Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MAGNET pasar uang dunia saat ini ada di Cina. Para bankirdan juga spekulankini mengamati tiap kata yang keluar dari para pejabat moneter "Negeri Tembok Besar" itu. Mereka sibuk menerka kapan pemerintah Cina akan melepaskan kerangkeng nilai tukar yuan.
Selama satu dekade terakhir, nilai tukar yuan dicantolkan ke dolar Amerika dalam rentang superketat. Satu dolar Amerika hanya boleh bergerak di antara 8.2760-8.2800 yuan. Pekan lalu, harapan bahwa yuan akan bergerak lebih leluasa membesar.
Financial News, media yang terkait dengan bank sentral Cina, memuat artikel yang menyarankan ruang gerak kurs yuan diperluas. Pelonggaran diusulkan bertahap. Pertama, Cina diusulkan membiarkan nilai tukar yuan mengambang dalam rentang 3-5 persen.
"Jika ada peluang, (rentang nilai tukar) dapat ditambah bertahap hingga 7-10 persen," demikian saran yang dimuat Financial News. Artikel itu seakan gong perubahan sikap para pejabat moneter di Cina.
Sebelum ini mereka cenderung menanggapi hati-hati gagasan mengganti sistem nilai tukar. "Urut-urutan dalam mereformasi sistem keuangan sangat penting," kata Zhou Xiaochuan, gubernur bank sentral Cina.
Sebetulnya otoritas moneter di Cina ingin sistem keuangan dan valuta mereka turun mesin. Cuma, yang pertama mereka lakukan bukan menghitung ulang berapa nilai kurs yuan yang layak, melainkan mengubah gaya pengendalian devisa mereka.
Jalan keluar uang, yang semula berliku, disederhanakan. Tahun ini Cina juga mulai membuka rekening devisa. Sebaliknya, mereka enggan mengutak-atik nilai tukar yuan. Maklumlah, gagasan itu didesakkan ke Cina oleh para mitra dagangnya, terutama Amerika Serikat.
Cina terlihat alergi terhadap usulan perubahan nilai tukar karena selalu digandeng dengan defisit neraca perdagangan yang diderita si mitra. Para politisi di negara maju menyebut jumlah cadangan devisa Cina yang melonjak drastis sebagai bukti tak wajarnya nilai tukar yuan.
Cadangan devisa di Cina tahun ini menggembung hingga US$ 659,1 miliar. Sebagian dana sejatinya merupakan uang panas yang ditanam para spekulan yang menanti perubahan nilai tukar yuan.
Namun, Cina telanjur dituduh menjalankan praktek perdagangan yang tak adil dengan membonsai kurs yuan. "Cina telah mencuri kesempatan kerja kami," merupakan slogan yang populer di kalangan Kongres. Amerika pun berada di garis terdepan dalam menekan Cina untuk mengubah sistem nilai tukarnya.
Bulan lalu, pemerintah George W. Bush menyebut kebijakan valuta Cina sangat terdistorsi. Ia juga ingin melihat perubahan substansial dalam sistem penentuan kurs di Cina dalam enam bulan ke depan.
Ini bukan ancaman kosong, karena 67 senator Amerika telah menyetujui rancangan undang-undang yang akan mengenakan bea masuk tambahan 27,5 persen atas barang impor dari Cina jika Beijing tak mengubah sistem nilai tukarnya.
Rancangan yang dimotori Charles Schumer, senator Partai Demokrat dari New York, diperkirakan akan gol pada Juli nanti. Alih-alih membuat jeri, tekanan itu malah menyinggung Cina. Desakan itu justru dilihat sebagai campur tangan atas Cina.
"Setiap tekanan atau upaya politisasi tak akan membantu menyelesaikan masalah," kata Perdana Menteri Wen Jiabao. Wajar belaka jika Wen gerah: di atas kertas, tak ada kaitan yang jelas antara defisit neraca perdagangan Amerika dan nilai yuan yang rendah.
Ekonom Stephen King dari HSBC mengatakan, korelasi antara yuan dan defisit perdagangan Amerika cuma mitos. Surplus perdagangan Cina dengan Amerika memang membesar, tapi itu sama sekali bukan bukti bahwa nilai yuan kelewat rendah.
Jika neraca perdagangan Cina dibaca dengan teliti, keuntungan perdagangan Cina sebenarnya tak besar-besar amat, "hanya" US$ 32 miliar. Tak sebanding dengan defisit perdagangan Amerika yang mencapai US$ 600 miliar.
Nilai perdagangan Cina dengan Amerika pun tergolong kecil, hanya 10 persen.King berandai-andai, nilai tukar yuan dinaikkan 10 persen, nilai rata-rata tertimbang perdagangan dolar hanya akan tergerus satu persen. Dalam perhitungan King, untuk mengurangi defisit perdagangan Amerika dua persen, dolar harus terdepresiasi hingga 30 persen. Dengan begitu, kenaikan yuan tak akan terlalu banyak mempengaruhi defisit perdagangan Amerika.
Thomas Hadiwinata (Reuters, The Economists)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo