakan sanksi dengan mencabut izin rute penerbangan sebenarnya sudah cukup keras. Namun dia tetap khawatir masalah akan terulang karena pengawasan dari Kementerian Perhubungan sangat lemah. "Kementerian tidak punya orang untuk mengawasi semua maskapai yang beroperasi," ujarnya.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan J.A. Barata mengatakan hukuman buat Lion Air sudah dipertimbangkan matang. Tapi, untuk masalah keterlambatan pesawat, memang tak ada ketentuan sanksi dari regulator. Yang ada hanyalah kewajiban perusahaan memberikan kompensasi kepada penumpang. Yang jelas, kata dia, setelah kejadian terakhir di Soekarno-Hatta tersebut, Kementerian Perhubungan segera mengaudit Lion. Audit tersebut akan selesai pekan ini.
Direktur Umum Lion Air Edward Sirait tak mau berkomentar soal tudingan maskapainya menjadi anak emas pemerintah lantaran kerap lolos dari sanksi. Dia mengakui para petugasnya tidak memberikan informasi yang cukup kepada para penumpang ketika tiga pesawatnya bermasalah pada dua pekan lalu, sehingga suasana kacau. "Ini menjadi catatan kami ke depan. Kami mengerti kekecewaan di lapangan mengingat tidak adanya informasi," ucapnya. "Akan kami evaluasi semuanya."
Angga Sukma Wijaya, Devy Ernis, Khairul Anam
Rute Penerbangan yang Dicabut
JT-886 Surabaya (Juanda)-Ambon
JT-887 Ambon-Surabaya
JT 597 Surabaya-Jakarta (Soekarno-Hatta)
JT 894 Makassar (Ujungpandang)-Jayapura
JT 895 Jayapura-Ujungpandang
JT 895 Ujungpandang-Soekarno-Hatta
JT 660 Soekarno-Hatta-Jambi
JT 661 Jambi-Soekarno-Hatta
JT 659 Lombok-Soekarno-Hatta
Catatan: Masing-masing Rute Untuk Tujuh Penerbangan Dalam Sepekan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo