Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mempertahankan Ongkir Gratis demi Loyalitas Konsumen

Strategi menggratiskan ongkos kirim alias ongkir gratis masih menjadi andalan perusahaan lokapasar untuk menjaga tingkat penjualan. 

 

20 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pegawai PT Pos Indonesia memindahkan sejumlah paket barang di Kantor Pos Pusat Kota Malang, Jawa Timur. Dokumkentasi TEMPO/Aris Novia Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Strategi pembebasan ongkos kirim alias ongkir gratis diperkirakan masih menjadi andalan para pemain platform lokapasar. Ketua Umum Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA), Bima Laga, mengatakan skema promosi semacam ini masih menjadi alasan konsumen berbelanja daring.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kecenderungan tersebut terlihat lewat sejumlah survei yang diadakan idEA bersama lembaga riset konsumen NielsenIQ pada Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas). “Free ongkir lebih menarik ketimbang diskon harga barang itu sendiri,” tutur Bima kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam survei Harbolnas 12.12 atau 12 Desember yang juga diadakan idEA dan NielsenIQ pada akhir tahun lalu, skema ongkir gratis tercatat berkontribusi hingga 80 persen terhadap arus pembelian barang. Saat itu, barang lokal yang paling banyak dibeli adalah produk fashion dan pakaian olahraga. “Sepertinya cara (promosi) ini terus berlanjut ke depannya karena terbukti mengerek demand.”

Menurut Bima, promosi ongkir gratis tak selalu berupa pemotongan biaya hingga 100 persen. Mayoritas skema ini berbentuk potongan ongkir yang membuat paket harga beli dan pengiriman tidak terasa mahal. Dalam proses jual-beli, kata dia, penyalur barang umumnya memasang harga di atas harga pokok penjualan (HPP) yang terhitung sebagai keuntungan. “Idealnya, yang menguntungkan merchant adalah HPP plus 30 persen dari nilai HPP.”

Insentif ongkir gratis ini sedang dipersoalkan oleh para anggota Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (Asperindo). Organisasi yang beranggotakan penyedia jasa ekspedisi dari pintu ke pintu itu menganggap skema ongkir gratis membebani pengusaha logistik. Margin mereka tergerus karena harus ikut menanggung biaya pengiriman.

Namun, Bima menyebutkan, beban yang dirasakan pengusaha logistik itu kembali pada perundingan bisnis antara penjual, perusahaan lokapasar, dan pelaku logistik itu sendiri. “Soal beban yang lebih besar (pada pengusaha logistik) itu harus dikonfirmasi kembali,” ucap Bima.

Pekerja menyortir penerimaan paket barang dari luar negeri di Kantor Pos Pusat, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan

Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, memperkirakan ke depan justru program promosi berupa potongan ongkir tidak akan semasif seperti sebelumnya. Meski permintaan barang kian deras menjelang akhir tahun, para produsen dan distributor masih menekan pengeluaran—termasuk untuk subsidi harga barang—karena terkena dampak lonjakan biaya bahan bakar minyak bersubsidi.

“Para pelaku platform e-commerce besar pun mulai meninggalkan cara-cara promosi dengan membakar uang. Program promosinya tetap jalan, tapi tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya.”

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, menyebutkan tren ongkir gratis belum akan mati. Jenis diskon ini, kata dia, harus diakui berefek besar terhadap loyalitas konsumen.

“Konsumen tergiur ongkos kirim murah saat mempertimbangkan pembelian,” kata dia. “Biaya belanja lewat marketplace bisa lebih murah daripada belanja fisik. Apalagi untuk yang malas membayar uang transportasi perjalanan serta uang parkir di toko.”

Direktur Pengendalian Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Gunawan Hutagalung, mengatakan lembaganya tak bisa ikut mengatur pemberlakuan program promosi ongkir gratis. Sebab, Kementerian hanya mengatur prinsip kalkulasi HPP pada layanan distribusi barang. “Free ongkir adalah strategi pasar yang memang bisa dilakukan oleh penyelenggara pos, e-commerce, bahkan penjual sebagai strategi promosi,” kata Gunawan.

YOHANES PASKALIS
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus