Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengambang sampai ke Taif

Sidang menteri perminyakan negara-negara opec di karakas gagal mencapai persetujuan mengenai harga patokan baru untuk minyak bumi. sidang akan di lanjuntukan di taif, arab saudi. (eb)

29 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIDANG para menteri 13 negara penghasil minyak anggota OPEC di Karakas berakhir tanpa mencapai persepakatan mengenai harga patokan baru untuk minyak bumi. Dengan begitu pasaran minyak dunia dibiarkan bergerak bebas dengan harga resmi OPEC yang sekarang berkisar antara $ 24 sampai $ 30 per barrel. Harga itu nampaknya akan mengambang sampai Maret atau April 1980, ketika para menteri minyak anggota OPEC akan mengadakan sidang lanjutan di Taif, Arab Saudi. Berikut ini laporan Fikri Jufri dari Karakas: Ali Khalifa Al-Sabah, 35, menteri perminyakan Kuwait yang ganteng itu tampak loyo ketika keluar dari lift Hotel Tamanaco menjelang jam 12 malam tanggal 19 Desember. Dia mengelak berbicara dengan pers yang sejak pagi menunggu. "Tunggu saja besok pagi," katanya. Setengah jam kemudian rekannya dari Qatar, Menteri Minyak Abdul Aziz bin Khalifa Al-Thani, nampak bergegas menuju pintu keluar hotel, diikuti para pembantu dan ajudannya. "Setiap kemungkinan bisa terjadi sekarang," cetusnya tanpa penjelasan. Pagi-pagi buta ia meninggalkan Karakas dengan pesawat Jet pribadi. Indonesia Tak Setuju Mereka rupanya kecewa dengan keputusan sidang. Selama tak kurang dari 14 jam, mulai pagi sampai larut malam segenap ketua delegasi berbincang-bincang di kamar suite 966, ruangan paling besar di tingkat paling atas hotel itu. Penghuni suite istimewa itu siapa lagi kalau bukan Menteri Perminyakan Arab Saudi, Sheik Zaki Yamani. Dalam perundingan tertutup itu pembicaraan berlangsung dalam "suasana persaudaraan". Artinya pembicaraan lepas, sebagaimana diceritakan oleh seorang anggota delegasi. "Termasuk Menteri Perminyakan Iran, Ali Akhbar Moinfar yang tadinya ngotot tak mau sidang tertutup." Kabarnya Moinfar dan rekan-rekan banyak tertawa. (lihat box) Sidang membicarakan 4 macam usul. Pertama, usul Arab Saudi agar patokan harga Arabian Light Crude tetap dipertahankan $ 24 per barrel. Kedua usul Nigeria agar mengikuti harga patokan $ 24, tapi ditambah keluwesan yang memungkinkan kembalikan antara 10 sampai 15%. Ketiga, usul dari Libia supaya harga minyak itu antara $ 24-$ 35. Keempat usul Iran yang ingin bertahan pada harga $ 35. Tapi usul Ali Moinfar itu ditolak sidang karena dianggap terlalu tinggi. Persoalan berputar pada 3 hal ketika membicarakan keempat usul itu. Pertama penentuan sistem harga tunggal dengan catatan Arab Saudi bisa dibujuk untuk menerima harga patokan Arabian Light Crude $ 26 per barrel ditambah diferensial yang normal. Dengan kata lain ada tambahan harga di atas marker crude yang didasarkan pada kualitas hasil produksi dan faktor pengangkutan. Indonesia termasuk yang tidak menyetujui dipertahankannya sistem harga, ganda atau sistem harga majemuk seperti yang berlaku sampai sidang di Karakas. Kalau sistem harga majemuk ini yang dianut maka basis marker crude yang $ 26 per barrel itu masih bisa ditambah diferensial plus satu pungutan yang biasa dikenal sebagai surcharge. Tapi bisa pula dengan $ 28 ditambah diferensial tanpa surcharge. Yang jadi masalah besar -- dan sampai ahir sidang tak mampu dijelaskan -- adalah pengertian "diferensial yang normal" itu. Seperti kata seorang anggota delegasi Uni Emirat Arab: "Bagaimana sebenarnya hingga Aljazair dan Lybia misalnya bisa mencapai-harga $ 30 per barrel." Masalah diferensial yang normal itu memang erat hubungannya dengan harga akhir yang ditetapkan oleh masing-masing anggota, terutama anggota seperti Lybya. Untuk mencapai kesepakatan kartu berada di tangan Arab Saudi. Kalau saja negara ini bersedia menaikkan marke crude dari $ 24 menjadi $ 26 per barrel, maka dengan diferensial yang normal dan sedikit surcharge, negara-negara yang sudah terlanjur memasang harga 630, sedikitnya bisa mempertahankannya. Sore 19 Desember sebelum dimulainya rapat babak kedua, sebuah komisi (antara lain terdiri dari para anggota Dewan Gubernur OPEC dan Komisi Ekonomi) berusaha keras mengupas soal diferensial yang muskil itu. Dan Sheil Zaki Yamani mengontak Ryadh untuk memperoleh persetujuan. Di pihak Irak yang selama konperensi menunjukkan sikap merendah tak ada persoalan. Kami akan tunduk pada keputusan" kata Menteri Perminyakan Tayeh Abdul Karim. Oktober 1980 Baghdad akan menjadi tuan rumah KTT OPEC berikutnya. Mungkin inilah sebabnya mengapa Irak bersikap merendah. Yang Santai Jadi Tegang Agak di luar dugaan dalam sidang yang dilanjutkah di kamar Yamani, Aljazair dan Lybia akhirnya menyetujui untuk menerima perhitungan Sekretariat OPEC. Bahkan tak keberatan kalau diferensial yang mereka pasang $ 5 itu dipotong separoh, menjadi $ 2,5 per barrel. Namun berita dari Arab Saudi sebagaimana yang disampaikan Yamani hanya menyetujui kenaikan Arabian Light Crude menjadi $ 26 per barrel. Dan hanya mau menerima diferensial tak lebih dari $ 1,47. Suasana santai dalam sidang ia kabarnya berubah menjadi tegang. Sidang terpanjang dalam sejarah OPEC yang sudah berusia 19 tahun itu tidak mampu mencapai kata sepakat atau kompromi. Sidang memutuskan untuk melakukan pertemuan istimewa di Taif, kota sejuk di Arab Saudi sekitar Maret-April 1980 mendatang. Di sana akan dilanjutkan pembicaraan mengenai soal-soal yang menyangkut harga itu. Sidang pun menyambut gembira, ketika Indonesia setuju menjadi tuan rumah pertemuan reguler OPEC akhir 1980. "Tak ada tempat yang lebih tepat dari Bali," kata beberapa anggota. Dengan tidak ditemukannya kesepa katan mengenai harga, banyak pengamat khawatir harga minyak akan meningkat sebelum wakil OPEC itu berkumpul kembali di Taif. Betul patokan harga yang dianut adalah $ 24 per barrel, tapi jangan lupa konperensi juga memperkenankan tiap negara anggota OPEC menentukan sendiri diferensialnya di atas Arabian Light Crude. Bagi Indonesia, sebagaimana dikatkan Menteri Pertambangan dan Energi Subroto, yang memimpin delegasi Indonesia, "tak ada persoalan." Seperti sudah diputuskan 17 Desember yang baru lalu, diferensial untuk Indoneia ditetapkan $ 1,50 untuk jenis Minas Crude dan $ 2 untuk Arjuna. Perubahan diferensial selanjutnya bagi Indonesia, "tergantune dari perkembangan harga minyak lain," kata Subroto di ruangan suite tingkat 8 Hotel Tamanaco. Atau dalam kata-kata Wijarso, Dirjen Migas, juga angota dewan gubernur OPEC, "tergantung dari keluwesan kita."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus