Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berita Tempo Plus

Memajaki anggota

Ketentuan direktur jenderal pajak tentang pajak terhadap koperasi. Yang dikenai pajak adalah penghasilan koperasi yang bukan dari anggota. (eb)

15 Desember 1984 | 00.00 WIB

Memajaki anggota
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
KENDATI Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 sudah berjalan hampir setahun, ketentuan mengenai koperasi sebagai obyek pajak penghasilan (PPh) rupanya belum jelas benar. Misalnya, bulan lalu, Direktur Jenderal Pajak Salamun A.T. masih perlu memberi penjelasan tertulis kepada kepala Kantor Wilayah Pajak Jakarta Raya, SoedlbJo, mengenal perlakuan terhadap usaha koperasi. Masalahnya menyangkut pengertian koperasi "dari dan untuk anggota", yang menurut UU tidak terkena PPh. Ada dua kasus yang dihadapi Kakanwil Pajak Soedibjo: Sebuah koperasi menyalurkan beras kepada para anggota, juga kepada bukan anggota, tentu dengan menarik keuntungan. Semua keuntungan dibagikan kepada para anggota. Koperasi yang lain, membeli beras Bulog dengan omset sampai Rp 20 milyar, lalu disalurkan kepada anggota. Tapi para anggota, yang terdiri dari pedagang beras, menjual beras itu kepada konsumen biasa. Keuntungan, sebagian dinikmati langsung pedagang itu, dan sebagian lagi diberikan kepada koperasi sebagal simpanan wajib. Ternyata, menurut Salamun, simpanan wajib itu - bila dihitung koperasi sebagai penghasilan dan kemudian dibagikan kepada para anggota - tetap tidak dikenai pajak penghasilan. Hanya penghasilan koperasi yang bukan dari anggota yang dlkenai paiak. Dengan demikian, koperasi yang memberikan pelayanan baik kepada anggota maupun bukan anggota harus membuat pembukuan yang memisahkan kedua jenis pendapatan tersebut. Di Bandung, ada Koperasi Kesejahteraan Mahasiswa Bandung (KKMB) yang memberikan pelayanan kepada anggota dan umum. Ketuanya, Siswanda H.S., agaknya telah paham bahwa koperasinya harus memisahkan penghasilan yang 25% berasal dari bukan anggota. Koperasi yang menjual barang dan jasa, antara lain buku dan sandang, itu beromset sekitar Rp 15 juta per bulan. "Laba kotor sekitar Rp 5 juta per tahun. Karena cuma sekitar 25% penghasilan dari bukan anggota, maka tarif pajak yang harus kami bayar 15%," kata Siswanda. Yang mengherankan, Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Brawijaya, Malang, yang melayani segala macam barang kebutuhan (mulai dari sabun cuci sampai mobil dan rumah) kepada 1.200 anggotanya dan umum sejak 1975, sudah dikenai PPh untuk tahun 1982/1983, kendati cuma Rp 115. "Kalau menurut peraturan lama, setelah berumur 1u tahun koperasi baru terkena pajak," kata Imam, manajer KPN Brawijaya dan dosen Fakultas Ilmu Administrasi di Unibraw Malang itu. Koperasi Pemuda Indonesia (Kopindo) yang kantornya di Jakarta di Gedung Sarinah terbakar, tahun lalu beruntung Rp 44 juta. Penghasilan terbesar dari usaha pemborongan, antara lain membangun perumahan dosen Unibraw. Kendati sudah mendapatkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), Kopindo belum menghitung PPh-nya. Ketua Kopindo, Mohammad Iqbal, merasa bahwa Kopindo masih termasuk koperasi yang bergerak "dari dan untuk anggota". Begitu pula, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), yang beranggotakan 183 koperasi primer. GKSI, pemilik saham di PT Food Speciality Indonesia dan PT Dafa, tahun lalu menerima laba Rp 13 juta, tanpa kena pajak. Peraturan perpajakan koperasi semula dilihat oleh pengurus koperasi akan merugikan. Tapi ketua KKMB, Siswanda, kini melihat segi positifnya. UU PPh 1984, katanya, merangsang koperasi untuk memperluas anggota, dan mengurangi pelayanan kepada bukan anggota - untuk tidak merumitkan keorganisasian. Adanya pajak dividen diharapkan juga merangsang anggota untuk tidak buru-buru minta bagian keuntungan, tapi memupuk tabungan guna investasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus