Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mencari Pinjaman Dana Pengampunan

Peserta tax amnesty meminjam kredit perbankan untuk membayar tebusan. Mengincar pengusaha yang tidak memiliki banyak uang tunai.

10 Oktober 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

FUAD Zakaria lega bisa mengikuti program pengampunan pajak (tax amnesty) periode pertama, yang berakhir pada September lalu. Sebagai pengusaha properti, ia perlu mendeklarasikan beberapa asetnya yang belum dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Mengacu pada aturan pajak yang berlaku normal, aset tersebut dikenai tarif 10 persen. Namun, dengan mengikuti program tax amnesty, Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) itu hanya dikenai tarif 2 persen.

Fuad mengaku tebusan 2 persen itu dibayar ke kas negara secara tunai. Namun beberapa kolega bisnisnya di sektor properti terbentur kesulitan karena tidak ada dana tunai untuk membayar tebusan. Jalan keluarnya, mereka mengajukan kredit perbankan. "Sekitar 10 pengusaha anggota Apersi mengajukan kredit ke perbankan untuk membayar tebusan," kata Fuad kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III Otoritas Jasa Keuangan Irwan Lubis membenarkan adanya pengajuan kredit untuk membayar tebusan tax amnesty. Kredit perbankan dibutuhkan bagi pengusaha yang kesulitan dana tunai. Profil pengusaha ini adalah yang memiliki aset tidak likuid, misalnya tanah, bangunan, dan saham.

Pemberian kredit untuk peserta tax amnesty merupakan bagian dari dukungan perbankan untuk menyukseskan program pengampunan pajak yang berlangsung Juli tahun ini hingga Maret tahun depan. Pemerintah menargetkan program tax amnesty meraup tambahan penerimaan negara sebesar Rp 165 triliun. Penerimaan tersebut berasal dari setoran tebusan yang dibayarkan peserta tax amnesty atas harta yang dideklarasikan.

Besaran dana tebusan adalah 2 persen dari aset yang dideklarasikan di dalam negeri dan aset repatriasi yang dipulangkan dari luar negeri. Adapun deklarasi aset di luar negeri tanpa diikuti repatriasi dikenakan tebusan 4 persen. Tahap pertama program ini berlangsung Juli-September lalu. Persentase dana tebusan akan naik untuk deklarasi dan repatriasi harta yang diikutkan pada tahap kedua (Oktober-Desember 2016 ) dan ketiga (Januari-Maret 2017).

Pemerintah puas atas hasil tax amnesty periode pertama yang berakhir pada Jumat dua pekan lalu. Dana tebusan yang terkumpul mencapai Rp 97,2 triliun, dari total deklarasi harta Rp 3.625 triliun. Mayoritas dana yang dideklarasikan berasal dari harta dalam negeri sebesar Rp 2.536 triliun. Adapun jumlah harta di luar negeri yang dideklarasikan Rp 952 triliun. Lalu dana repatriasi yang dipulangkan dari luar negeri Rp 137 triliun. Total surat pernyataan harta yang diterima Direktorat Jenderal Pajak mencapai 373 ribu dokumen yang berasal dari 76 ribu wajib pajak. "Hasil yang dicapai menggembirakan dan membuat kami makin bersemangat," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelang penutupan program tax amnesty periode pertama, Jumat dua pekan lalu.

* * *

PENCAPAIAN tebusan dan deklarasi harta pada periode pertama ini di luar prediksi banyak kalangan. Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Centre for Indonesian Taxation Analysis, mengatakan ia termasuk yang awalnya ragu program ini bisa mencapai target yang dipatok. Keraguan muncul karena pelaksanaan program hanya disiapkan dengan tempo singkat. "Kurang persiapan dan sosialisasi," katanya.

Menurut Prastowo, salah satu regulasi yang mandek disiapkan pemerintah adalah mengatur kredit untuk peserta tax amnesty. Kekurangan likuiditas beberapa peserta pengampunan pajak sudah diprediksi jauh-jauh hari. Mereka memiliki aset besar tapi kesulitan pendanaan tunai. "Mereka mau ikut tax amnesty tapi tidak ada dana tunai untuk membayar tebusan," ucapnya. "Skema paling mungkin meminjam kredit."

Perlu-tidaknya menyiapkan kredit pembayaran tebusan tax amnesty sempat dibahas di lingkup internal pemerintah. Namun pembahasan tentang ini, kata Prastowo, tidak pernah mengalami kemajuan. Pembahasan rencana mengatur kredit tax amnesty ini mandek.

Namun, dalam pelaksanaannya, beberapa perbankan sudah berancang-ancang menyiapkan skema kredit untuk peserta program pengampunan pajak yang ingin membayar uang tebusan. Ini adalah peluang mendorong pertumbuhan kredit perbankan. "Saya mendengar bank mulai jorjoran. Ada yang berhadiah mobil," ujarnya.

Irwan Lubis mengatakan OJK tidak mengatur khusus kredit untuk peserta tax amnesty. Wajib pajak yang ingin mengajukan kredit bisa diberi jenis kredit seperti kredit refinancing, multiguna, dan kredit tanpa agunan. "Aturan main pengajuan kredit ini mengikuti lazimnya pengucuran kredit di bank seperti biasanya," kata Irwan.

* * *

KENDATI dikenai bunga tinggi, skema kredit untuk membayar uang tebusan lebih menguntungkan dan nyaman bagi peserta tax amnesty yang tidak memiliki dana tunai. Fuad Zakaria mengilustrasikan hitungan yang harus dibayarkan jika mengikuti tax amnesty periode pertama ketimbang mendapat sanksi di kemudian hari jika tidak ikut program ini.

Fuad mengatakan, jika mengacu pada hitungan pajak normal, seseorang dengan harta Rp 100 miliar akan dikenai 10 persen atau setara dengan Rp 10 miliar. Dengan mengikuti tax amnesty periode pertama, peserta hanya dikenai tebusan Rp 2 miliar. Masalahnya, peserta ini tidak memiliki dana tunai. Menurut Fuad, seretnya likuiditas banyak melanda pengusaha properti. "Arus kas pengusaha seret karena penjualan menurun tahun ini," ujarnya.

Jalan keluarnya: mereka mengajukan kredit. Menurut Fuad, bunga yang dipatok ditetapkan 1,1-1,2 persen per bulan. Dengan pinjaman sebesar Rp 2 miliar dan asumsi bunga seperti itu, pengusaha akan mengembalikan dana Rp 2,5 miliar dalam satu-dua tahun kepada perbankan. Skema pelunasan kredit juga bisa ditempuh dengan menjual sebagian aset. Fuad yakin utang itu tidak akan macet karena bertenor satu-dua tahun.

Dengan menerima skema kredit bank, uang untuk membayar tebusan tax amnesty periode pertama tetap lebih menguntungkan ketimbang harus menunda dan mengikuti periode kedua dan ketiga. "Daripada ikut periode kedua, tebusannya Rp 3 miliar, masih lebih ringan kredit perbankan yang jatuhnya Rp 2,5 miliar," katanya.

Beberapa bank yang menawarkan kredit perbankan untuk tax amnesty, menurut Fuad, di antaranya BTN, BCA, dan Mandiri. Fuad mengklaim ketiga bank itu lebih mudah mengucurkan kredit perbankan dengan agunan tanah. Direktur Utama Bank BTN Maryono mengatakan belum menerima permintaan kredit untuk tax amnesty. Tapi lembaganya telah menyiapkan skema kredit khusus untuk peserta tax amnesty kategori harta repatriasi. "Khusus repatriasi, kami menyiapkan kredit agunan deposito," ujarnya kepada Tempo. "Tidak sampai memberikan hadiah mobil, tapi ada bunga yang menarik."

Bank Central Asia Tbk (BCA) juga menyediakan fasilitas pinjaman bagi wajib pajak yang mengalami kesulitan membayar uang tebusan. Kredit ini diberikan khusus bagi nasabah Bank BCA dengan plafon tanpa batas dan bunga cicilan 9,5 persen per tahun. "Kami menyediakan fasilitas untuk nasabah yang membutuhkan dana membayar tebusan," kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja, awal September lalu.

Berbeda dengan BCA dan BTN, Bank Mandiri tidak menyiapkan skema khusus. Meski begitu, Ferry M. Robbani, Senior Vice President Internasional Banking & Financial Institutions Group Bank Mandiri, mengatakan lembaganya melayani permintaan kredit untuk membayar uang tebusan pengampunan pajak. "Skemanya bisa kredit tanpa agunan yang berlaku umum dalam perbankan," ujarnya.

Irwan Lubis mengatakan jumlah wajib pajak yang membayar tebusan bersumber dari kredit perbankan masih tidak banyak. Mayoritas wajib pajak membayar tebusan dari simpanan tabungan dan giro. Indikasi kuat uang tebusan berasal dari dana pribadi terlihat dari penurunan jumlah simpanan giro dan tabungan pada pekan keempat September lalu. Analisis Irwan, penurunan jumlah giro dan tabungan karena diambil oleh pengusaha untuk membayar tebusan. "Penurunan giro dan tabungan terjadi cukup tajam," katanya.

Akbar Tri Kurniawan, Agus Supriyanto, Ghoida Rahmah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus