Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Al datang, al menang

Penampilan al jarreau di jakarta dalam suatu pertunjukan yang begitu memikat. sekilas tentang al jarreau yang pernah meraih penghargaan musik tertinggi. berniat tampil kembali di indonesia.

13 Juni 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PANGGUNG yang remang itu diwarnai sinar violet yang teduh. Lalu, trompet Michael Stewart dan saksofon Michael Paulo melengking mengawali jazz rock Imaginaton. Prok...prok...prok.... Tepuk sekitar tiga ribu penonton itu ditingkahi sorak dan suitan muda-mudi, ketika larik yang dinamis mengalun: Sometimes life seemsfull of complications / Hard to see the forest or the trees / Just a little brave imagination .... Sekonyong, Al Jarreau langsung meliuk ke swing. Suasana pun berubah. Lebih jinak. Penonton nanar ke postur 185 cm itu. Dengan bobot 77 kg, tubuh Al lentur menguasai panggung. Suaranya yang berwarna "swing Inggris" mengayunkan We're in This Love Together. Lagu ini pernah hit pada 1985, seiring ketika ia ke London dan berbagai kota lain di Eropa. Lihainya Al berimprovisasi terbilang cemerlang. Lebih dari itu, Al memang piawai memikat publik dengan gerak-geriknya yang menggoda. Ia cerkas melibat penonton sebagai bagian dari pertunjukannya. Makanya, tak heran bila Al paling sedikit sudah meraih empat penghargaan musik tertinggi. Di antaranya, American Grammy, sebagai penyanyi jazz berpenampilan terbaik (1976). Sebelumnya, la pernah tampll di Tokyo dan Manila, dalam paket lawatannya di Timur Jauh. Tapi, Al dkk. di Jakarta merupakan agenda khusus. Pada dua malam itu, publiknya di Senayan ditenggelamkannya dalam buaian: It's like a diamond ring / it's a precious thing / and we never 7ant to loose it./ It's like a favorite song / that we love to sing / Every time we hear the music..../ Maka tak terelakkan, penonton pun hanyut. Dan ikut berdendang, . . . and we're in this love together .... Al -- kelahiran Milwaukee, AS, dan bergelar master psikologi dari Universitas lora - mengungkapkan, "Saya bukan hanya penyanyi jazz, tapi juga pop, rhythm, dan blues," (lihat Olah Mulut...). Yang beragam ini pula yang mencuat di malam itu. Warna pop, misalnya, tersaji dalam lima lagu baru dari sembilan nyanyiannya. "Saya tampilkan lagu baru, karena kalau lagu-lagu lama, band kami harus latihan lagi," katanya. Al membawakan lagu-lagu yang populer di sini, sekitar tiga tahun berselang: High Crime, Boogte Down, Rain Joow in Yor Eyes. Permainan mereka amat bagus ketika menyajikan lagu-lagu baru, seperti L is for Lover. Padahal, banyak personelnya tak terlibat ketika ia menyusun lagu paling baru yang sedang mencuat itu. Tapi suara manja Vonda, yang mengurut keyboard dan vokalis pengiring itu, ibarat pupuk yang mendukung Al. Dan ketika menayangkan Real Tight dan Across the Midnight Sky, dua lagu dari album L is for Lover, mereka kompak berbagi "bola". Al memberikan kesempatan pada kompanyonnya bersolo atau berduet. Dan tepuk tangan publik pun diguyurkan ke mereka. Tampil dua jam, nyaris nonstop. Seperti pada Aeross the Midntght Sky, sentuhan perkusi Gibbs dengan drum Triss Imboden saling mengisi. Hasilnya: hentakan dinamis dan menggairahkan. Pada Real Tight, ganti Freddy Washington bersolo. Jemarinya yang lincah mengili-ngili dawai electnc bass, edan, kembali mengail tepuk tangan. Al menggubah lagu dan tampil di pentas sejak berusia empat tahun. Toh, ia mengaku masih sering gugup bila hendak naik panggung. "Kalau mau show, sepanjang hari aku hanya makan sedikit sup. Nafsu makanku hilang," tuturnya, ketika makan malam bersama Lucia Marina Isman dari TEMPO. Untuk menjaga kondisi fisiknya, Al kini gandrung makanan vegetarian. Tapi ia tak berpantang daging sama sekali. Juga tak mengusir rokok dari bibirnya. Pembawaan ayah satu anak ini bukanlah tipe "besar kepala". Ia tampaknya lugu, rendah hati, dan murah scnyum. Kendati namanya sudah berkibar, Al menampik dijuluki superstar. "Michael Jackson-lah yang superstar," begitu Al bilang. "Dan favorit saya di antaranya Jimi Hendrix, Stevie Wonder, dan Aretha Franklin." Menurut Al, bintang-bintang kesukaannya itu punya kriteria yang sama seperti yang dibutuhkan Al untuk musiknya: melodi dan perubahan chord yang menarik, dilengkapi lirik yang memikat. Ia menyukai penyanyi berbagai jenis musik. Al merasa menang. Lalu ia berniat akan mampir lagi ke sini, karena ia yakin punya publik cukup banyak di Indonesia. "Aku gembira bersama banyak orang, bermain, bersahabat. Aku merasa punya tempat di mana aku bisa datang, bermain musik lagi." Dan laku. Dan, du-bi-du-bi-du-u-u.... Antosiasmo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus