Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gerai baru Idolmart resmi dibuka di Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis, 28 Maret lalu. Berbagai promosi diluncurkan untuk membetot perhatian. Tapi sang pemilik toko retail, Wan Muhammad Hasyim, tak nongol dalam acara pembukaan gerai ke-82 tersebut. Ia juga tak datang saat toko ke-81 dibuka di Binong, Tangerang, Banten, satu bulan sebelumnya.
Wan berada di kantor pusat, Jatibening, Pondok Gede, Kota Bekasi. “Saya sudah jarang menghadiri launching toko baru,” ujarnya, Kamis siang, 28 Maret lalu. Bagi pria 49 tahun itu, yang lebih penting adalah kehadiran saat memutuskan tempat yang bakal menjadi lokasi gerai baru tersebut strategis atau tidak. Wan sedang menyiapkan dua unit baru yang akan segera diresmikan. Lokasinya di sekitar Bekasi.
Jejaring toko yang menyediakan berbagai mainan dan alat tulis itu tidak muncul begitu saja. Berdua dengan sang istri, Wan merintisnya sekitar 13 tahun silam. Mulanya adalah toko kecil tanpa nama di sebuah ruko di Tambun, Kabupaten Bekasi, Desember 2006.
Pria asli Riau itu putar otak mencari nama yang pas dengan selera anak muda. Kebetulan pada awal 2007 sedang populer acara televisi Indonesian Idol. Wan termasuk penggemar program ajang pencarian bakat itu. Ia menjadikannya nama toko: Idolmart.
Sukses di Tambun, akuntan lulusan Universitas Riau itu melebarkan sayap ke Bintara di Kota Bekasi. Di lokasi baru ini, Idolmart menempati tanah yang lebih luas. Selain mendirikan toko, ia membangun kantor pusat. Perlahan-lahan bisnis kian gemuk. Barang dagangan lebih dari 5.000 item. Karyawan mencapai ratusan. Kantor Bintara terasa sesak. Beberapa tahun kemudian, ia pindah ke lokasi yang lebih luas di Jatibening. Kantor pusat diboyong ke tempat baru yang berjarak sekitar 13 kilometer.
Jumlah toko bertambah. Wan menargetkan pembukaan lima toko baru setiap tahun. Tahun ini ia berencana membuka 15 unit. Saat ini gerai terjauh berada di Cirebon, Jawa Barat. Selebihnya berdiri di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Idolmart tak pernah merangsek ke jantung kota. Wan melipir ke daerah padat penduduk di pinggiran kota. “Kami hadir tidak di tengah Jakarta, tapi ada di Cipinang,” ia memberikan contoh. Ada sederet pertimbangan. Salah satunya: biaya operasional di pusat kota lebih mahal.
Wan menyasar segmen menengah-bawah. Sebab, selain masifnya pasar ini, ia beralasan, tak banyak masyarakat kelas menengah-atas yang berbelanja ke toko, melainkan pergi ke mal.
Perjalanan bisnis Wan tak selamanya mulus. Idolmart justru dibangun di atas kebangkrutan. Awalnya, bapak dua putra ini mendirikan toko retail Toysmart. Pada 2000, ia merintis toko khusus mainan anak itu di Cikarang, Jawa Barat. Sang istri menjaga kios karena Wan sehari-hari adalah karyawan perusahaan. Saat libur, ia kulakan ke Asemka di kawasan Kota atau ke Pasar Pagi di Mangga Dua, Jakarta, dengan menumpang kereta.
Toysmart terus berekspansi hingga mencapai 36 cabang. Seiring dengan bertambahnya barang dagangan, Wan tak perlu lagi belanja ke Asemka dan Pasar Pagi. Pemasok menawarkan kerja sama.
Perkembangan bisnis yang sangat pesat itu menjadi titik kulminasi. Pembukaan gerai yang terlalu banyak tak seimbang dengan kemampuan pengelola. Manajemen kedodoran. Stok barang berlebihan. Toysmart akhirnya ambruk pada sekitar 2005. Wan menanggung utang lebih dari Rp 1 miliar.
Perusahaan pemasok gencar meminta pembayaran. Suatu hari, Wan memenuhi ajakan bertemu seorang karyawan bagian pemasaran perusahaan pemasok di Tebet, Jakarta Selatan. Dari Cikarang, ia menum-pang angkutan kota menuju Cawang. Mobil pribadi telah terjual. Begitu pun aset lain: rumah, toko, kantor, kendaraan operasional. Yang tersisa hanya gudang berisi beberapa jenis barang yang tak terjual.
Tebet menjadi titik balik. Ia sukses bernegosiasi. Perusahaan itu bersedia mengucurkan utang baru dengan memasok barang. Belajar dari masa lalu, kini Idolmart tak ingin berekspansi berlebihan dan harus sesuai dengan kemampuan.
RETNO SULISTYOWATI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo