Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Muhammadiyah menarik perhatian banyak pihak, setelah menyatakan akan menutup seluruh rekening yayasan dan unit-unit di bawahnya dari Bank Syariah Indonesia atau BSI, dan memindahkan ke sejumlah bank syariah lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan penempatan dana organisasi itu selama ini terlalu banyak berada di BSI. Kondisi ini secara bisnis dapat menimbulkan risiko konsentrasi (concentration risk). Sementara penyimpanan Muhammadiyah di bank-bank syariah lain masih sedikit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Bank-bank syariah lain tersebut tidak bisa berkompetisi dengan margin yang ditawarkan oleh BSI, baik dalam hal penempatan dana maupun pembiayaan,” ujar Anwar Abbas melalui keterangan tertulis, Rabu, 5 Juni 2024.
Tidak diketahui berapa besar dana yang akan dialihkan. Namun Muhammadiyah mempunyai ratusan rumah sakit, perguruan tinggi di samping ribuan sekolah.
Sampai 2023, Muhammadiyah yang berdiri pada 1912 memiliki 5.345 sekolah dan madrasah dari TK sampai SMA dan SMK.
Di tingkat pendidikan tinggi, Muhammadiyah dan Aisyiah (organisasi otonom perempuan Muhammadiyah) mempunyai 172 kampus terdiri atas 83 Universitas, 53 Sekolah Tinggi, dan 36 bentuk lainnya. Beberapa perguruan tinggi yang ngetop adalah Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka, Jakarta, dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Di bidang kesehatan, organisasi ini mempunyai 122 rumah sakit dan 231 klinik, di antaranya Rumah Sakit Islam Cempaka Putih dan RS PKU Muhammadiyah di Yogyakarta.
Ormas Islam ini juga mempunyai 1.012 bisnis yang disebut sebagai Amal Usaha Muhammadiyah Sosial. Mereka juga mengelola aset wakaf di 20.465 lokasi dan luas tanah yang dikuasai 214.742.677 m2 .
Sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah terkenal dengan corak pembaharuan dan modernisasi. Corak tersebut tidak terlepas dari landasan teologis yang mendasari arah gerak Muhammadiyah selama ini, yakni teologi Al-Maun.
Teologi Al-Maun diajarkan pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, pada abad ke-20 ketika baru pertama kali didirikan. Dikutip dari SALAM: Jurnal Sosial & Budaya Syar’i, pada dasarnya, teologi Al-Maun yang diajarkan Ahmad Dahlan berisi tuntutan supaya umat Islam tidak hanya berhenti pada praktik-praktik ritual keagamaan saja dalam menjalankan syariat agama, tetapi juga melakukan berbagai kegiatan amal sosial.
Sesuai dengan namanya, teologi Al-Maun berakar dari tafsir terhadap intisari Surah Al-Maun. Dilansir dari journal.uinjkt.ac.id, Surah Al-Maun mengajarkan umat Islam untuk selalu berbuat amal sosial. Bahkan, Surah Al-Maun dengan tegas menyebut bahwa mereka yang mengabaikan anak yatim dan tak berusaha mengentaskan masyarakat dari kemiskinan sebagai pendusta agama.
Begini terjemahan Al-Maun (barang yang berguna), salah satu surat dalam Al-Quran: 1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? 2. Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, 3. dan tidak mendorong memberi makan orang miskin. 4. Maka celakalah orang yang shalat, 5. (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya, 6. yang berbuat ria, 7. dan enggan (memberikan) bantuan.
Selain itu, Surah Al-Maun juga menegaskan bahwa praktik-praktik ritual keagamaan menjadi tidak berarti apabila para pelakunya memilih untuk berdiam diri apabila melihat masalah-masalah yang ada di masyarakat.
Teologi Al-Maun kemudian diterjemahkan menjadi pilar-pilar kerja Muhammadiyah. Berdasarkan teologi Al-Ma’un, Muhammadiyah menetapkan tiga pilar kerja, yakni kesehatan, pendidikan, dan pelayanan sosial.
Teologi Al-Maun yang diterjemahkan menjadi tiga pilar kerja tersebut diklaim merupakan salah satu faktor yang membuat Muhammadiyah masih terus eksis hingga saat ini dengan ribuan sekolah, rumah sakit, dan lembaga pelayanan sosial lainnya.
Dilansir dari muhammadiyah.or.id, Mochammad Maksum, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, mengungkapkan teologi Al-Maun KH Ahmad Dahlansemakin kontekstual apabila diterapkan pada era saat ini.
Menurut dia, dalam pemikiran teologi Al-Maun, orang yang tidak memberi makan orang miskin saja celaka, apalagi orang yang merampas kedaulatan, keadilan dan hak-hak orang-orang kecil.
BANGKIT ADHI WIGUNA
Pilihan editor Ketika Menteri Basuki Menyesal Tapera Bikin Masyarakat Marah