Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ADA optimisme saat menyambut 2021. Ekonomi Indonesia akan pulih. Proyeksi berbagai lembaga menunjukkan pertumbuhan ekonomi akan kembali positif. Pemerintah bahkan mematok target 5 persen sebagai dasar anggaran negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Proyeksi itu cukup realistis. Ekonomi Indonesia sudah tampak menggeliat di kuartal terakhir 2020. Kegiatan manufaktur, misalnya, mulai ekspansif. Itu tecermin pada IHS Markit Purchasing Manager Index (PMI) Indonesia yang sebesar 50,6 per November 2020. Indeks di atas 50 berarti ada ekspansi. Pada April 2020, PMI sempat ambles ke 27,5. Banyak industri menghentikan produksi karena permintaan lesu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sayangnya, pemulihan yang sudah di ambang pintu kini malah terancam gelombang baru wabah Covid-19 yang lebih ganas. Jika tak ada upaya apa-apa untuk menghentikan amukan pagebluk, mustahil ekonomi kembali tumbuh. Jika pemerintah kembali menerapkan berbagai pembatasan sosial, gerak ekonomi juga akan melambat. Apa pun pilihannya, wabah yang mengganas akan menghambat laju pemulihan.
Bagaimana dengan cara selain memperketat pembatasan untuk mengatasi wabah? Vaksinasi, misalnya? Indonesia siap memulainya bulan ini. Pemerintah sudah mengambil langkah tepat menggratiskan vaksin bagi semua warga. Namun, dalam hal menghitung efek vaksinasi pada ekonomi, ada satu pertanyaan kunci, yakni kapan vaksinasi akan menghasilkan kondisi ideal untuk pemulihan ekonomi berupa terciptanya herd immunity atau kekebalan populasi? Jika ini tercapai, interaksi ekonomi dan mobilitas manusia tak akan terhambat sehingga ekonomi dapat menggelinding lagi.
Hingga akhir kuartal I 2021, vaksin yang tersedia baru buatan Sinovac. Jumlahnya yang siap pakai sekitar 3 juta dosis, sisanya berupa curah yang harus dikemas ulang. Baru pada awal kuartal II persediaan vaksin Sinovac siap pakai mulai meningkat. Pada April 2021 juga mulai datang vaksin-vaksin lain secara bertahap. Jika tak ada kebijakan baru yang lebih progresif, hingga akhir kuartal III 2021 program vaksinasi sepertinya belum akan menjangkau populasi dalam jumlah yang cukup untuk mencapai herd immunity.
Walhasil, hingga Oktober 2021, kegiatan ekonomi belum sepenuhnya bergulir bebas. Berbagai tingkat pembatasan kegiatan ekonomi, terutama mobilitas manusia, masih akan mewarnai sembilan bulan pertama 2021, seiring dengan bergulirnya vaksinasi secara bertahap.
Ketika gerak ekonomi masih terbatas, seharusnya stimulus dari pemerintah amat krusial. Tanpa suntikan stimulus, ekonomi bisa terpuruk lagi. Di sini ada masalah serius. Kemampuan fiskal pemerintah sudah makin sempit sekarang. Dalam anggaran 2021 sudah ada lubang defisit Rp 1.000 triliun karena pemerintah mengalokasikan duit belanja cukup besar untuk berbagai bantuan sosial ataupun penanganan pandemi. Pemerintah sepertinya sudah tak mungkin menambah stimulus lagi.
Menyusutnya kemampuan fiskal merupakan konsekuensi melambungnya utang pemerintah tahun lalu. Sepanjang sebelas bulan pertama 2020, pemerintah sudah menarik utang baru senilai Rp 1.065 triliun, melonjak amat tajam dibanding pada 2019 yang cuma Rp 443 triliun. Akibatnya, pembayaran bunga juga melonjak sangat tajam. Tahun ini, uang negara yang bakal keluar untuk membayar bunga mencapai Rp 373,3 triliun, bertambah hampir Rp 100 triliun ketimbang realisasi 2019 yang sebesar Rp 275,5 triliun.
Pengeluaran bunga memang tak mungkin diotak-atik. Namun sebetulnya pemerintah masih berpeluang menyisihkan dana dari anggaran lain yang tidak mendesak demi menambah stimulus. Anggaran Rp 137 triliun untuk Kementerian Pertahanan, misalnya, jelas bisa dipangkas. Belanja senjata bukanlah urusan urgen saat negara sedang menderita karena wabah. Anggaran ini bahkan jauh lebih besar ketimbang bujet Kementerian Kesehatan yang cuma Rp 84,3 triliun. Lagi pula, belanja senjata tak akan berdampak besar pada pemulihan ekonomi karena lebih banyak kandungan impor.
Sudah jelas, pemerintah harus berani mengambil kebijakan alternatif baik dalam hal pengelolaan anggaran maupun penanganan wabah. Jika semua bergulir biasa-biasa saja, optimisme pemulihan pada 2021 akan segera menguap ke ruang hampa.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo