DI Jepang, bunga Sakura bisa damai berdampingan dengan Gunung Fuji. Tapi di Indonesia, agen tunggal film dan mesin cetak foto warna yang memakai merk bunga dan gunung di Jepang itu malah bersaing memperebutkan pasar. Dalam soal menjual film dan kertas foto, Fuji berada di barisan depan. Tapi dalam penjualan mesin cuci film dan cetak foto warna, Sakura menjadi komandan. Dan untuk merayakan kemenangan itu pekan ini, 130 orang pemakai mesin cuci film dan cetak foto warna Nice Print System Sakura diundang pelesir ke Jepang sambil melihat pabrik, disertai perjalanan sambungan ke Taipei dan Hong Kong. Sebuah jamuan makan besar juga diselenggarakan di Hotel Keio Plaza. Konishiroku Photo Industry Co. membuat pesta 40 juta yen (hampir Rp 280 juta) untuk menyambut keberhasilan agennya menjual 300 Nice Print dalam waktu pendek. Jumlah itu dianggap cukup besar karena, dari Oktober 1984 sampai April lalu, ekspornya ke pelbagai negara baru 1.000 unit. Indonesia adalah pasar kedua terbesar sesudah Jepang yang mencatat penjualan 1.000 unit. "Terus terang kami belum mengerti kenapa mesin kami begitu laris di Indonesia," kata Masanori Ishiko, Manajer Umum Dep. Internasional Konishiroku kepada Seiichi Okawa dari TEMPO di Tokyo. "Seandainya itu terjadi di Amerika, kami tak heran." Mesin ini mungkin menarik karena dalam melakukan tugasnya tidak butuh air dan bisa menghasilkan foto dalam 45 menit. Bisa juga karena cara pembayaran untuk memiliki mesin berharga Rp 45 juta dan Rp 55 juta itu bisa dilakukan lewat perusahaan leasing dengan uang muka rendah selama tiga tahun. Jika seorang pemakai mesin ini sehari bisa mencetak foto warna 2.000 lembar sehari konon, modalnya bisa kembali dalam 15 bulan. Karena itu, orang bermodal pas, terutama di Jawa Timur, lebih suka membuka jasa cuci dan cetak foto warna yang kebal penyakit ini. Konsumen juga lebih suka berhubungan dengan mereka. Sebab, gambar yang dipotret beberapa menit sebelumnya bisa mereka lihat hasilnya kurang dari sejam kemudian. Pasar bagus ini baru belakangan dilihat Fuji yang, Februari lalu, memperkenalkan Minilab 23 s' yang mampu menghasilkan foto warna 23 menit di Indonesia. Di Jepang, harga mesin Fuji itu 6 juta yen, cukup murah dibandingkan Sakura yang 7 juta yen. Tidak jelas berapa agennya di sini menjualnya, dan tidak jelas juga sudah berapa buah mesin itu laku terjual. Menurut dugaan lawan, mesin itu paling banter hanya terjual 20 unit. Tapi pihak Fuji di Tokyo mengatakan, "Setelah Minilab 23 s' masuk Indonesia, Nice Print diusir dengan sempurna." Yang tampaknya tenang-tenang menghadapi persaingan itu adalah PT Inter Delta. Kendati perusahaan ini resminya agen tunggal film Kodak, sejak 1983 lalu, mesin cuci yang dipasarkan malah merk perusahaan lain: Copal bikinan Jepang yang berharga Rp 50 juta dan Rp 80 juta. Angka penjualannya mencapai 100 unit. Kodak Minilab (KML) model 20 baru dipasarkannya pertengahan tahun lalu, dan belum banyak yang laku. "Kami kalah harga dan modal," kata pejabat Inter Delta. Menurut dugaan pihak Konishiroku, pasar mesin cuci dan cetak foto warna di Indonesia tinggal untuk penjualan 200 unit lagi dalam masa setahun mendatang. Titik jenuh akan tercapai. "Dan kami akan berusaha mengambil yang 100 unit dari permintaan itu," ujar Masanori Ishiko, Manajer Umum Konishiroku. Persaingan antara agen tunggal Sakura, Nirwana Photo, dan agen Fuji, Modern Photo, tampaknya bakal seru. Bagusnya penjualan mesin cuci dan cetak itu, kabarnya, bisa mengatrol angka penjualan film Sakura. Tapi Sakura belum berniat bikin pabrik film dan kertas foto berharga 30 milyar yen di sini. Pasar Indonesia belum bisa diandalkan, beda dengan Eropa dan Amerika. "Nah, karena itu, kalau mau bikin pabrik, kalau tidak di Amerika ya di Eropa," tambah Ishiko. Sakura memang bukan di sini pabriknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini