DALAM ilmu perang masa kini, mobilisasi senjata bukan satusatunya kekuatan. Ada operasi nonsenjata yang ikut menentukan tingkat kekuatan tempur. Angkatan Bersenjata Amerika Serikat (ABAS) menyebutnya psyops, singkatan psychological operations atau "operasi psikologis". Strategi perang "bawah tanah" ini meliputi berbagai siasat canggih, antara lain pemanfaatan peran mediaelektronik, siaran radio, dan televisi. Dalam Perang Teluk tahun silam, ABAS melancarkan psyops berupa pemalsuan siaran radio dan televisi pemerintah Irak. Di jalur ini disiarkan pengumuman yang isinya memerintahkan agar pasukan artileri Irak meletakkan senjata. Program ini berhasil dan menjadi salah satu penentu kemenangan AS dalam Perang Teluk. Siaran palsu itu dipancarkan dari sebuah stasiun terbang yang dibangun khusus di pesawat terbang Hercules. Di sini terdapat peralatan untuk memancarkan siaran radio dalam berbagai gelombang dan frekuensi TV warna maupun hitamputih. Terdapat pula antena khusus yang dapat "menggeser" gelombang radio dan televisi musuh. Ketika melakukan invasi ke Panama Desember 1990, ABAS menggunakan pula siasat ini. Maka, ketika Presiden Panama, Jenderal Manuel Noriega, pidato melaluisiaran radio dan televisi, meminta rakyat dan pasukannya berperang mati-matian melawan Amerika, tidak terjadi mobilisasi apa-apa. Tampang dan suaranya ternyata tidak pernah nongol di kedua media elektronik itu. Televisi Panama malah menyiarkan film, lagu-lagu, dan ulasan yang pro-Amerika hasil rekayasa psyops yang dipancarkan dari Hercules Angkatan Udara AS. Maka, pada saat tentara Panama terlena menikmati acara itu, 24.000 marinir dan rangers ABAS menyerbu Panama City (nama kota) dengan dukungan satuan helikopter dan tank. Noriega diringkus ia dituduh AS mendalangi penyelundupan narkotikinternasional. Siaran psyops, yang telah menjalani misi selama selama 25 tahun, sampai Perang Teluk terkategori "operasi sangat rahasia". Namun, awal bulan ini, para pejabat militer AS menyatakan operasi ini akan dijadikan programterang-terangan. Sehubungan dengan itu, industri pesawat terbang Lockheed, atas permintaan Angkatan Udara AS, merancang stasiun terbang yang lebih canggih. Pesawat yangdigunakan adalah jenis Air National Guard (ANG) EC130 E. Di setiap ujung sayapnya dipasang antena yang berfungsi manangkap siara televisi frekuensi sangat tinggi (very high frequency) dan ultratinggi (ultrahigh frequency). Di ekor pesawat dipasang dua antena untuk menjangkau channel televisi frekuensi rendah. Dengan antena-antena khusus itu, siaran resmi lokal "diberangus". Setelah itu, barulah pemancar ANG EC130 E "nyemplung" ke suatu channel televisi danmenampilkan siaran rekayasa. Hal yang sama dilakukan dengan gelombang radio. Pemancar terbang ini dapat "mempermainkan" modulasi FM dan AM. Menurut Manajer Lockheed Aircraft Service, F.G. Parker, pesawat yang mempunyai perangkat 57.500 ton ini mampu terbang enam hari tanpa henti. Pesawat ini membawa bahan bakar sebanyak 20.000 ton. Kini ANG EC103E sedangmenjalani ujicoba di perairan Pasifik. Penggunaannya untuk psyops terang-terangan akan diresmikan pada tahun 1997. Gagasan stasiun terbang ini siapa tahu bisa ditiru ABRI. Soalnya, sudah lama ABRI menggunakan media elektronik untuk pembinaan teritorial, khususnyamelalui "Siaran Angkatan Bersenjata" di RRI. Kepala Dinas Penerangan Mabes ABRI, Brigjen. Nurhadi Purwosaputro, mengutarakan bahwa media elektroniksangat efektif untuk mendekatkan diri dengan rakyat. Ini diungkapkannya awal Juli silam, ketika ABRI untuk pertama kalinya meresmikan tiga stasiun radio,masing-masing di Semarang, Denpasar, dan Dili. Konon, ABRI juga merencanakan membangun stasiun-stasiun TV. Namun, pembangunan ini belum bisa dilaksanakan karena butuh biaya yang tidak sedikit. Nah, stasiun terbang seperti EC130 E itu barangkali lebih "murah" dan efektif. Dapat langsung diterbangkan ke daerah-daerah yang memerlukan pembinaan teritorial. Di Muangthai, sudah lama kalangan militer mempunyai jaringan televisi dan radio. Dari lima saluran TV di Negara Gajah Putih ini, dua dikendalikan militer di samping 128 stasiun radio. Ketika pemerintahan militer pimpinan Perdana Menteri Suchinda Kaprayoon terguncang Mei silam, militer juga berusaha melancarkan "psyops" melalui media elektronik. Rakyat sempat dibikin bingung ketika media elektronikmiliter menampilkan para demonstran sebagai pengacau. Namun, pengecohan yang dilancarkan "psyops" militer ini diluruskan siaran BBC (British BroadcastingService) dan CNN. Rakyat Muangthai akhirnya bisa mendapat informasi yang sebenarnya. Sri Pudyastuti R. (Jakarta), Bambang Harymurti (Washington, D.C.), dan Yuli Ismartono (Bangkok)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini