Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menaker Soal Kemungkinan Perusahaan Tak Sanggup Naikkan UMP: Kami Pelajari Berdasarkan Situasi

Yassierli menyebutkan pada awalnya besar kenaikan UMP yang diajukan oleh Kemnaker ke Prabowo sebesar 6 persen.

3 Desember 2024 | 18.06 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, mengatakan akan mengkaji terlebih dahulu perusahaan yang tidak menyanggupi kenaikan upah minimum provinsi atau UMP sebesar 6,5 persen pada tahun depan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Itu case by case harus kita lihat (kemampuan perusahaannya),” kata Yassierli saat ditemui setelah menghadiri agenda Sarasehan 100 Ekonom Indonesia, Selasa, 3 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia juga menjelaskan telah terjadi proses panjang di balik keputusan pemerintah menaikkan UMP sebesar 6,5 persen untuk tahun 2025. Menurut dia, UMP telah dibahas lewat diskusi panjang di Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) serta di Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional (LKS Tripnas). Hasil diskusi tersebut yang kemudian dilaporkan ke Prabowo.

“Prosesnya itu kan memang kita dari Depenas, kemudian kita punya LKS Tripartit, kemudian saya sebagai LKS Tripartit saya melaporkan ke Pak Prabowo. Ini lah hasil dari diskusi kita di LKS Tripartit,” ujar dia.

Ia menyebutkan pada awalnya besar kenaikan UMP yang diajukan oleh Kemnaker ke Prabowo adalah sebesar 6 persen. Hal tersebut, kata dia, dilakukan setelah mempertimbangkan usul dan keinginan, baik dari buruh maupun pengusaha terkait UMP. Namun, UMP akhirnya diputuskan naik sebesar 6,5 persen sesuai kemauan Prabowo.

“Pak Presiden dengan pertimbangan ingin meningkatkan daya beli pekerja, dia mengatakan (UMP naik) 6,5 persen. Dan itu diumumkan,” kata dia.

Sebelumnya Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengatakan tak semua pelaku usaha mampu mengakomodasi kenaikan UMP sebesar 6,5 persen tahun depan. Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO, Bob Azam, menilai kenaikan UMP sebesar 6,5 persen malah bisa berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat perusahaan yang mesti melakukan efisiensi.

Illona Estherina ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus