Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEPUTUSAN itu akhirnya datang juga: Pertamina mengurangi porsi PT Asuransi Jasindo sebagai penjamin asetnya untuk tahun 2005-2006. Dari semula mendapat bagian 30 persen, kini mereka hanya dipercaya mengelola 15 persen. PT Tugu Pratama Indonesia mendapat limpahannya sehingga memegang 85 persen.
Direktur Eksekutif Jasindo, Mustafa Ashari, sedang di London ketika kabar itu mampir ke telinganya. Bersama tim Pertamina, dia sedang rapat memperjuangkan penurunan rate dengan perusahaan-perusahaan penanggung ulang risiko asuransi (reasuradur) internasional di kota itu. "Saya langsung lemas dan tidak percaya," katanya mengingat kejadian itu.
Setahun melayani Pertamina, dia merasa sudah melakukan yang terbaik. Apalagi, katanya, mereka sudah berusaha agar kerugian perusahaan minyak dan gas negara itu akibat bencana tsunami dibayar, meski bukan termasuk risiko yang harus ditanggung. Pertamina memutuskan penurunan itu dalam rapat 8 Mei lalu.
Berdasarkan dokumen yang didapat Tempo, direksi menurunkan jatah Jasindo 2005-2006 dengan sejumlah pertimbangan. Seorang direksi Pertamina memberi alasan, jatah Jasindo sulit dipertahankan karena Tugu Pratama dapat menggantikan. Sebab lainnya, Jasindo tidak memberi untung kepada Pertamina.
Nilai premi untuk menjamin seluruh kekayaan Pertamina dari hulu sampai hilir, termasuk PT Arun dan PT Badak, pada periode 2005-2006 US$ 30 juta, turun dari sebelumnya US$ 36,2 juta. Alasan lainnya adalah kondisi keuangan perusahaan asuransi milik negara itu yang tidak menggembirakan dan terancam bangkrut.
Pengalaman dan jaringannya juga dinilai lemah. Mereka memakai konsultan dari Singapura, Total Risk Solution, yang punya benturan kepentingan sehingga bisa membahayakan posisi Pertamina.
Menteri Negara BUMN, Sugiharto, tak bisa menerimanya. Keputusan itu dinilai melawan instruksi Menteri BUMN mengenai sinergi perusahaan negara. Dia meminta Pertamina meninjau keputusan itu. Tak sekadar menaikkan porsi, Sugiharto menginstruksikan agar Jasindo dipilih sebagai leader dan Tugu Pratama co-leader.
Lima hari kemudian, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, Energi, dan Telekomunikasi BUMN, Roes Aryawijaya, melayangkan surat lagi agar porsi Jasindo paling sedikit 30 persen. Jasindo dinilai pantas mendapat porsi itu karena punya pengalaman dan jaringan kerja andal. "Karena inisiatif Jasindo, Pertamina mendapat klaim kerugian akibat tsunami," katanya dalam surat itu.
Roes juga menilai perusahaan penanggung utama risiko Tugu Pratama tak sekuat dan sejelas milik Jasindo. Reasuradur Tugu Pratama juga bukan perusahaan dengan peringkat bagus (rated company) sehingga risiko gagal bayarnya besar. Premi yang mereka ajukan juga lebih mahal.
Pertamina tak menghiraukan permintaan Kementerian BUMN yang notabene pemegang 100 persen sahamnya. "Keputusan itu sudah sesuai," kata Wakil Direktur Utama Pertamina, Mustiko Saleh, kepada Mawar Kusuma dari Tempo. Ketika ditanya surat Menteri Negara BUMN Sugiharto yang meminta Jasindo menjadi leader, "Oh, ya. Saya enggak mau komentar apa-apa," katanya.
Jawaban Mustiko, yang juga komisaris utama di Tugu Pratama, terang-benderang dalam suratnya kepada Sugiharto. Sementara Kementerian BUMN memuji-muji Jasindo, Mustiko menyatakan Jasindo tak punya pengalaman dan jaringan kerja yang kuat. Mereka sangat bergantung pada konsultannya, Total Risk Solution.
Jasindo menempatkan sekitar sepertiga dari porsi reasuransinya untuk penutupan asuransi 2004/2005 pada konsultannya itu. Ketergantungan ini dinilai membahayakan Pertamina karena Total Risk Solution tidak mempunyai izin broker.
Seabrek pujian dialamatkan Mustiko pada Tugu Pratama, yang 82,5 persen sahamnya terkait dengan Pertamina. Sisanya, 17,5 persen, masih milik Bob Hasan. Tugu Pratama menggunakan broker reasuransi internasional yang penilaiannya selalu jelas dan mensyaratkan professional indemnity insurance minimum US$ 50 juta. Ini menjamin tersedianya dana memadai kalau broker melakukan kesalahan.
Jaminan seperti itu tak dipunyai konsultan yang juga merangkap broker, Jasindo. Dari penutupan asuransi 2004-2005, Pertamina juga merasa lebih banyak menerima pelayanan dari Tugu Pratama ketimbang Jasindo.
Mustiko menilai Tugu Pratama perusahaan asuransi dengan reputasi tinggi, dengan reasuradur yang bekerja cepat. Apa yang mereka lakukan dalam menangani klaim tsunami sudah benar. Mereka hati-hati dan transparan, tanpa mengurangi hak ganti rugi Pertamina. "Tugu menyelesaikan klaim itu tanpa melanggar praktek di pasar," katanya dalam surat itu.
Dia mengakui bahwa satu penanggung ulang Tugu Pratama bukan rated company. Perusahaan bernama Tugu Insurance Company, yang berbasis di Hong Kong, itu adalah maskapai bersama antara Pertamina dan Tugu Group. Pemberian bisnis itu, katanya, agar terjadi sinergi dengan tetap mengukur kemampuan perusahaan itu.
Mustiko menutup suratnya dengan mengatakan lelang asuransi sudah selesai. Tugu Pratama dan Jasindo sedang serius mencari perusahaan penanggung risiko di pasar internasional. Mengutak-atik komposisi itu, katanya, bisa mengganggu kredibilitas Indonesia di pasar asuransi internasional.
Dituding tak profesional dan terancam bangkrut, Mustafa langsung membantah keras. "Kami merasa dihukum," katanya. Menurut dia, mereka sangat serius mengelola aset Pertamina. Sebuah divisi oil dan gas sengaja dibentuk agar bisa memberi pelayanan optimal kepada perusahaan minyak dan gas itu.
Jasindo mengalokasikan dana US$ 3,8 juta untuk penanganan bencana. "Kalau ada satu refinery meledak, duit sebesar itu keluar dari perusahaan," katanya. Dukungan pasar reasuransi internasional langsung berdatangan setelah mereka bekerja sama dengan Total Risk Solution. Dukungan itu berupa dana US$ 400 juta. "Gila kalau kami main-main," katanya.
Pada 2004 perusahaan ini berhasil membukukan laba bersih Rp 83 miliar, dibanding tahun sebelumnya yang Rp 67 miliar. Risk-based capital mencapai 170,8 persen, melewati batas aman 120 persen.
Soal jam terbang, Mustafa tak ingin Jasindo diremehkan. Katanya, sebelum Tugu Pratama berdiri, Jasindo mendapat jatah mengelola asuransi aset Pertamina sebanyak 25 persen. Mereka terpinggirkan ketika Tugu Pratama lahir dan langsung memonopoli asuransi Pertamina.
Direktur Utama Tugu Pratama, Syahrir Hamzah, mengatakan Pertamina pasti punya perhitungan matang menaikkan jatah itu. Reputasi Tugu di bidang asuransi migas sudah 20 tahun lebih. Selama kurun itu, porsi yang mereka dapat selalu 100 persen. Baru tahun lalu jatahnya dibagi dengan Jasindo. "Kompetensi kami sudah terakumulasi," katanya.
Pembagian jatah sudah selesai dan kecil kemungkinan diutak-atik lagi. Mustiko membuka suratnya kepada Roes dengan mengatakan tak ingin berpolemik. Dua perusahaan asuransi itu bergerak ke tahap lanjutan. Syahrir mengatakan sudah menjaring perusahaan reasuransi internasional. Sejumlah nama sudah didapat, tinggal menunggu persetujuan Pertamina.
Leanika Tanjung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo