Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berebut Beras Di Penggilingan

Menjelang panen raya, pedagang beras Cipinang bergerilya ke daerah-daerah. Pedagang lokal harus menyetor uang muka di tempat penggilingan.

2 Maret 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA pedagang beras di Cirebon, Jawa Barat, punya kebiasaan baru. Sejak stok beras nasional menipis, mereka tak bisa lagi berleha-leha menunggu kiriman dari agen yang selama ini menjadi pemasok utama. Para pedagang beras di salah satu lumbung padi Jawa Barat itu kini turun langsung ke tempat penggilingan. "Kalau cuma menunggu kiriman, tidak akan kebagian," kata Dedi, pedagang beras di Pasar Pagi Cirebon, Senin pekan lalu.

Kebiasaan baru lainnya, para pedagang lokal itu juga harus menyetor uang muka 20 persen di tempat penggilingan. "Pesanan baru bisa diambil satu-dua hari setelah uang muka dibayarkan," kata Dedi. Tanpa uang muka, para pedagang beras yang turun langsung ke tempat penggilingan padi di Gegesik dan Bakung, Kabupaten Cirebon, bisa gigit jari.

Dua kebiasaan baru ini terjadi setelah pedagang beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, turun gunung mencari beras ke sentra-sentra produksi padi. Yang membuat Dedi dan pedagang lokal lain waswas, para pedagang beras dari Cipinang ini memiliki modal lebih besar. "Kami kalah modal sehingga persaingan jadi tidak sehat," katanya.

Fadillah, salah satu pedagang beras di Pasar Pagi Cirebon lainnya, mengatakan persaingan antara pedagang Cipinang dan pedagang lokal mencari beras di tempat penggilingan padi sudah merembet hingga ke Jawa Tengah. "Kami sampai harus ke sana," katanya. Daerah yang dituju antara lain Purwodadi, Sragen, dan Kudus.

Persaingan mencari beras di Kudus bahkan tak cuma melibatkan tengkulak lokal. Tengkulak Jawa Barat, Jawa Timur, hingga Kalimantan juga membeli beras dari beberapa penggilingan padi di kota kretek ini. Tengkulak yang datang dari jauh itu bahkan berani membayar Rp 9.500 per kilogram untuk beras jenis IR 64-2, atau lebih mahal Rp 200 ketimbang pedagang lokal. "Karena itu, kalau belum bayar uang muka, tidak akan kebagian," kata Nur Saekan,?salah satu pekerja di penggilingan padi Desa Ngemplak, Kecamatan Undaan, Kudus.

Aksi turun gunung yang dilakukan pedagang di Pasar Cipinang diakui Nellys Soekidi. "Meski lebih sering telepon dari sini, saya juga sempat ke Cirebon awal minggu lalu," kata pedagang beras di Cipinang ini. Pria asal Ngawi ini terpaksa berkeliling desa untuk memenuhi pasokan buat lusinan kios beras miliknya di Pasar Induk Cipinang.

Sengitnya perburuan beras hingga ke daerah-daerah itu, kata Nellys, terjadi karena pasokan beras di Pasar Induk Cipinang menipis. Menurut Ketua Dewan Perwakilan Daerah Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) DKI Jakarta ini, pasokan beras ke Cipinang, yang normalnya 2.500-3.000 ton per hari, sempat anjlok ke angka 655 ton pada Jumat dua pekan lalu. Hingga Kamis pekan lalu, rata-rata pasokan beras ke Cipinang hanya 1.682 ton per hari. Jumlah itu turun drastis bila dibandingkan dengan rata-rata pasokan pada bulan lalu yang menembus 2.819 ton per hari.

Walhasil, stok di Pasar Induk Cipinang-yang melayani distribusi beras untuk seluruh wilayah Jakarta dan kota satelitnya, termasuk kota-kota di Sumatera Selatan-rontok 26,41 persen, dari 30 ribu ton menjadi 22.077 ton. Itu sebabnya, menurut Nellys, pedagang di Cipinang bergerilya agar stok tak terus turun.

Gara-gara pasokan seret, harga beras melambung di tingkat eceran. Harga beras medium jenis Muncul II di Pasar Induk Cipinang sepanjang Februari ini, misalnya, naik 31,87 persen dari Rp 9.100 menjadi Rp 12.000 per kilogram. Kenaikan juga terjadi untuk beras IR 64-2, melejit dari Rp 8.800 menjadi Rp 10.800 per kilogram. Di kelas premium, harga beras Muncul I naik dari Rp 10.100 ke Rp 12.500 per kilogram. Adapun harga beras IR 64-1 naik dari Rp 9.450 menjadi Rp 11.500 per kilogram.

Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, terlambatnya pasokan beras untuk rakyat miskin (raskin) ikut mendongkrak harga beras saat ini. "Ini hanya karena masalah administrasi, jadi kurang pasokan," tuturnya. Rentetan keterlambatan ini, kata Kalla, sudah terjadi sejak penyaluran raskin tak mencapai target tahun lalu. Raskin yang dijual Rp 1.600 per kilogram itu dialokasikan untuk 15,5 juta rumah tangga sasaran. Tiap keluarga dijatah 30 kilogram beras per bulan.

Namun, dari rencana awal 3 juta ton, yang dapat disalurkan cuma 2,5 juta ton. Tidak tercapainya target ini karena Bulog tidak menyalurkan raskin pada November-Desember 2014. Jatah untuk periode tersebut telah disalurkan pada awal 2014 ketika bencana banjir dan tanah longsor melanda di berbagai daerah di Indonesia.

Untuk menutup kebutuhan akhir tahun, mantan Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso telah meminta anggaran tambahan kepada pemerintah untuk menyalurkan raskin. "Tapi anggaran tidak cair karena menjelang pergantian pemerintah," tuturnya.

Padahal permintaan raskin itu sekitar 10 persen dari total konsumsi beras. Imbasnya, kata Sutarto, yang kini menjadi Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), masyarakat yang terbiasa membeli raskin harus membeli beras biasa di pasar. Akibatnya, permintaan beras melejit sehingga harganya naik.

Pemerintah juga berkeras tak akan mengimpor beras kendati harga sudah melambung akibat makin tipisnya pasokan. Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan sejumlah daerah sebentar lagi akan panen raya. "Saya sudah berbicara dengan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo," kata Rachmat seperti dikutip Robby Irfani dari Tempo.

Sebagai solusi cepat, pemerintah akan menjual raskin. Presiden Joko Widodo sudah?blusukan?ke Gudang Bulog pada Rabu pekan lalu. Secara simbolis ia melepas 25 ribu ton beras untuk masyarakat miskin. Bukan cuma itu, 2.000 ton beras murah per hari untuk operasi pasar juga dikirim lewat Pasar Induk Cipinang untuk waktu yang tak ditentukan.

Bulog baru akan masuk pasar saat panen raya tiba, yakni sekitar bulan depan. Menurut Direktur Utama Perum Bulog Lenny Sugihat, pengadaan beras itu akan menggunakan dana penyertaan modal negara (PMN). "Sekitar 417 ribu ton beras bisa kami beli dari petani dengan menggunakan PMN," kata Lenny saat ditemui di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, pekan lalu. Total rencana pengadaan beras Bulog tahun ini 3,2 juta ton.

Toh, tak semua orang berharap harga beras segera turun saat panen raya berlangsung. Menurut Dedi, kalau harga terlalu cepat turun, petani tak akan menikmati untung. "Kalau harga kemahalan, kasihan yang beli. Kalau kemurahan juga kasihan petani," katanya.

Pingit Aria, Ivansyah, Ayu Prima Sandi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus