Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Membanting minas ke cina

Ri&kuwait berdagang minyak ke rrc. melalui sinochem, rrc membeli lagi minyak minas seharga us$ 10,40 per barel, plus pengangkutan ditanggung indon. rrc menjual daqing ke jepang us$ 17,58 per barel.(eb)

31 Mei 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PASARAN minyak diam-diam mulai menoleh ke Cina. Di saat harga minyak masih goyah, dan OPEC pontang-panting mencari pembeli, RRC, sekalipun masih dalam jumlah kecil, mulai tampil sebagai importir minyak yang perlu diperhitungkan. Tak diketahui apakah enam menteri OPEC, termasuk Menteri Subroto, yang berbincang-bincang di Taif pekan lalu, memasukkan RRC dalam agenda pembicaraan mereka untuk memperoleh bagian yang "adil" dalam pasaran minyak sekarang. Tapi pertemuan tiga hari di daerah sejuk Arab Saudi, yang berakhir hari Minggu lalu, memang ingin meraih pembeli baru sebanyak-banyaknya. Paling tidak, dua dari enam anggota OPEC yang bersidang di Taif - Indonesia dan Kuwait - sudah membuka lembaran baru dengan Beijing. Adalah para pejabat dari China National Import & Export Corp. atau Sinochem, perusahaan dagang milik negara terbesar di RRC, yang mulai melakukan perundingan dengan dua produsen minyak OPEC tadi beberapa waktu lampau. Dari Kuwait, Sinochem telah membeli 1,5 juta barel minyak mentah awal Mei ini. Tak diketahui dengan harga berapa Kuwait melepas minyaknya kepada Cina. Tapi dari Indonesia, RRC memperoleh harga yang lumayan rendahnya. Di saat harga minyak mulai menunjukkan tanda-tanda yang agak membaik di Amerika dengan US$ 16-17 per barel rata-rata, Sinochem untuk ketiga kalinya membeli minyak mentah Indonesia sekitar 1,5 juta barel lagi untuk penyerahan di bulan Juni mendatang dengan harga US$ 10,40 per barel. Dengan harga yang sama pula Sinochem telah membeli 1,5 juta barel jenis Minas atau Sumatran Light Crude, yang masing-masing sudah dikapalkan untuk penyerahan di bulan April dan Mei. Ekspor minyak ke Cina yang mencapai 4,5 juta barel seluruhnya dilakukan oleh Perta Oil, anak perusahaan Pertamina yang didirikan di Hong Kong, bersama Far East Oil Trading (FEOT), perusahaan patungan Pertamina yang berkantor pusat di Tokyo. Cara ekspor seperti ini, yang tak langsung dipegang oleh Pertamina, diduga akan berlangsung terus dengan RRC, kalau terjadi transaksi di bulan-bulan berikutnya setelah Juni. Minyak Minas yang berasal dari ladangladang Caltex di Riau, dan dikapalkan dari pelabuhan Dumai, rupanya dialamatkan ke pengilangan Maoming di Canton, Cina Selatan, untuk diproses di sana. Pengilangan Maoming biasanya menerima minyak mentah dari Cina Utara, yang terkenal memproduksi jenis Daqing (baca: Tacing), dan kurang lebih sekualitas dengan Minas kita. MUDAH diduga Sinochem akan terus membeli minyak dan Indonesia, untuk diproses di Maoming, mengingat harganya jatuh jauh lebih murah. Selain pihak Indonesia memang sedang gencar mencari pasaran minyak baru, pertimbangan jarak dan sarana transportasi membuat pejabat penting di Beijing memutuskan menoleh ke minyak Indonesia. Pihak Perta Oil, yang diberi kekuasaan untuk menjual minyak Minas ke Cina, kabarnya sudah setuju untuk memberikan kemudahan lain kepada Sinochem: biaya pengangkutan dari Dumai ke Canton akan ditanggung pihak Indonesia alias free on board (fob). Itu, kalau benar demikian, adalah untuk pembelian di bulan Juni. Dua pembelian sebelumnya, untuk bulan Mei dan April, pihak Cina kabarnya masih menanggung biaya pengangkutan dengan mencarter tanker dari pihak ketiga. Bagi RRC tampaknya akan lebih senang untuk melakukan cara pembelian yang bulanan, daripada meneken kontrak untuk suatu pembelian yang kontinu. Dengan cara yang sporadis ini, mereka setiap kali bisa meminta keringanan harga, misalnya lewat pembebasan biaya pengangkutan tadi. Kenapa Indonesia berani membanting harga dengan RRC, entahlah. Tapi pihak RRC sendiri masih bisa menjual jenis Daqing ke pasaran Jepang dengan harga US$ 17,58 per barel pada awal April lampau. Harga itu berlaku untuk transaksi 65 juta barel bagi sejumlah importir minyak di Jepang, yang terikat kontrak jangka pendek dengan RRC. Pasaran minyak memang sulit diharapkan akan bisa secerah dulu. Tapi belakangan ini terasa ada angin baik bagi produsen. Tanda-tanda itu mulai terasa di Amerika, yang kemudian menjadi bahan diskusi penting dalam sidang tiga hari di kota sejuk Taif. "Saya percaya harga minyak masih bisa lebih tinggi," kata Menteri Subroto kepada wartawan. Harga minyak, sewaktu sidang OPEC di Jenewa bulan Desember lalu, memang merosot hingga US$ 15 per barel di pasaran tunai. Kini tampak ada tanda-tanda harga itu terangkat lagi. Melihat gelagat yang baik ini, beberapa sumber minyak di Jakarta tak melihat alasan mengapa Indonesia harus membanting harga minyaknya ke Cina. Fikri Jufri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus