Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Limbung Setelah Gagal Jantung

Kinerja buruk lini penjualan telepon seluler membuat PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk terancam bangkrut. Anak-anak usaha tekor, menanggung beban utang.   

17 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gerai Telesindo Shop di Mal Central Park, Jakarta. centralparkjakarta.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kerugian Tiphone dimulai dari rontoknya bisnis anak perusahan.

  • Nasib Telesindo Shop, motor bisnis Tiphone, paling suram.

SIMBOL kejayaan PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk satu per satu menghilang. Gedung menjulang di persimpangan Jalan Gajah Mada dan Jalan KH Zainul Arifin, Jakarta Pusat, yang menjadi markas kelompok usaha milik pengusaha Hengky Setiawan itu, misalnya, telah bersalin rupa. Plang nama “Telesindo” yang bertahun-tahun mentereng di dada bangunan setinggi 14 lantai itu telah diturunkan, berganti menjadi “Lawu”. Telesindo Tower tak ada lagi, yang ada Lawu Tower. “Belum lama gantinya,” kata Jayadi, petugas keamanan gedung, Selasa, 6 Juli lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Siang itu, hari kedua pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat darurat di Ibu kota, Lawu Tower terlihat lowong. Jayadi dan rekannya tak mengetahui pasti apakah perubahan nama itu diikuti pergantian pemilik gedung. Mereka hanya memastikan Tiphone masih berkantor di gedung yang rampung dibangun dan dikelola sejak 2012 oleh PT Setia Utama Property, afiliasi bisnis Hengky Setiawan, tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Telesindo selama ini menjadi markas Tiphone karena dari nama itulah bisnis Hengky makin berkibar. Sebagai korporasi, PT Telesindo Shop adalah jantung Tiphone, perusahaan yang didirikan belakangan oleh Hengky sebagai kapal induk bisnisnya di sektor perdagangan perangkat dan konten penunjang layanan seluler. Setidaknya, hingga akhir 2019, Telesindo adalah anak usaha kontributor pendapatan terbesar Grup Tiphone. Tapi, pada saat yang sama, Telesindo menjadi ladang utang paling besar di antara anak usaha lain yang juga terjepit tunggakan.

Peluncuran telepon pintar Tiphone A508 di Jakarta, 21 Februari 2014. TEMPO/Imam Sukamto

Pada 2019 pula Tiphone makin limbung. Perseroan mencetak kerugian hingga Rp 5,57 triliun, amat kontras dibanding laba Rp 444 miliar setahun sebelumnya. Semua anak usaha Tiphone pun buntung. Telesindo yang paling parah, rugi Rp 3,1 triliun. Memburuknya kondisi keuangan ini membuat Tiphone beberapa kali gagal membayar utang jatuh tempo hingga memaksa Bursa Efek Indonesia menghentikan perdagangan TELE—kode saham Tiphone.

Di lapangan, gerai-gerai Telesindo menjadi almarhum lebih dulu. Salah satunya gerai yang paling dekat dengan markas Tiphone, sekitar 100 meter di seberang Lawu Tower, yang telah berubah menjadi klinik. Pada Selasa, 6 Juli lalu, dari pos keamanan gedung terlihat jelas plang raksasa bertulisan “Klinik First Health”. Bangunan yang dulu berwarna merah menyala khas gerai Telesindo itu kini berkelir putih dan biru.

 

Di situs pencarian, sebuah gerai Telesindo Shop tercatat berlokasi di lantai 2 Plaza Slipi Jaya, Jakarta Barat. Tapi aslinya tak ada lagi. Ketika mendatangi lokasi itu, pekan lalu, Tempo hanya mendapati gerai Erafone dan Sentra Ponsel, dua distributor besar perangkat seluler yang selama ini menjadi pesaing Telesindo.

Manajemen Tiphone tak merespons permohonan wawancara yang dilayangkan Tempo. Semuel Kurniawan, Sekretaris Perusahaan PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk, tak membalas pertanyaan tertulis lewat surat elektronik ataupun pesan WhatsApp. Adapun Andi Simangunsong, kuasa hukum Hengky Setiawan dalam perkara kepailitan, menyatakan tak dapat menjawab lantaran tak mendapat informasi tentang berbagai masalah tersebut. "Ditanyakan ke manajemen saja, saya tidak ada info mengenai itu," ujar Andi, Sabtu, 17 Juli lalu.

Pada awal April lalu, lewat keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Semuel menjelaskan dua alasan penyebab rontoknya bisnis Tiphone. "Secara bottom line, pada 2019 terjadi penurunan pendapatan karena dinamika industri seluler yang menyebabkan perubahan penyesuaian kebijakan perseroan," tutur Semuel kala itu. "Perseroan juga mendapat pukulan cukup fundamental akibat perubahan kebijakan dari prinsipal yang mengakibatkan kerugian."

AISHA SHAIDRA, KHAIRUL ANAM
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Aisha Shaidra

Aisha Shaidra

Bergabung di Tempo sejak April 2013. Menulis gaya hidup dan tokoh untuk Koran Tempo dan Tempo.co. Kini, meliput isu ekonomi dan bisnis di majalah Tempo. Bagian dari tim penulis liputan “Jalan Pedang Dai Kampung” yang meraih penghargaan Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Lulusan Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus