Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menghadapi Paceklik dengan Cadangan Terbatas

Bulog diminta menambah stok cadangan berasnya hingga mencapai minimal 1,2 juta ton. Cadangan beras yang tipis menghambat upaya pengendalian harga.

5 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aktivitas bongkar muat beras di Pasar Induk Beras, Cipinang, Jakarta, 29 Agustus 2022. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Badan Pangan Nasional meminta Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) menambah cadangan berasnya, yang saat ini hanya sekitar 800 ribu ton. Menurut Badan Pangan, perusahaan pelat merah tersebut harus memiliki pasokan beras minimal 1,2 ton hingga akhir tahun ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami harus menambah stok Bulog sampai 1,2 juta ton. Jadi, berapa pun yang diminta pedagang pasar, bisa dipenuhi," ujar Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, setelah meninjau ketersediaan beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, Senin, 3 Oktober 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia mengatakan penambahan stok itu diperlukan agar Bulog bisa terus mendukung pasar. Selama ini, program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) melalui Bulog menjadi andalan pemerintah dalam mengendalikan harga beras di pasar. KPSH merupakan program intervensi pemerintah melalui penyaluran stok beras ke pedagang atau konsumen dengan harga di bawah harga eceran tertinggi (HET).

Dalam program KPSH di Pasar Cipinang, misalnya, stok beras pemerintah melalui Bulog disalurkan kepada pedagang, kemudian didistribusikan ke konsumen dengan harga Rp 8.900 per kilogram untuk beras medium. Menyitir laman Panel Harga Badan Pangan Nasional, harga beras kualitas medium di tingkat pedagang eceran hingga kemarin mencapai Rp 11.070 per kilogram, jauh di atas HET Rp 9.450 per kilogram.

Untuk menggenjot serapan Bulog, Arief mengatakan, pemerintah telah memberikan fleksibilitas harga acuan pembelian gabah dan beras petani. Dengan kebijakan tersebut, harga acuan gabah kering panen (GKP), yang sebelumnya diatur Rp 4.200 per kilogram, kini bisa menjadi Rp 4.450 per kilogram. Sedangkan harga gabah kering giling (GKG) di penggilingan bisa diserap dengan harga Rp 5.550 per kilogram, dari biasanya Rp 5.250 per kilogram.

Pemerintah juga menaikkan harga acuan GKG di gudang Bulog menjadi Rp 5.650 per kilogram dari sebelumnya Rp 5.300 per kilogram, serta harga beras di gudang Bulog menjadi Rp 8.800 per kilogram dari sebelumnya Rp 8.300 per kilogram. Kebijakan fleksibilitas harga tersebut akan berlaku hingga 30 November 2022.

Kebijakan fleksibilitas harga itu ditempuh seiring dengan lonjakan harga gabah di tingkat petani, yang bermuara pada tingginya harga beras di pasaran. Menurut Arief, kenaikan harga bahan pangan itu disebabkan oleh kenaikan harga pupuk, biaya tanam, dan ongkos distribusi—yang dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan bakar minyak pada awal September 2022. "Untuk itu, dibutuhkan respons cepat dan penanganan bersama seluruh pemangku kepentingan agar pada Oktober ini harga beras di tingkat konsumen dapat kembali turun sesuai dengan HET," ujarnya.

Sebagai catatan, hingga September 2022, Bulog telah menggelontorkan beras sebanyak 200 ribu ton untuk program KPSH. Khusus untuk Pasar Induk Beras Cipinang, kata Arief, Bulog akan mendistribusikan beras program KPSH sebanyak 70 ribu ton hingga Februari 2023. "Gelombang pertama pendistribusian sebanyak 300 ton mulai 3 Oktober 2022."

Bulog Salahkan Perusahaan Swasta

Aktivitas bongkar penimbangan di Pasar Induk Beras, Cipinang, Jakarta, 29 Agustus 2022. Tempo/Tony Hartawan

Adapun Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengklaim perseroan masih memiliki pasokan beras yang cukup untuk menggelar operasi pasar sepanjang tahun ini. "Sekarang operasi pasar akan kami masifkan ke seluruh Indonesia," ujar dia. Menurut Budi, tingginya harga beras di pasar tak hanya disebabkan oleh gangguan produksi di tingkat petani. Ia menuding penguasaan pasar oleh swasta juga menjadi salah satu biang keladinya.

Bahkan, kata dia, Bulog pun mesti bersaing dengan para pelaku usaha swasta untuk menyerap gabah dan beras hingga pendistribusiannya. Namun perusahaan pelat perah itu sering kalah saing oleh para pemain swasta tersebut. "Mereka bisa bebas, sedangkan negara (Bulog) dibatasi," tutur Buwas—demikian Budi Waseso kerap disapa. "Sekarang rebutan alat angkutnya oleh perusahaan swasta, kami kalah juga. Kalau kami mau ambil angkutan yang sesuai dengan harga pihak swasta, juga tidak punya kemampuan."

Karena itu, Buwas meminta Satuan Tugas Pangan bergerak dan mengawasi perusahaan swasta yang memproduksi beras tersebut. Satgas Pangan diminta tidak memberikan kesempatan bagi perusahaan swasta "bermain" dengan produksi beras. Pasalnya, hal itu dinilai sangat merugikan petani dan bertentangan dengan semangat mewujudkan ketahanan pangan.

Ihwal distribusi, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memberikan dukungan melalui operasi kapal-kapal tol laut. Dengan lancarnya distribusi, ia berharap harga bahan pokok bisa stabil di seluruh wilayah Indonesia. "Kami siap mengirim beras, minyak goreng, atau komoditas bahan pangan lainnya melalui kapal tol laut dengan rute yang fleksibel. Kami bisa melakukan rotasi kapal tol laut ke daerah yang kekurangan," ujar Budi Karya.

Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas Santosa, menyebutkan tipisnya cadangan beras pemerintah, bahkan menuju di bawah 800 ribu ton, sudah memasuki tingkat yang berbahaya. Musababnya, stok minimal untuk bisa menjaga harga adalah 1,5 juta ton. "Itu minimal karena kita masih akan mengalami paceklik lima bulan lagi sejak Oktober 2022 sampai Februari 2023. Paceklik itu artinya selisih antara produksi dan konsumsi besar," ujar Dwi.

Menurut dia, pangkal masalah tipisnya stok Bulog disebabkan oleh penyerapan yang tidak maksimal pada masa panen raya awal tahun ini. Padahal, pada periode Maret-Juni 2022, harga gabah di tingkat petani berada di bawah batas harga pembelian pemerintah. Berdasarkan data AB2TI, pada Juni sebelum harga beras melambung, harga GKP di tingkat usaha tani masih di kisaran Rp 3.944 per kilogram.

"Serapan Bulog saat itu sangat rendah karena biasanya pada panen raya stok Bulog 2,6 juta ton. Itu hanya satu koma sekian juta ton. Karena stok Bulog rendah, pada Juli harga gabah melonjak tinggi," ujar guru besar Institut Pertanian Bogor itu. Kini, kata dia, harga gabah di petani sudah melambung hingga menembus Rp 6.000 per kilogram.

Karena itu, Dwi yakin fleksibilitas harga yang diberikan pemerintah pun tidak akan cukup untuk bisa menyokong Bulog menyerap gabah di tingkat usaha tani hingga lima bulan ke depan. "Harga pasti sudah naik cukup tinggi. Semoga ada bahan pangan alternatif. Yang kami ingatkan, jangan ada wacana impor karena itu akan merugikan petani pada masa panen mendatang."

Senada dengan Dwi Andreas, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih mengatakan kenaikan harga gabah dan beras yang begitu cepat dalam beberapa bulan ini diperkirakan terjadi karena cadangan beras mulai menipis. Hal tersebut berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya—yang juga mengalami kenaikan tapi tidak secepat ini. "Tingginya harga beras ini diperkirakan bertahan sampai Januari 2023, dan sepertinya akan tetap tinggi ketika musim panen raya pada awal November mendatang," ujar Henry.

Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, Ayip Said Abdullah, mengatakan saat ini persaingan penyerapan gabah memang cukup ketat antara Bulog dan perusahaan swasta. Ia mengatakan penggilingan besar milik perusahaan swasta punya kemampuan finansial untuk menguasai gabah dalam jumlah besar dengan harga pembelian yang lebih tinggi dari harga pemerintah. "Tidak mengherankan Bulog tidak bisa bersaing," ujarnya.

Situasi ini, kata Said, diperberat oleh kenyataan bahwa produksi gabah secara umum turun rata-rata 15 persen setiap tahun pada musim kedua atau musim gadu. Dengan demikian, ketersediaan gabah terbatas hingga terjadi perebutan dan persaingan harga. Dalam situasi itu, Bulog dibatasi oleh ketentuan HPP.

Karena itu, ia mengatakan pemerintah harus memikirkan strategi agar badan usaha milik negara (BUMN) tersebut bisa memperkuat cadangan berasnya tanpa perlu impor. Misalnya dengan memberikan keleluasaan kepada Bulog untuk menyerap gabah dan beras, serta menggenjot sinergi antara perseroan dengan BUMN produsen beras.

Adapun untuk jangka panjang, Said menyarankan pemerintah memikirkan upaya mengelola pasar beras agar dapat menghindari penguasaan pasar atau monopoli oleh satu-dua perusahaan pengelola gabah dan beras. Upaya itu harus diperkuat dengan penguatan regulasi dan pengawasan di masa mendatang.

"Pada sisi lain, penguatan Bulog juga perlu dilakukan. Bulog perlu membangun model kerja sama dengan petani dan penggilingan kecil untuk memperkuat stok, tentu dengan harga yang menguntungkan petani," ujar Said.

CAESAR AKBAR | DEFARA PARAMITHA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus