Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Nakoda baru

Dir-ut pt pann dijabat w.m.th. nayoan menggantikan azril nazahar, didampingi para komisaris & direksi baru. perombakan manajemen pt pann, untuk melicinkan permintaan kapal dari para usahawan.

13 Juni 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGEMBANGAN Armada Niaga Nasional (PANN) akhirnya mendapat nakoda baru. Sejak 4 April lalu, jabatan direktur utama PANN dicabut dari tangan Azril Nazahar. Tapi baru Sabtu pekan lalu, Menteri Perhubungan melantik direktur utama baru, W.M.Th. Nayoan, 54 tahun. PANN, sejak didirikan 1974 oleh Bapindo, hanya memiliki direksi tunggal, dibantu empat kepala divisi. Sekarang ini direktur utama didampingi seorang direktur keuangan dan direktur operasi, yang mempunyai wewenangnya masing-masing, yakni Rachman Pasha dan T.M. Ali. Komisaris utamanya juga berubah: tadinya dijabat Direktur Utama Bapindo, Subekti Ismaun, kini dijabat Direktur Perkreditan Bapindo, Setiyono Sosrodarsono. Kendati begitu, perusahaan yang 70% sahamnya dimiliki Departemen Keuangan dan 30% Bapindo ini masih berstatus persero Departemen Perhubungan. Artinya, ia didirikan untuk mengembangkan armada niaga nasional, tidak sebagai lembaga keuangan bukan bank (LKBB) yang biasa berdagang uang. Direksi baru, menurut Nayoan bertekad mengoperasikan dana PANN sehingga produktif. "Rencana memang banyak, tetapi masih dalam pikiran. Kami diberi tempo oleh para komisaris untuk menyusun program satu bulan," kata Nayoankepada TEMPO, Senin lalu, hari kedua ia duduk di kantor PANN di Jalan Cikini IV/II, Jakarta. Baik Azril Nazahar maupun direksi baru membantah di PANN terjadi mismanagement, sebagaimana dilontarkan sumber dari Departemen Perhubungan, yang dikutip Kompas. Azril berhenti menjabat dirut PANN karena beleidnya hanya tiga tahun sejak 1 Februari 1983. Ia telah minta mengundurkan diri sejak 1986, tapi ternyata Dewan Komisaris masih memperpanjang jabatannya sampai 4 April lalu. Pelantikannya terlambat karena pemilu. "Adanya mismanagement di PANN itu isu saja dari orang yang tak senang," kata Azril. Di bawah Azril, PANN memang bersikap tegas kepada perusahaan-perusahaan yang menunggak sewa, atau mencicil kredit kapal lebih dari tiga bulan. Ketegasannya itu berbuntut penarikan kembali kapal niaga dan para penyewa yang menunggak. Kendati ada kewajiban peremajaan kapalkapal tua (scrapping) oleh Ditjen Perla, permintaan kredit ke PANN ternyata tidak meningkat. Malahan, dana nganggur di situ semakin besar. Tahun 1982, dana yang disimpan dalam surat-surat berharga hanya Rp 3,8 milyar, tetapi pada 1985 menggelembung jadi Rp 16,5 milyar. Toh, direksi lama membantah bahwa perusahaan itu mulai mengarah sebagai pedagang uang. "Berapa besarnya, sih, dana itu? Paling hanya dapat tiga kapal ukuran 5.000 dwt (seperti produksi Caraka)," ujar Azril. Dana nganggur itu, menurut Rachman Pasha, terjadi antara lain karena ada pemesan kapal yang membatalkan diri, atau karena keterlambatan penyerahan kapal dari industri lokal. Keadaan keuangan PANN sejak 1983 tampak menurun, tapi belum sampai merugi. Laporan Keuangan 1986, menurut Rachman, masih diakun BPKP. Tetapi, "Keadaannya lebih baik daripada tahun 1985," ujar bekas kepala divisi keuangan yang kini menjabat direktur keuangan itu. Pendapatan PANN pada 1985 hanya Rp 7,3 milyar, dengan laba sebelum pajak Rp 1,4 milyar sedangkan pada 1983 penerimaan Rp 8,8 milyar, dengan laba sebelum pajak Rp 2,3 milyar. Penurunan tcrjadi, sebagaimana diakui (bekas) Komisaris Utama Subekti Ismaun tak lepas dari kelesuan angkutan laut dewasa ini. Diperkirakan, tahun lalu, penerimaan PANN naik sampai Rp 12,9 milyar dengan laba sebelum pajak Rp 4,7 milyar. Perombakan manajemen PANN, tampaknya, untuk melicinkan permintaan kapal dari para usahawan. Apalagi setelah belum lama ini, BKPM mengeluarkan Daftar Skala Prioritas 1987 yang memperbolehkan PMA memproduksi kapal-kapal sampai ukuran 1.000 ton. Impor kapal pun kini dipermudah dengan pembebasan bea balik nama dan penangguhan PPN. Direksi PANN, yang memberikan kredit berbunga 13%, tampaknya tidak khawatir dengan saingan kredit luar negeri seperti yang ditawarkan bank-bank dari Jepang dan Eropa, dengan bunga 3% sampai 13% per tahun. "Itu 'kan kredit valuta asing. Tak usah sebut perusahaannya, tetapi ada perusahaan perkapalan yang kini kesulitan setelah devaluasi 45% September 1986," ujar seorang direksi baru PANN. M.W., Laporan Biro Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus