HAMA yang suka membabat habis kebun orang itu ternyata
ditampilkan dalam Pameran Pembangunan di Semarang akhir Agustus
lalu, ikut menyambut terpilihnya Jawa Tengah sebagai propinsi
terbaik selama Pelita II. sekicot, yang juga disebut keong
'racun' itu rupanya disukai di liropa. Menurut Kepala Dinas
Perikanan Ja-Teng, Juni sampai akhir Agustus lalu sudah 60 ton
bekicot diekspor ke Perancis.
Tak jelas bagaimana ide ini muncul dan kemudian direalisasi.
Tapi adalah suami-isteri Haute Wille dari Perancis yang
menyelidiki bekicot Indonesia, yang ternyata bisa dimakan dan
besar pula dagingnya. Di Jakarta suami-isteri itu bertemu dengan
Teted Sajiman Dir-Ut PT Inka Jaya, pengusaha yang sering
mengekspor ikan dan udang dari Kalimantan. Kedua pihak itu,
bersama PT Kerta Niaga kemudian bersepakat mengekspornya.
Maka dipilihlah desa Kaliboyo, Kecamatan Batang, Ja-Teng, yang
terkenal murah buruhnya dan banyak bekicotnya itu. Juga di
Pekalongan, yang berdekatan dengan Batang, terdapat tempat
penyimpanan dingin (cold storage). Dengan memanfaatkan gedung
bekas SMP, bekicot yang didatangkan dari beberapa tempat di
Ja-Teng, lalu diolah, dipersiapkan untuk ekspor. Dengan harga Rp
10 sekilonya, perusahaan hanya mau menerima bekicot yang masih
hidup, ditambah penggantian biaya tranpor.
Ternyata tak hanya Jawa Tengah boleh merasa bangga karena sudah
bisa ekspor bekicot. Di Cibatu, kabupaten Sukabumi, sejak
Pebruari lalu PT Cimandiri mengolah bekicot untuk diekspor. Dan
Syukri Alwi, pimpinan proyek bekicot di PT itu menerarigkan,
pesanan juga masuk dari Jerman Barat di samping Perancis. Bahkan
Belgia, menurut dia, sudah menyatakan keinginannya untuk
mengimpor 30 ton setiap bulan dari sini.
Sate Kambing
Menurut yang empunya cerita, ide untuk mengekspor bekicot itu
datang dari H. Hanafi Saat. Ketika berada di Paris, dia memesan
makanan pendahuluan yang namanya keren juga: L'escargot
aristocral. Menurut Makmur Subakat dari PT Cimandiri yang sudah
mencicipinya, itu "lebih enak dari sate kambing."
Tak ayal lagi, direktur Hanafi pun memboyong ahli masakan
bekicot Didier Hamel dari Paris ke Indonesia. Kini Didier jadi
tenaga ahli pengepakan bekicot di PT Cimandiri. Dan Hanafi
mengaku 'baru sekali ini mengekspor ke Perancis bertepatan
dengan 17 Agustus lalu. "
H. Asmuni, dirut-nya, menerangkan ekspor yang pertama kalinya
itu baru berjumlah 10 ton. Tapi disebutkannya, bekicot
siap-ekspor mereka ada 10-15 ton di Tanjung Priok.
Pemrosesannya tampaknya tak banyak menelan modal. Soalnya,
setelah diaduk dengan garam agar si bekicot mendekam di dalam
cangkangnya langsung dimasukkan dalam air mendidih 10 menit.
Lalu daging dikeluarkan dari cangkang dan bagian ujung yang
melekat pada cangkang dibuang. Baru kemudian direbus lagi
dicampur cuka dan garam, biar dagingnya menjadi putih.
Setelah dicuci bersih lalu ditiriskan, untuk menghilangkan
airnya. Setelah kering benar, dimasukkan dalam kotak seng,
masing-masing 5 kg dan dikirim ke tempat penyimpanan dingin.
Dibanding PT Inka Jaya yang mengolah 6 ton bekicot seharinya,
harga beli PT Cimandiri lumayan: Rp 20 untuk setiap bekicot
hidup dan berdaging. Tapi kalau pihak pabrik yang mendatangi
penduduk harganya Rp 13 per kilo. Di Kaliboyo Rp 10 per kilo.
Dan rata-rata tiap orang bisa mengumpulkan 100 bckicot per hari.
Malangnya, penduduk yang sering juga datang dari desa sejauh
Surade, 90 km dari Cibatu, tak jarang membawa bekicot tanpa
pandang bulu besar dan kecil. Selain pabrik memang hanya
membutuhkan yang besar, pengumpulan bekicot yang masih
kecil-kecil itu kalau tak hati-hati suatu waktu bisa membuat
punahnya binatang yang mampu membawa masuk devisa itu.
Tapi menurut Syukri, PT Cimandiri yang mempekerjakan 120 orang,
toh melalap juga kalau sudah disodori bekicot yang kecil.
"Kasihan mereka sudah susah payah membawanya kemari," katanya.
Bekerja 8. jam sehari, buruh wanita mendapat Rp 3 50 sehari dan
yang laki-laki Rp 650 per hari. Sedang harga jualnya, kalau yang
di PT Inka itu Rp 1.000 sekilo, di PT Cimandiri pasang harga Rp
1.250 sekilonya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini