Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Membina penunggak

Jumlah tunggakan kredit bimas dan inmas membesar disaat meledaknya produksi padi. Ada kesulitan untuk mengikis tunggakan. Administrasi BRI unit desa belum teratur. (eb)

23 Maret 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MELEDAKNYA produksi padi ternyata tidak diimbangi dengan lancarnya pengembalian kredit petani. Jumlah tunggakan kredit Bimas dan Inmas padi dan palawla malah cenderung membesar dari tahun ke tahun. Entah terkena halangan apa, para pengambil kredit murah itu malah menambah jumlah tunggakan baru sebesar Rp 75 milyar untuk masa tiga tahun terakhir. Jlka tunggakan baru itu digabungkan dengan tunggakan lama, maka seluruh dana pemerintah yang berada di tangan petani itu meliputi Rp 173 milyar. Tim Koordinasi Peningkatan Pengembalian Kredit Program Masal (TKPPKPM) rupanya mengalami kesulitan untuk mengikis tunggakan itu: sampai Desember tahun lalu, tim itu baru bisa menagih Rp 46 milyar. Sisanya, sampai saat itu, masih Rp 127 milyar lebih. Boleh jadi jumlah tunggakan ini akan menggelembung kembali, karena petani akan sulit menjual gabah mereka sesuai dengan harga dasar yang Rp 175 per kg, menjelang panen raya April-Mei tiba. Dirjen Pertanian Tanaman Pangan Suhaedi, pekan lalu, mengimbau agar petani mengerem penjualan gabah mereka untuk mencegah jatuhnya harga dasar itu. Tapi tak mudah bagi petani memenuhi anjuran itu. Sesudah panen, para petani kecil terutama bakal ditodong banyak kebutuhan: dari mengembalikan kredit sampai menyiapkan dana buat sekolah anak mereka. Karena itu, tak heran, jika pada saat panen raya tiba nanti banyak petani akan rela melepas padi merek? kendati harga jualnya berada di bawah harga dasar. Tinggal Solihin G.P., selaku ketua TKPPKPM, yang harus menghitung akibat dari penjualan gabah di bawah harga dasar itu terhadap usaha menagih tunggakan kredit Bimas dan Inmas. Pelbagai cara sudah ditempuh tim untuk menggedor kantung para pembangkang ini - dari menakut-nakuti mereka dengan mobil penjara sampai menyeret ke pengadilan sejumlah penyeleweng. Memang, tidak semua dari mereka itu petani. Dari sekitar 27% penunggak yang bukan petani itu, ternyata, ada yang statusnya sebagai aparat desa. Kata Solihin, kesulitan makin terasa serius sesudah tim menjumpai sistem administrasi Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Desa, sebagai penyalur dana, belum tertib. AKIBATNYA mudah ditebak. Ada petani yang tercatat sudah membayar di kartu petani, tapi tidak tercatat di buku BRI Unit Desa. Sering juga cicilan kredit hanya dimasukkan sebagai cicilan bunga, bukan merupakan angsuran pokok. Petani tak jarang juga mengembalikan utangnya tadi dengan barang bergerak, seperti sepeda motor, yang kemudian dimanfaatkan sendiri oleh petugas. Aparat Koperasi Unit Desa (KUD) sendiri suka acak-acakan. Kata Solihin, dari 37 KUD di Garut, yang terbaik hanya 10 - selebihnya masuk golongan sedang dan buruk. "Aparat KUD sendiri harus dibina lagi, supaya nggak payah dan memalukan seperti sekarang ini," tambahnya. Banyak korban jatuh dan mengambil manfaat akibat dari kusutnya persoalan itu. Petani Katto Tappa dari Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, misalnya, mengaku sudah setahun ini tidak ditagih petugas. Sebelum ini, kata petani yang memanfaatkan kredit Bimas sejak 1973 itu, petugas biasanya rajin datang sesudah panenan. Dia sendiri, yang mengaku tak tahu berapa persis utangnya karena catatannya dibawa petugas, merasa tak perlu datang ke BRI, seperti lebih dari 190 ribu petani serupa yang punya tunggakan milyaran rupiah ke BRI. Selain dari petani Bimas dan Inmas, pemerintah juga menghadapi tunggakan menggunung dari petani peserta sembilan Jenis program masal lainnya. Secara akumulatif, jumlah tunggakan 10 program masal ini mencapai Rp 174 milyar lebih, yang sebagian merupakan tunggakan sebelum 1981. Nasabahnya sekitar delapan juta petani/peternak. Penunggak terbesar petani/peternak Jawa Barat (Rp 53 milyar) dan Sumatera Utara (Rp 15 milyar). Kata Kamardy Arief, direktur utama BRI, tak ada niat pemerintah menghapuskan kredit itu. "Secara terus-menerus kami akan menagih utang para penunggak itu, dari pintu ke pintu," tambahnya. Untuk mencegah munculnya tunggakan baru, BRI kabarnya akan terjun membantu petani memasarkan hasil pertaniannya. Petani yang menolak menanam padi dari varietas tertentu, yang dulu tidak boleh mengambil kredit, sekarang boleh memanfaatkan dana berharga 12% dari BRI itu. Sistem target juga sudah dihilangkan. Nah, kelonggaran lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus