Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Inflasi di Amerika Serikat dan Eropa mencatatkan rekor tertinggi.
Harga pangan dan energi melonjak akibat konflik Rusia-Ukraina.
Pemerintah memperkirakan anggaran subsidi bisa menembus Rp 500 triliun.
GRACE Santoso mencoret daging sapi dari daftar kebutuhan saat berbelanja di supermarket. Perempuan Indonesia yang kini tinggal di Buford, Georgia, Amerika Serikat, ini belakangan jarang menyantap steak dan berbagai olahan daging sapi lain di meja makan. Lantaran harga daging makin mahal, seiring dengan lonjakan inflasi di Negeri Abang Sam, Grace kini lebih banyak memasak ikan atau ayam. “Kadang-kadang saja saya beli daging sapi,” katanya kepada Tempo pada Kamis, 28 Juli lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Grace, harga berbagai barang di Amerika Serikat melonjak tidak karuan. Harga barang kebutuhan sehari-hari naik 30 persen. “Daging sapi yang paling mahal,” ibu dua anak ini bercerita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yang paling terasa, Grace menambahkan, kenaikan harga bahan bakar minyak yang berlangsung sejak akhir tahun lalu. Gasolin reguler (oktan 92) di stasiun pengisian bahan bakar umum dijual seharga US$ 3,9 per galon atau sekitar Rp 58 ribu. Satu galon bensin setara dengan 3,7 liter. “Ini sudah agak turun,” tuturnya. Pada akhir Mei sampai awal Juni lalu, harga bensin sempat mencapai US$ 5 per galon atau sekitar Rp 74 ribu.
Harga berbagai barang di Amerika Serikat sedang meroket. Layanan Riset Ekonomi Departemen Pertanian negara itu mencatat indeks harga konsumen (CPI)—sebagai indikator pengukur inflasi—meningkat 1,4 persen pada Mei-Juni 2022. Adapun angka inflasi Juni 2022 dibanding pada Juni tahun lalu mencapai 9,1 persen. CPI untuk semua jenis makanan meningkat 1 persen pada Mei-Juni, sementara kenaikan harga mencapai 10,4 persen pada Juni, jika diperbandingkan secara tahunan.
Harga bahan bakar di pompa sebuah stasiun pengisian bahan bakar di Santa Monica, California, Amerika Serikat , 26 Mai 2022. REUTERS/Lucy Nicholson
Inflasi Amerika Serikat melesat jauh di atas ekspektasi sekaligus mencatatkan rekor terbesar sejak 1981. Pemicunya adalah kenaikan harga energi dan bahan makanan. Konflik Rusia-Ukraina telah mengganggu rantai pasok berbagai komoditas energi ataupun pangan, yang berujung pada krisis suplai dan kenaikan harga di seluruh dunia.
Harga bahan bakar di stasiun pengisian bensin kota-kota besar di Amerika Serikat bahkan lebih dari US$ 5 per galon. Menurut Grace, harga bensin di Buford agak miring dibanding di kota lain karena pemerintah Negara Bagian Georgia tidak memungut pajak bahan bakar. Sektor energi berkontribusi 0,5 persen terhadap kenaikan inflasi.
Nasib serupa menimpa negara-negara di zona euro. Kantor Statistik Uni Eropa (Eurostat) pada Senin, 18 Juli lalu, merilis angka inflasi berdasarkan CPI final di Eropa yang mencapai 8,6 persen (year-on-year) pada Juni 2022. Angka tersebut melampaui proyeksi awal yang sebesar 8,1 persen. Sama seperti di Amerika Serikat, tingkat inflasi di Eropa itu menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah.
Di Inggris, Kantor Statistik Nasional (ONS) mencatat indeks harga konsumen Juni 2022 naik 9,4 persen dibanding pada Juni 2021. Ini adalah angka tertinggi sejak Februari 1982. Harga barang dan jasa di Inggris melejit lebih cepat ketimbang kenaikan upah. Akibatnya, tekanan bagi rumah tangga makin buruk.
Ongkos produksi yang naik berkali-kali lipat membuat restoran cepat saji McDonald's berniat menaikkan harga burger keju 20 persen di Inggris. Ini adalah kenaikan harga pertama dalam 14 tahun terakhir demi merespons lonjakan inflasi.
Kabar yang dilansir Reuters pada Rabu, 27 Juli lalu, menyebutkan burger keju McDonald’s akan dinaikkan menjadi 1,19 pound (sekitar Rp 21 ribu) dari sebelumnya 99 pence (sekitar Rp 17 ribu). McDonald's juga akan menaikkan harga produk lain 10-20 persen. "Kita hidup di masa yang sangat menantang," ucap Chief Executive Officer McDonald's Inggris dan Irlandia Alistair Macrow. "Sama seperti Anda, perusahaan kami, pemegang waralaba kami yang memiliki dan mengoperasikan restoran kami, dan pemasok kami, semua merasakan dampak kenaikan inflasi.”
Suasana di sebuah gerai McDonald's di London, Inggris , 27 Juli 2022. REUTERS/Maja Smiejkowska
Bak pandemi, virus inflasi menyebar ke negara-negara lain dengan cepat. Pada Senin, 4 Juli lalu, badan statistik Turki merilis data inflasi Juni 2022 sebesar 78,6 persen. Angka tersebut adalah yang tertinggi sejak 1998. Bulan sebelumnya, tingkat inflasi mencapai 73,5 persen.
Momok inflasi juga menghantui negara-negara Asia Tenggara. Di Laos, angka inflasi tahunan pada Juni sebesar 23,6 persen. Pada bulan yang sama, Thailand mencatat laju inflasi tahunan 7,66 persen, Filipina 6,1 persen, dan Singapura 6,7 persen. Inflasi tahunan yang tergolong rendah tercatat di Vietnam, yakni sebesar 3,37 persen, dan Malaysia 2,8 persen.
Di Indonesia, Badan Pusat Statistik merilis angka inflasi tahunan pada Juni sebesar 4,35 persen. Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Tauhid Ahmad, Indonesia berhadapan dengan persoalan yang terjadi secara global, terutama karena masalah harga minyak dan gas. Menurut Tauhid, kondisi kian parah karena nilai tukar rupiah turun 5 persen. “Biaya impor BBM kita lebih mahal karena nilai tukar rupiah melemah,” ujarnya pada Kamis, 28 Juli lalu.
•••
LELANG Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada pekan terakhir Juli 2022 sebenarnya ramai peminat. Penawaran yang masuk untuk lima seri obligasi Project Based Sukuk (PBS) dan satu Surat Perbendaharaan Negara Syariah mencapai Rp 10,766 triliun. Tapi, dalam hasil lelang yang diumumkan pada Selasa, 26 Juli lalu, pemerintah hanya mengambil Rp 5,873 triliun.
Padahal sebelumnya Kementerian Keuangan menargetkan perolehan Rp 7 triliun dari lelang tersebut. Apalagi jaminan atau underlying asset sukuk ini adalah proyek yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2022 serta barang milik negara. Penawaran untuk seri PBS030 senilai Rp 0,075 triliun malah sama sekali tak diserap.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pertemuan 3rd Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) G20 di Nusa Dua, Badung, Bali, 16 Juli 2022. ANTARA /POOL/Fikri Yusuf
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan lelang saat itu berlangsung bersamaan dengan tingginya volatilitas pasar keuangan. Kondisi ini terjadi menjelang pengumuman kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve. Karena itu, investor cenderung meminta imbal hasil yang relatif tinggi.
Luky mengatakan kondisi pasar keuangan saat ini diwarnai ketidakpastian yang tinggi. Walhasil, imbal hasil (yield) cenderung naik sejalan dengan kenaikan tingkat bunga global, normalisasi kebijakan moneter, serta inflasi yang tinggi. “Hal ini akan berpengaruh pada pasar surat berharga negara. Salah satunya kenaikan imbal hasil,” katanya kepada Tempo.
Pada Kamis, 28 Juli lalu, The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis point. Ini adalah kenaikan kedua dengan besaran yang sama dua bulan berturut-turut. Selama Juni-Juli 2022, The Fed menaikkan suku bunga 150 basis point dan bunga acuan Fed Funds Rate kini mencapai 2,25-2,5 persen.
Kebijakan agresif ini diambil untuk mengerem inflasi. Di Washington, DC, The Federal Open Market Committee menyatakan komitmen yang kuat untuk memulihkan tingkat inflasi hingga 2 persen. Bank sentral negara-negara lain ikut menaikkan suku bunga.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan inflasi global memaksa otoritas moneter memperketat likuiditas dan mengerek suku bunga. “Ini menyebabkan arus modal keluar," ujarnya pada Jumat, 29 Juli lalu.
Bank Indonesia mencatat, hingga 21 Juli 2022, investor asing melakukan aksi jual Rp 138,60 triliun di pasar surat berharga negara (SBN). Kepemilikan asing di SBN menurun drastis dari 38,5 persen pada 2019 menjadi hanya 15,39 persen pada 20 Juli. Hal ini turut mendorong penurunan nilai tukar mata uang. Menurut Menteri Sri Mulyani, kondisi serupa dialami oleh hampir semua negara di dunia. “Karena itu, banyak mata uang jatuh.”
Meski kenaikan Fed Funds Rate memikat dolar untuk pulang kandang, pemerintah tetap akan menggeber lelang surat utang setiap pekan. Yang terbaru adalah rencana lelang pada 2 Agustus 2022 dengan tawaran tujuh jenis obligasi. Target indikatifnya Rp 15 triliun, sementara target maksimal Rp 22,5 triliun.
Luky mengatakan pemerintah menerbitkan SBN sejalan dengan kondisi APBN. Pemerintah memperhitungkan kondisi kas negara dan pasar keuangan serta imbal hasil yang diminta investor dalam menentukan nilai yang dimenangkan. Pertimbangan lain adalah suplai seri benchmark SBSN agar likuiditas di pasar sekunder terjaga pada harga wajar.
Pemerintah juga merespons kenaikan inflasi dengan subsidi. Tahun ini, belanja subsidi diperkirakan membengkak menjadi Rp 578,1 triliun. Hal ini terjadi karena pemerintah menahan harga bahan bakar minyak jenis Pertalite Rp 7.650 per liter dan solar Rp 5.150 per liter. Pemerintah juga menahan harga elpiji bersubsidi 3 kilogram Rp 4.250 per kilogram dan urung menaikkan tarif listrik untuk konsumen dengan daya di bawah 3.000 volt-ampere.
Karena kebijakan ini, pemerintah harus membayar kompensasi lebih besar kepada PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Apalagi harga BBM dan tarif listrik tidak naik dua tahun terakhir. “Anggaran subsidi akan melebihi Rp 500 triliun," tutur Sri Mulyani dalam rapat dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Jumat, 1 Juli lalu.
Subsidi yang superjumbo itu menekan APBN. Di sisi lain, Indonesia mendapat windfall profit dari kenaikan harga batu bara dan minyak sawit mentah. Kementerian Keuangan mencatat realisasi APBN hingga Juni 2022 mengalami surplus Rp 73,6 triliun atau 0,39 persen terhadap produk domestik bruto.
Meski begitu, pemerintah membuat simulasi atas potensi kenaikan atau penurunan harga minyak dunia. Peneliti Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Yuventus Effendi, mengatakan ada skenario optimistis dengan harga minyak di tengah, juga ada skenario pesimistis dengan harga minyak di atas US$ 100 per barel. “Itu tentu akan ada dampak ke inflasi,” ucapnya pada Kamis, 28 Juli lalu.
Dalam salah satu simulasi, kata Yuventus, harga minyak dipatok US$ 100 per barel. Dengan kondisi tersebut, tingkat inflasi mencapai 4,5-5 persen. Pemerintah akan menutup subsidi dengan merealokasi anggaran nonprioritas. Dengan kebijakan subsidi ini, inflasi pada akhir tahun bisa dijaga pada level 4,2-4,5 persen, masih di bawah proyeksi Bank Indonesia yang sebesar 4,6 persen.
Tak banyak negara memilih merespons inflasi dengan kebijakan subsidi besar-besaran. Negeri Abang Sam salah satunya. Pemerintah Negara Bagian Georgia hanya memberikan subsidi dengan menggratiskan pajak BBM. Tapi Grace Santoso punya strategi sendiri menghadapi harga bahan kebutuhan pokok yang terus meninggi. Pengajar di sebuah sekolah Katolik di Buford ini memilih berbagi mobil dengan koleganya untuk berangkat dan pulang kerja demi menghemat uang bensin. “Jajan dan rekreasi juga dikurangi,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo