Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Inspirasi Setelah Paulus Pergi

Seorang penghuni apartemen ditemukan tewas dengan jasad hampir mengering. Menjadi inspirasi gerakan perlawanan.

10 Oktober 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EMPAT bulan terakhir, kesibukan Triana Salim meningkat. Kepala Bagian Hukum Kesatuan Aksi Pemilik dan Penghuni Rumah Susun Indonesia (Kappri) ini terus menggalang dukungan untuk menguatkan gerakan "Meminta Setitik Cahaya".

Dalam satu hari, Triana bisa mengunjungi tiga-lima apartemen. "Dari ujung selatan ke utara Jakarta," kata Triana, Selasa pekan lalu.

Pada Juni lalu, Triana dan kawan-kawan mengirim 1.000 surat ke Istana Negara. Mereka kompak mempersoalkan ulah pengembang apartemen yang kerap menaikkan tarif listrik sepihak. Dalam waktu dekat, Triana dkk berencana menyambangi kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mengadukan hal yang sama.

Triana bercerita bahwa gerakan "Meminta Setitik Cahaya" menggeliat setelah kematian Paulus Aulia Hidayat, 71 tahun. Anggota Kappri itu ditemukan tewas di Apartemen Green Park View, Cengkareng, Jakarta Barat, pada medio Januari lalu.

Sebelum kematian Paulus, menurut Triana, gerakan mereka belum kompak. Meski berhimpun dalam satu wadah, pemilik dan penghuni apartemen biasanya mengusung masalah sendiri-sendiri. Ada yang memprotes karena sertifikat kepemilikan apartemen ditahan pengembang. Ada pula yang mengeluhkan besarnya pungutan. Yang lain komplain soal fasilitas yang tak memadai. Karena tak kompak, pemilik dan penghuni apartemen sering kalah ketika melawan pengembang. "Akhirnya kami memutuskan mengusung satu isu, yakni tarif listrik," ujarnya.

Bukan tanpa alasan Triana dkk mengangkat tarif listrik sebagai isu bersama. "Masalah itu paling sering mencuat di apartemen mana pun," kata Triana. Alasan lainnya, Triana dan rekan-rekan ingin menghormati Paulus. "Ia ditemukan meninggal dalam kamar gelap."

* * *

Paulus menghilang sekitar enam bulan sebelum ditemukan tewas di kamar Apartemen Green Park. Yose Rizal Nasution, kawan yang tinggal di satu tower bersama Paulus, menuturkan, Paulus tinggal di Apartemen Green Park View sejak awal 2011. "Kami membayangkan bakal hidup enak di apartemen," ujar Yose.

Faktanya, Yose dan penghuni lain menghadapi banyak masalah. Misalnya, pengembang tak kunjung memberikan sertifikat kepemilikan. Penghuni juga harus membayar berbagai uang tambahan yang disebut "biaya administrasi". Tagihan listrik pun kerap melonjak tanpa penjelasan. Yose bercerita pernah satu kali tagihan listriknya membengkak dari Rp 1,1 juta per bulan sampai Rp 1,8 juta. "Padahal pemakaiannya normal," ucapnya.

Bersama Yose, yang tinggal di Green Park sejak 2013, Paulus bolak-balik mengajukan keberatan kepada PT Inten Cipta Sejati, pengembang apartemen tersebut. Namun upaya mereka seperti mentok di tembok. "Kami selalu kalah. Penghuni apartemen juga tak kompak," kata Yose.

Pada 4 Maret 2015, sebagian penghuni Apartemen Green Parktermasuk Paulus dan Yosemengadu ke Dinas Perumahan dan Gedung DKI Jakarta. Selain soal sertifikat dan listrik, mereka mengadukan belum terbentuknya perhimpunan pemilik dan penghuni rumah susun serta kepengurusan rukun tetangga dan rukun warga.

Gara-gara belum ada perhimpunan, menurut Yose, pengembang bisa membebankan biaya perawatan dan lain-lain secara sepihak. Misalnya, biaya parkir mobil dipatok Rp 150 ribu per bulan. "Itu tak sepadan. Lokasinya jauh dan kotor," ujar Yose.

Dinas Perumahan dan Gedung DKI Jakarta memfasilitasi pertemuan antara Paulus dkk dan pengembang pada medio Maret 2015. Namun, menurut Yose, pengembang ngotot tidak mengizinkan berdirinya perhimpunan atau RT-RW. "Sampai sekarang kami masih numpang RT-RW," kata Yose.

Gagal di Dinas Perumahan, Paulus dkk melapor langsung ke Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada 30 Maret 2015. "Kami nekat mencegat Gubernur untuk mengadu," ujar Yose. Basuki saat itu berjanji menyelesaikan permasalahan apartemen yang ada di Jakarta.

Dalam acara penandatanganan kerja sama pemerintah DKI Jakarta dengan PT Perumnas pada akhir April 2015, Basuki menyinggung kekisruhan di banyak apartemen di Ibu Kota. Menurut Gubernur, akar permasalahannya adalah tidak adanya pengurus RT-RW.

Paulus dkk juga melaporkan persoalan serupa ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta. Pada 14 April 2015, Komisi Pembangunan DPRD DKI Jakarta memfasilitasi pertemuan antara Paulus dkk dan PT Inten Cipta Sejati. Namun pertemuan tersebut tidak menghasilkan apa pun. Pengembang, menurut Yose, berkukuh dengan sikapnya.

Di tengah perselisihan dengan pengembang, Yose dan kawan-kawan tak jarang mendapat intimidasi. Pada Maret tahun lalu, misalnya, ketika Yose dan kawan-kawan mengadakan rapat, sekelompok preman datang membubarkan pertemuan. Bentuk tekanan lain adalah pemutusan listrik tanpa pemberitahuan. "Kalau kami terlambat bayar sehari saja, listrik langsung diputus," ujar Yose. Nah, unit apartemen Paulus termasuk yang diputus listriknya selama berbulan-bulan.

Pada 12 Mei 2015, Paulus dkk mengirim surat somasi ke Inten Cipta Sejati. Surat tersebut kembali mempertanyakan sertifikat kepemilikan. Inten Cipta Sejati membalas somasi tersebut keesokan harinya.

Pengacara PT Inten Cipta Sejati, Sahala Siahaan, mengatakan protes yang diajukan Paulus dkk tidak beralasan. Soal listrik, misalnya, tarif yang dikenakan kepada penghuni seragam. "Angkanya sudah ditentukan pemerintah," kata Sahala, Jumat pekan lalu. "Pemadaman listrik juga selalu melalui surat peringatan, tidak ujug-ujug."

Sahala mengatakan beban lain-lain yang ditagihkan dalam rekening listrik adalah biaya seperti perawatan gardu listrik. Selain itu, pengembang, kata Sahala, menarik biaya perawatan utilitas yang ada di apartemen. "Hal ini wajar di semua apartemen," ujarnya.

Menurut Sahala, pengembang berkali-kali membuka pintu dialog. Dalam pertemuan dengan Komisi Pembangunan DPRD DKI, misalnya, pengembang sudah menjelaskan mengapa sertifikat kepemilikan tak kunjung turun. "Ada perubahan sistem penerbitan di DKI Jakarta," kata Sahala. "Sertifikat sedang diproses tapi mereka tidak sabaran."

Sahala menambahkan, kliennya juga membuka forum untuk membahas pembentukan perhimpunan penghuni pada medio Juni lalu. Namun, menurut dia, kelompok Paulus tak mau menerima perwakilan dari pengembang. "Padahal, menurut aturan, harus ada perwakilan dari kami," ujar Sahala.

Setelah melayangkan somasi, Yose beberapa kali berkomunikasi dengan Paulus. Mereka berencana menempuh jalur hukum dengan melaporkan pengembang. Terakhir, Yose menghubungi Paulus pada medio Juni lalu. Yose meminta tolong dicarikan tukang renovasi rumah. Setelah itu, nomor telepon Paulus tak pernah bisa dihubungi. Dari luar, unit apartemen Paulus selalu tampak gelap. Yose mengira Paulus sedang menenangkan diri. "Sebab, dia pernah bercerita ada masalah keluarga," katanya.

Di apartemen, Paulus yang merupakan konsultan rancangan bangunan tinggal seorang diri. Ia lama bercerai dengan istrinya. Anak-anak dia ikut ibunya.

Sampailah pada suatu pagi, pertengahan Januari lalu, penghuni Apartemen Green Park View geger karena penemuan mayat Paulus. Jasad Paulus membujur kaku di atas kasur. Tapi badannya tak hancur membusuk. Daging yang menempel di kerangka hampir mengering. "Kematian dia mencurigakan," ujar Yose.

Kala itu Yose dkk mendesak polisi agar menyelidiki kematian Paulus. Namun Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat menyatakan Paulus meninggal karena serangan jantung. "Dia memang punya riwayat sakit jantung. Tapi seingat saya tak pernah kambuh," kata Yose.

Paulus meninggal tanpa berpamitan. Tapi kawan-kawan dia bertekad melanjutkan perjuangan Paulus. "Dia menjadi inspirasi bagi kami untuk bersatu menuntut hak," ujar Yose.

Syailendra Persada

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus