Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menarik Investasi dari Limbah Sawit

Pengecualian limbah sawit spent bleaching earth (SBE) sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3) membuka peluang investasi baru, karena residu penyulingan minyak sawit itu bisa diolah menjadi produk bernilai tambah.

20 Maret 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Limbah hasil penyulingan minyak sawit bisa diolah menjadi produk bernilai tambah.

  • Kebutuhan investasi untuk proyek pengolahan limbah sawit mencapai Rp 1,8 triliun.

  • Daya saing produk sawit Indonesia di pasar internasional kian tinggi.

JAKARTA – Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia, Sahat Sinaga, menyatakan pengecualian spent bleaching earth (SBE) sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3) akan membuka peluang investasi baru. Alasannya, limbah hasil penyulingan minyak sawit tersebut kini bisa diolah menjadi produk bernilai tambah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Melalui metode ekstraksi minyak, SBE dapat dijadikan sebagai recovered oil untuk bahan baku biodiesel hingga oleokimia. Hasil olahan lainnya adalah de-oiled bleaching earth (De-OBE) yang berbentuk seperti pasir. Produk ini, antara lain, dapat dimanfaatkan sebagai substitusi pasir untuk pembuatan bata ringan, bahan baku semen, serta bahan baku pupuk. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sahat mencatat, saat ini baru terdapat dua pabrik pengolah SBE via fasilitas ekstraksi di dalam negeri. Status SBE sebagai limbah B3 menjadi salah satu penghambat pengembangan bisnis ini. "Biaya angkut ke calon pemakai untuk bahan bangunan berkisar 20 persen di atas angkutan normal," ujarnya, kemarin. Dengan pencabutan status SBE sebagai limbah B3, dia yakin minat investor untuk mengembangkan pabrik ekstraksi akan meningkat. 

Dengan adanya 92 refinery sawit yang berkapasitas 600-3.000 ton per hari di dalam negeri saat ini, Sahat menyatakan, terdapat sekitar 675 ribu ton SBE yang dihasilkan per tahun. Untuk mengelolanya dibutuhkan 22 unit pengolahan SBE sampai 2023. Investasi untuk mengembangkan proyek ini mencapai Rp 1,8 triliun. Sahat mengatakan pembangunan pabrik pengolahan di dekat refinery akan membantu proyek menjadi lebih efisien. 

Aktivitas pabrik pengolahan sawit di Banten. Dokumentasi TEMPO/Dasril Roszandi.

Pengecualian SBE sebagai limbah B3 juga membuat biaya pemurnian minyak sawit mentah menjadi produk refined, bleached, and deodorized oil (minyak sawit yang telah mengalami pemucatan serta penghilangan asam lemak bebas dan bau) menurun sebesar 2 persen atau sekitar Rp 4.975 per ton. Sahat menyatakan situasi ini akan membuat produk Indonesia semakin kompetitif terhadap Malaysia. "Selama ini biaya refinery kita 5-6 persen lebih mahal dari Malaysia karena SBE," tutur Sahat.

Sahat bersama asosiasinya telah berharap SBE keluar dari daftar limbah B3 sejak 2015. Saat itu, pemerintah telah mengecualikan SBE dari kategori limbah B3 dengan syarat tertentu serta melewati pengujian spesifik kasus per kasus melalui Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Namun, menurut dia, status B3 membuat investor enggan berinvestasi di pengolahan limbah SBE. Tahun lalu pemerintah juga menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 10 Tahun 2020 tentang Uji Karakteristik dan Penetapan Status Limbah B3 yang mengecualikan SBE dengan syarat tertentu.

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rosa Vivien Ratnawati, menyatakan menerima banyak usul pengecualian SBE. Pihaknya kemudian melakukan uji karakteristik untuk melihat kandungannya. "SBE dengan kandungan minyak di bawah 3 persen terbukti tidak mengandung limbah B3 karena tidak mengandung logam berat atau yang mendukung SBE sebagai B3," katanya. 

Atas dasar itulah pemerintah mengecualikan SBE dengan kandungan minyak di bawah 3 persen sebagai limbah B3. Keputusan tersebut tertuang dalam aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 

Vivien menuturkan, meski tak lagi masuk daftar limbah B3, pengelolaan SBE tetap akan diawasi pemerintah. Pihaknya tengah menyusun aturan mengenai tata cara pembuangan limbah non-B3 dalam bentuk peraturan menteri. 

Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Togar Sitanggang, mengatakan SBE tidak ditetapkan sebagai limbah B3 di beberapa negara, seperti di Malaysia dan negara-negara Eropa. Dari hasil pengujian bersama Institut Teknologi Bandung perihal kandungan SBE dengan kadar minyak di bawah 3 persen, dia mengimbuhkan, tak ada karakteristik limbah B3 di dalamnya. "Hasil pengujian menunjukkan tidak beracun," katanya.

VINDRY FLORENTIN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus