Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ACARA makan siang pada medio September itu seperti ajang pembuktian sukses Dany Louise. Sebagai manajer industri kreatif di Dewan Kota Brighton & Hove, perempuan ini menyebut pekerjaannya kadang tak lebih dari sekadar makelar. ?Mempertemukan para pelaku usaha sehingga bisnis bisa jalan,? katanya.
Seperti siang itu, satu meja panjang di sebuah restoran Italia sudah penuh belasan orang yang diundang Louise. Ada manajer musik, produser dokumentasi tari, produser teater, hingga ekonom dari universitas yang khusus mengkaji industri kreatif. Dari obrolan santai macam inilah biasanya banyak gagasan bisa bertemu, dan sebagian berlanjut menjadi bisnis baru.
Tapi Louise mengakui, masih terlalu dini untuk mengatakan mereka berhasil menggenjot industri kreatif di kota di selatan Inggris ini. ?Potensinya sangat besar, tapi hambatan pun tak sedikit,? katanya. Masalah pertama adalah modal, terutama bagi mereka yang baru akan memulai usaha. Bahkan bagi kebanyakan dari mereka yang sudah cukup lama bergelut di bisnis ini pun, kredit dari bank dan lembaga keuangan resmi lain masih sulit didapat.
Mana pula ada bank yang mau memberi uang, misalnya, untuk seorang pelukis yang belum ternama tapi hendak menggelar pameran? Kesulitan serupa biasanya dihadapi pula oleh para pemusik baru yang tak punya modal untuk bisa masuk dapur rekaman, sekalipun mereka yakin punya lagu andalan yang potensial menggaet pasar.
Masalah lain terkait dengan skala bisnis yang sebagian besar berukuran mikro, dengan cuma 1-5 orang dalam setiap perusahaan. Para kreditor umumnya tak mau terlalu repot berurusan dengan terlalu banyak pengutang, apalagi untuk jumlah pinjaman yang ?tak seberapa?.
Sejauh ini, seperti halnya London dengan lembaga permodalan venturanya, hanya kucuran duit pemerintahlah yang bisa jadi obat sementara bagi kendala modal yang dihadapi sektor kreatif di kota berpenduduk sekitar 250 ribu itu. Tapi, menyangkut kecilnya perusahaan, ada Brighton Media Centre (BMC) yang justru melihatnya sebagai kelebihan bisnis ini.
Berpengalaman sejak 1992, BMC adalah perusahaan yang didirikan oleh kakak-beradik Ian dan Don Elwick, yang sejak awal memang ditujukan menopang pengem-bangan cluster industri kreatif di Brighton. Dengan modal tiga gedung 4-5 lantai yang mereka punya, mereka memberikan pelayanan akomodasi dan fasilitas perkantoran, jaringan elektronik, hingga layanan informasi bagi siapa pun yang hendak memulai bisnis di sektor kreatif. ?Tentu dengan harga yang bisa dinegosiasikan,? kata Don Elwick, yang kini memegang kendali manajemen BMC.
Kecilnya ukuran perusahaan, kata Don, justru membuat mereka amat luwes menjalankan bisnis. ?Praktis dan bisa bergerak dengan mobilitas tinggi,? katanya. ?Inilah beberapa sifat dasar industri ini.?
Sudah sepatutnya bila seorang desainer atau seniman kontemporer tak perlu pusing dengan penjualan tiket dan urusan administratif, ketika mestinya mereka berkonsentrasi dengan karyanya. Begitu pun, seorang perancang perangkat lunak tak harus memboroskan anggaran perusahaannya dengan membayar staf khusus jika hanya untuk memastikan jaringan Internet yang diperlukannya tak terganggu. ?Itulah gunanya kami,? ujar Elwick.
Kantor BMC kemudian memang menjadi representasi dari cluster tersendiri dalam industri ini. Tak aneh bila dalam satu ruangan, bahkan satu meja besar, terdapat beberapa perusahaan berbeda yang sedang bekerja. Yang satu mengurusi pemasaran secara elektronik, satunya lagi sibuk menyiapkan rancangan panggung untuk sebuah pertunjukan musik. Di meja bersama itu pula tak jarang sebuah kolaborasi tercipta, dan bisnis baru bergulir.
Y. Tomi Aryanto (Brighton)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo