Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menaksir devisa anda

Cadangan devisa bi us$ 5,1 milyar disamping simpanan surat-surat berharga us$ 500 juta dan pinjaman siaga yang segera bisa dicairkan us$ 2,4 milyar. cadangan bank devisa komersial us$ 4,4 milyar.

13 Juni 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERAPA cadangan devisa kita? Percaya saja cadangan devisa Bank Indonesia kini masih US$ 5,1 milyar - di samping simpanan surat-surat berharga bernilai US$ 500 juta, dan pinjaman siaga yang segera bisa dicairkan US$ 2,4 milyar. Dan harap ingat, bank devisa komersial juga punya cadangan devisa US$ 4,4 milyar. langan sekali-kali mencoba menaksir cadangan devisa dari Laporan Mingguan Bank Indonesia. Anda bakal kepeleset. Mei lalu, seperti diketahui, penjualan valuta asing oleh Bursa Valuta Asing (BVA) Bl mencapai US$ 678 juta. Dari masyarakat pihak bank sentral ternyata hanya menerima kembali sekitar US$ 103 juta. Karena jumlah pengeluaran lebih besar, cadangan devisa pemerintah di bulan itu bisa disebut berkurang (defisit) dengan US$ 576 juta. Tidak besar memang dibandingkan defisit Desember sebelumnya, yang mencapai US$ 1.715 juta. Tapi munculnya serbuan baru itu bisa dibilang mengejutkan karena, kabarnya, lebih banyak didorong oleh kegelisahan akibat perubahan dalam sistem pembukuan Neraca Mingguan Singkat BI. Mereka menduga, perubahan pembukuan itu sengaja dilakukan untuk menggelembungkan kembali angka cadangan devisa di tangan BI yang dianggap sudah mempis. Bagi awam perubahan pembukuan yang dimulai sejak edisi 5 Maret Laporan Mingguan No. 1452 itu sulit dipahami, karena menyangkut perhitungan kembali aktiva emas dan aktiva luar negeri di baki aktiva. Juga peninjauan kembali pasiva luar negeri, serta penambahan pos baru "lainnya" di rekening pemerintah. Di catatan kaki laporan 5 Maret itu hanya disebut bahwa rekening "lainnya" itu menampung berbagai kewajiban luar negeri jangka panjang yang semula dimasukkan dalam pos "kewajiban luar negeri lainnya". Perubahan ini dianggap masuk akal, karena utang komersial milik pemenntah yang sudah ditarik dan untuk semeltara waktu mengendap di lemari besi BI itu lebih tepal masuk ke dalam pos rekening pemerintah. "IMF Dana Moneter Internasional) menyetujui Derubahan itu," kata Dr. Syahril Sabirin, juru bicara BI. Tapi dengan perubahan itu, akan tampak posisi pasiva luar negeri Bank Indonesia turun besar dari Rp 5.800 trilyun menjadi Rp 1.021 trilyun. Lalu pos rekening pemerintah mendadak menggelembung dari Rp 5.544 trilyun menjadi Rp 10.330 trilyun, karena pos baru "lainnya" menyumbang Rp 4.786 trilyun. Sementara itu, aktiva emas dan luar negerinya naik dari Rp 8.829 trilyun menjadi Rp 8.973 trilyun . Kalangan bankir yang berusaha menelusuri cadangan devisa dengan cara mengurangkan aktiva emas luar negeri dengan pasiva luar negeti (Rp 8.973 trilyun dikurangi Rp 1.021 trilyun), lalu beranggapan BI sengaja mengubah pembukuan itu untuk memberi kesan cadangan devisa di tangannya masih tebal. Karena itu, mereka berkesimpulan angka cadangan devisa BI sebenarnya lebih kecil dari Rp 7.952 trilyun (US$ 4,8 milyar). Nah. supaya tidak didahului devaluasi, sejak Mei sampai hari-hari ini, mereka lalu memborong dolar dan valuta asing lainnya. Salahkah mereka? Cara menghitung jumlah devisa, setelah sistem akuntansi Neraca Singkat BI itu diubah, sebenarnya hampir betul dibandingkan periode sebelum 5 Maret. Tapi ada lagi cadangan devisa yang berasal dari penutupan swap ulang, yang jumlahnya cenderung membesar dan sulit diketahui seorang bankir sekalipun. Dari transaksi swap itu, BI memperoleh banyak valuta asing dari nasabah yang mengambil kredit dari luar negeri (offshore). Meskipun valuta asing ini nantinya harus dikembalikan ke nasabah bersangkutan untuk langka waktu tertentu, BI tetap menganggap dana swap itu sebagai devisa. Selama masih ada pengusaha menganggap lebih untung membiayai usahanya dengan dana luar negeri, "Maka tetap akan ada valuta asing yang dijual ke BI untuh mendapatkan 'rupiah," kata Sabirin. Sejak pagu swap untuk setiap bank devisa dihapuskan BI mulai 26 Oktober, penutupan transaksi sqap ulang ke bank sentral dari bank devisa melonjak hebat. Apalagi setelah ada dugaan rupiah akan mengalami depresiasi hebat karena ketidakpastian harga minyak. Sampai Mei lalu, transaksi swap ulang ke BI itu mencapai US$ ,1 milyar naik dari US$ 2,4 milyar Oktober lalu. Selain dari BVA dan sap, BI juga mendapat devisa dari pajak perusahaan minyak yang dijual pemerintah. Jumlah dolarnya, tentu, akan makin besar bila harga minyak cenderung naik seperti sekarang ini. Sebaliknya, BI sering pula harus menjual devisa kepada pemerintah untuk membiayai kebutuhan impornya. Tapi transaksi antara BI dan pemerintah itu selalu menunjukkan angka surplus buat BI. "Jadi, defisit transaksi di bursa pada hakikatnya bisa ditutup dengan surplus transaksi antara BI dan pemerintah," kata Dr. Sabirin. Dengan kata lain, kalau harga minyak cenderung makin kuat, maka berapa pun defisit transaksi di bursa, kecil artinya dalam menggoyang pot devisa. Sampai di sini, apakah Anda masih ingin bcrspekulasi mengenai jumlah cadangan devisa untuk membeli dolar atau yen? Percaya saja pada apa yang dikatakan otoritas moneter, karena ada hal lain yang sulit diketahui awam, dan sulit dikatakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus