Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyambut baik putusan Mahkamah Agung dalam perkara Nomor 140 K/TUN/2025 yang mengabulkan permintaan kasasi OJK atas gugatan terhadap pencabutan izin usaha PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life) sebagaimana tercantum dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) MA.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Kresna Life sempat menang atas gugatan terhadap OJK di Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Keputusan kasasi MA ini sekaligus membatalkan putusan sebelumnya dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta,” kata Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi M. Ismail Riyadi dalam keterangan tertulis, Kamis, 27 Maret 2025. Dengan demikian, pencabutan izin usaha Kresna Life tetap sah dan final sesuai ketentuan yang berlaku.
OJK mencabut izin usaha Kresna Life pada 23 Juni 2023. Pencabutan ini didasarkan pada ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi rasio solvabilitas sesuai ketentuan dan menutup defisit keuangan melalui setoran modal oleh pemegang saham pengendali atau mengundang calon investor. Langkah ini diambil untuk melindungi konsumen dari potensi kerugian yang lebih besar dan mencegah bertambahnya calon konsumen baru yang dirugikan.
Dengan adanya putusan Mahkamah Agung ini, OJK mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk terus menjaga kepercayaan publik terhadap industri jasa keuangan. OJK juga memastikan bahwa proses penyelesaian kewajiban terhadap pemegang polis Kresna Life akan tetap berjalan sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan, dengan tetap mengedepankan prinsip perlindungan konsumen.
“OJK berkomitmen untuk menjalankan mandatnya dalam menciptakan industri jasa keuangan yang sehat, transparan, dan berintegritas, serta tidak akan ragu dalam mengambil tindakan tegas terhadap pelaku usaha yang tidak mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Ismail.