Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sinyal Pasar

Memang Cuma Bisa Berserah

Yopie Hidayat, Kontributor Tempo

6 April 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kurva Imbal Hasil Obligasi Pemerintah Indonesia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pasar finansial di seluruh dunia sedang gundah gulana. Kurva imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat kembali terbalik, abnormal sejak akhir Maret lalu. Terbaliknya kurva ini membuat sebagian investor cemas lantaran mereka mempercayainya sebagai penanda datangnya resesi ekonomi. Jika ekonomi Amerika Serikat melesu, tentu dampaknya akan merambat ke seluruh dunia.

Bagi Indonesia, ada plus-minus dari situasi ini. Sisi baiknya, ekonomi Amerika yang lesu membuat bunga The Federal Reserve turun. Amat besar kemungkinan bunga rujukan The Fed tak akan naik lagi tahun ini. Konsekuensinya, dana investasi global kini mengalir kembali ke negara berkembang, termasuk ke Indonesia. Membanjirnya dana ini turut menambah pasokan dolar di dalam negeri. Kurs rupiah seharusnya menguat dan tingkat bunga pun turun.

Yang sudah tampak adalah penurunan bunga. Itu tecermin pada pergerakan imbal hasil atau yield obligasi pemerintah Indonesia berjangka sepuluh tahun yang terlihat kian landai. Yield yang masih sebesar 8,4 persen enam bulan lalu sudah turun menjadi 7,6 persen pada 5 April lalu (lihat grafik). Penurunan yield ini juga menggambarkan menurunnya ongkos berutang Republik Indonesia kepada investor global. Itu sisi positifnya.

Sisi negatifnya, kelesuan ekonomi global pada saatnya kelak akan memukul perekonomian Indonesia. Ekspor Indonesia melemah dan penerimaan dolar menurun. Masalah ini terasa jauh lebih berat karena sekarang pun Indonesia masih mengalami defisit neraca transaksi berjalan. Total penerimaan dolar negeri ini dari seluruh transaksi perdagangan barang dan jasa masih lebih kecil ketimbang dolar yang keluar. Itulah sebabnya kurs rupiah tak segera menguat meski dana investasi portofolio terus membanjir masuk baik melalui pasar obligasi maupun pasar saham.

Ada pula soal lain yang kembali menekan neraca transaksi berjalan Indonesia: harga minyak. Pekan-pekan ini, harga minyak dunia kembali merambat naik. Para anggota organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) berhasil bersepakat memangkas produksi demi mendapatkan harga yang lebih baik. Kekacauan ekonomi Venezuela dan sanksi terhadap Iran turut pula berperan menurunkan pasokan minyak di dunia. Pelan tapi pasti harga minyak Brent, yang merupakan patokan pasar internasional, kembali merangkak mendekat ke US$ 70 per barel.

Naiknya harga minyak merupakan kabar buruk bagi Indonesia, yang harus mengimpor rata-rata 1 juta barel minyak per hari baik berupa produk jadi maupun minyak mentah. Pengeluaran dolar untuk membayar impor minyak otomatis akan membesar sejalan dengan kenaikan harganya. Dus, tambahan dolar masuk dari aliran dana investasi langsung tersedot keluar untuk membayar impor minyak.

Untungnya ada kabar baik yang berembus dari meja perundingan sengketa dagang Amerika Serikat versus Cina. Ada sinyal kedua negara akan mengakhiri perang dagang yang tengah berkecamuk dengan damai. Presiden Donald Trump menyatakan kesepakatan dagang kedua negara dapat tercapai paling lambat empat pekan mendatang. Belum ada tanggal pasti, memang. Liu He dan Robert Lighthizer, ketua juru runding kedua negara, masih sibuk meluruskan berbagai perbedaan mendasar di Washington, DC, ketika Trump mengklaim kemajuan itu. Tapi berakhirnya sengketa dagang Amerika versus Tiongkok jelas akan menyelamatkan ekonomi dunia dari merosotnya perdagangan global yang tentunya dapat membuat semua negara turut menderita.

Moral ceritanya sebetulnya agak menyedihkan. Dari kurva yang terbalik, naik-turunnya suku bunga The Fed dan harga minyak dunia, sampai perkara perang dagang, semuanya amat menentukan baik-buruk ekonomi kita. Tapi Indonesia memang hanya bisa berserah kepada nasib, tak berdaya apa-apa untuk mempengaruhinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus