Masih ingat kasus Layang Megah Securities? Tahun 1998 lalu, perusahaan sekuritas ini gagal membayar saham-saham yang sudah telanjur dibelinya. PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), perusahaan yang menjamin setiap kegagalan transaksi di bursa, kecipratan lumpur Layang Megah. KPEI harus membayar total kewajiban Layang Megah senilai Rp 35 miliar. Setelah empat tahun, ternyata utangnya belum lunas juga. KPEI, yang berfungsi sebagai lembaga penjaminan, masih harus menanggung sisanya sekitar Rp 200 juta-300 juta.
Malang bagi KPEI, perbuatan Layang Megah ditiru oleh Sigma Batara dua tahun kemudian. Perusahaan pialang ini juga tak bisa membayar saham yang sudah dibelinya. Sebagai lembaga penjamin, KPEI kembali harus "mencuci piring kotor" yang ditinggalkan Sigma. Total jenderal, kata Direktur Utama KPEI, T.B. Hasyim, ada Rp 3,4 miliar yang belum dibayar pemilik Sigma Batara ke kantornya.
Ibarat permainan yang mengasyikkan, trik Layang Megah ditiru lagi—kali ini oleh beberapa perusahaan sekuritas. Saham yang "dikerjai" adalah saham Dharma Samudera Fishing Indonesia dan saham Primarindo Asia Infra- structure. Gagal bayar pembelian saham Primarindo mencapai Rp 40 miliar, dan di sini yang terlibat adalah Usaha Bersama Sekuritas.
Gara-gara permainan itu, saham Dharma Fishing yang tadinya tidur nyenyak mendadak berkibar-kibar. Dari menit ke menit, harga sahamnya bergerak naik dan menciptakan rekor tertinggi sepanjang tahun ini, yakni Rp 600 per lembar. Kecurigaan memuncak ketika perusahaan sekuritas yang membelinya ternyata tak mampu membayar. Total jenderal, kata Hasyim, nilainya mencapai Rp 86 miliar. Dua perusahaan tercatat membeli dalam jumlah besar, yaitu Jasabanda Garta dan Ficor Sekuritas Indonesia. Pembeli terbesar ketiga adalah Rifan Financindo.
Jasabanda tercatat melakukan dua kali transaksi. Pembelian pertama jatuh tempo pembayarannya 13 Agustus 2002 dengan nilai Rp 9,4 miliar. Dari markasnya di Gedung Artha Graha, duit baru digelontorkan sehari setelah jatuh tempo. Alhasil, perusahaan yang dipimpin Rochani Mansyur ini masuk daftar pengawasan bursa. Tapi, walaupun dipelototi bursa, Jasabanda kembali gagal bayar dengan nilai jauh lebih besar: Rp 23,8 miliar. Penyebabnya juga saham yang sama. Barulah setelah itu kegiatannya benar-benar dihentikan.
Tapi, bagi para pelaku bursa, tampaknya selalu ada kesempatan dalam kesempitan. Setelah Jasabanda dihentikan, Ficor Sekuritas Indonesia mulai pasang aksi. Catatan KPEI menunjukkan perusahaan sekuritas yang dipimpin Hoksan Sinaga ini gagal membayar sampai Rp 34 miliar.
Dua dirut perusahaan sekuritas, Jasabanda dan Ficor, tak menjawab pertanyaan majalah ini seputar aksi mereka. Sedangkan Dirut Rifan Financindo, Alverno Soenarji, mengatakan nasabahnya adalah sebuah fund manager di Jakarta yang belakangan mengaku tak mampu membayar.
Tapi kali ini KPEI sangat hati-hati. Meski aturan mewajibkan penjaminan seketika, duit tak langsung digelontorkan. Yang dilakukan sebaliknya, yaitu pemeriksaan intensif oleh Bapepam dan BEJ. Hasilnya? Bisa dipastikan memang ada upaya "menggoreng" saham Dharma Fishing untuk menciptakan pasar semu. "Nasabahnya orang yang sama," kata Hasyim.
Berdasarkan temuan itu, tak seluruh uang jaminan akan dikucurkan. Dari Rp 86 miliar, hanya Rp 17 miliar yang transaksi murni yang akan dibayar. Sisanya dianggap transaksi semu, yang menjadi tanggung jawab perusahaan sekuritas dan nasabahnya sendiri.
Direktur Utama PT BEJ, Erry Firmansyah, mengatakan, karena penjaminan tak dibatasi, hal itu menjadi celah bagi otak yang nakal. Para pemain yang nekat itu lantas menyiasatinya. Ketua Bapepam, Herwidayatmo, juga kesal betul dengan ulah para pelaku bursa itu. Ia menginstruksikan agar dilakukan pemeriksaan yang gencar. Kalau terindikasi nakal, tidak akan dibayar dan pelakunya akan ditindak tegas. Penjaminan hanya akan diberikan kepada transaksi yang betul-betul murni. Ia juga meminta perusahaan sekuritas agar menjalankan transaksi yang benar. Nasabah harus benar-benar mereka kenal. "Jangan hanya karena rindu order, semua pesanan dibabat habis," katanya, jengkel.
Dua kasus terakhir ini membuat Herwid berpikir untuk mengkaji ulang peraturan penjaminan tersebut. Peraturan yang ada menyatakan, penjaminan transaksi saham berlaku seketika dan tanpa batas. Yang membatasi transaksi perusahaan sekuritas adalah limit transaksi yang batasnya 24 kali agunan yang mereka tempatkan di bursa. Dan ini pun sering kali dilanggar. Jadi, kalau UUD '45 saja bisa diubah, tak ada alasan untuk tidak mengubah ketentuan penjaminan saham yang sering disalahgunakan itu. Perubahan tersebut juga demi menjaga citra Bursa Efek Jakarta (BEJ), yang jumlah investornya kini merosot dari 2 juta menjadi 55 ribu saja.
Leanika Tanjung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini