Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Blibli menargetkan perolehan dana hingga Rp 8 triliun dari IPO.
Harga saham Blibli lebih murah daripada Bukalapak, tapi di atas GoTo.
Investor Blibli bakal berharap pada sinergi dengan Tiket.com dan Ranch Market.
RENCANA penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) Blibli.com atau Blibli menarik perhatian Irfan Sabri. Karyawan swasta 43 tahun ini berminat membeli saham dengan kode ticker BELI itu ketika penawaran dibuka pada 7 November mendatang. “Spekulatif saja, buat jangka pendek," katanya pada Kamis, 27 Oktober lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jangka pendek yang ia maksud adalah membeli saham di harga penawaran, kemudian melepasnya saat nilainya melejit. Dengan cara ini, Irfan mengharap cuan dari saham Blibli, e-commerce yang terafiliasi dengan grup konglomerat Djarum. Irfan juga penasaran pada saham perusahaan teknologi seperti Blibli. Apalagi dia tak sempat membeli saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk atau GOTO pada saat IPO, April lalu. Saat itu banyak investor retail seperti Irfan yang mendulang untung dari perdagangan jangka pendek. Namun banyak pula yang amsyiong atau merugi lantaran saham GOTO ternyata terus menukik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berbeda dengan Irfan, David Anwar yang sudah bertahun-tahun menjadi investor retail di pasar modal tak terlalu berminat pada saham BELI. Dia belajar dari pengalaman saat membeli saham GOTO dan PT Bukalapak Tbk, yang juga perusahaan teknologi, yang kemudian ia lepas tak lama setelah penawaran dibuka. “Enggak bisa untuk di-hold, begitu listing dan cuan langsung dibuang," ujar karyawan perusahaan minyak dan gas 44 tahun itu. Dari pengalaman itu, David menganggap IPO GOTO dan Bukalapak gagal.
Namun sikap investor retail seperti David menjadi kabar baik bagi Kartika Sutandi. Chief Marketing Officer Jarvis Asset Management ini mengatakan tak terlalu ramainya minat investor retail membuat para manajer investasi leluasa membeli saham Blibli. Mereka bisa mendapatkan jumlah lot saham dalam penjatahan tanpa persaingan ketat. "Dibanding sebelumnya, kali ini order tidak usah besar-besaran tapi bisa dapat nilai lebih," tuturnya pada Kamis, 27 Oktober lalu.
Menurut Kartika, harga saham yang ditawarkan Blibli tidak mahal dan kinerja perusahaan e-commerce itu tidak jelek-jelek amat. Dia mengatakan banyak pertimbangan yang membuat saham Blibli layak dibeli. Di tengah turunnya minat investor pada perusahaan teknologi, rencana IPO Blibli berbeda dengan dua pendahulunya.
Gerai Blibli di festival belanja online to offline di Jakarta Convention Center, 15 Agustus 2019. TEMPO/Tony Hartawan
Kartika mengatakan skema IPO biasanya menjadi jalan bagi investor lama untuk exit atau melepas saham mereka dengan nilai tinggi. Namun, dia menuturkan, dalam aksi korporasi ini, Grup Djarum selaku pemegang saham mayoritas Blibli kemungkinan besar tidak akan exit selepas IPO. "Djarum biasanya punya long-term view,” ujar Kartika lalu menambahkan, “Yang paling penting di sini enggak ada seller, jadi enggak usah takut kalau lock-up dibuka bakal diguyur.” Lock-up yang ia maksud adalah periode yang ditetapkan otoritas pasar modal kepada investor lama untuk tidak menjual sahamnya. Mekanisme ini bertujuan melindungi investor baru dari kerugian.
•••
BLIBLI.COM, yang berada di bawah bendera PT Global Digital Niaga Tbk, mengumumkan penawaran saham pada 17-24 Oktober lalu. Pencatatan penawaran perdana saham BELI bakal berlangsung di Bursa Efek Indonesia pada 7 November mendatang. Dalam aksi korporasi ini, Blibli melepas 17,77 miliar lembar saham atau setara dengan 15 persen modal yang ditempatkan dan disetor selepas IPO. Harganya Rp 410-460 per lembar, lebih murah daripada saham Bukalapak pada saat IPO yang mencapai Rp 850 per lembar tapi lebih mahal ketimbang saham GOTO yang ditawarkan Rp 338 per lembar.
Dengan harga penawaran itu, Blibli bisa meraup dana segar Rp 7,28-8,17 triliun dari IPO. Jika angka ini tercapai, Blibli akan tercatat dalam daftar lima emiten dengan perolehan dana IPO terbesar di Bursa Efek Indonesia, meski nilainya masih jauh dari raupan dana Bukalapak pada saat IPO yang mencapai Rp 21,9 triliun.
Sebelum IPO, Blibli menjalankan strategi dengan melebur perusahaan agen travel online Tiket.com dan perusahaan retail bahan kebutuhan pokok kelas premium, Ranch Market. Blibli mengakuisisi Tiket.com pada 12 Juni 2017, sementara akuisisi terhadap Ranch Market atau PT Supra Boga Lestari Tbk berlangsung pada 30 September 2021. Pada Jumat, 14 Oktober lalu, atau empat hari sebelum paparan publik untuk IPO, Global Digital Niaga mengumumkan pembentukan entitas gabungan Blibli, Tiket.com, dan Ranch Market yang dinamai Blibli Tiket.
Penggabungan ini bakal memoles kinerja Blibli sekaligus mendorong penjualan Ranch Market ataupun Tiket.com. Chief Financial Officer Tiket.com Ronald Winardi menyebutkan sinergi ini memberi nilai tambah kepada pengguna serta harga yang kompetitif dibanding pemain lain.
Sedangkan bagi Ranch Market, ada kenaikan angka penjualan yang signifikan saat produk mereka masuk platform Blibli. Angka penjualan bulanan produk barang segar oleh Ranch Market di Blibli.com meningkat 16 kali lipat pada Agustus 2021-April 2022. Langkah ini dikenal sebagai strategi omnichannel atau penggabungan penjualan retail konvensional dengan e-commerce.
Kepada Tempo, Chief Executive Officer Blibli Kusumo Martanto mengatakan, selain mengintegrasikan bisnis online dan offline dari hulu ke hilir, pemain bisnis omnichannel bisa menyediakan layanan baru, seperti tukar tambah atau trade in. Dia pun yakin sinergi dengan Tiket.com dan Ranch Market menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan pertumbuhan bisnis dan monetisasi Blibli. “Sekaligus sebagai langkah efisiensi biaya sehingga bisa mencapai tingkat profitabilitas," tuturnya pada Jumat, 28 Oktober lalu.
Kusumo mengklaim Blibli memiliki keunggulan lain dalam infrastruktur logistik dan jaringan pergudangan serta kemampuan menjalankan pengiriman jarak jauh dan cepat atau last-mile delivery ke semua wilayah. Blibli juga memelopori layanan antar dua jam sampai yang sudah tersedia di 34 kota.
Selain menggandeng Tiket.com dan Ranch Market, Blibli sudah bekerja sama dengan 27 ribu toko yang melayani fitur Blibli InStore serta Click & Collect. Kusumo mengatakan jaringan ini didukung Blibli Express Services dan mitra logistik pihak ketiga.
Dengan sederet keunggulan itu, ekonom Pusat Inovasi dan Ekonomi Digital Institute for Development of Economics and Finance, Izzudin Al Farras Adha, menilai Blibli memiliki daya tarik. "Penggunanya pasti akan tumbuh, apalagi kelas menengah dan arus urbanisasi terus meningkat," ucapnya.
Meski begitu, kinerja keuangan Blibli mirip dengan kebanyakan perusahaan teknologi yang rata-rata masih merugi. Pada semester I lalu, laporan keuangan Blibli menyatakan kerugian Rp 2,5 triliun. Angka ini naik jika dibandingkan dengan kerugian pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1,19 triliun. Sedangkan pendapatannya mencapai Rp 6,7 triliun, naik 123 persen dibanding pada semester I 2021 yang sebesar Rp 2,9 triliun.
Setelah meraup dana dari IPO, Blibli akan membayar utang dan menutup modal kerja. Menurut Kusumo, alokasi dana ini menunjukkan bentuk kepatuhan Blibli terhadap ketentuan atas pinjaman pihak ketiga seusai aksi korporasi yang telah disepakati. "Sebagian dana juga tetap dipakai untuk pengembangan bisnis,” katanya.
Namun rencana penggunaan dana ini, menurut Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee, tidak menarik bagi investor. Hans mengatakan investor memandang alokasi utama dana IPO untuk pembayaran utang menjadi sinyal buruk bagi pertumbuhan bisnis Blibli. "Sebuah perusahaan berutang bisa dinilai bagus selama dia mencatatkan untung,” ujarnya.
Di sisi lain, Hans memberi nilai plus pada sikap Grup Djarum yang tidak akan exit atau bertahan sebagai pemilik modal terbesar Blibli. Dengan berada di bawah ekosistem raksasa milik Djarum, kata dia, Blibli punya semacam penjamin. "Akhirnya kompetisi antar-perusahaan teknologi akan terjadi pada grup usaha besar saja. Salah satu yang harus diperhatikan adalah Djarum dan portofolionya."
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo