KALANGAN pedagang kecil di Lohbener hanya mengenal Kosipa.
Puluhan petugas Koperasi Simpan Pinjam, Kosipa, rajin
berkeliling. Bukan hanya di Lohbener, tapi juga di Kecamatan
Karangampel, Jatibarang dan Losarang. Kota Indramayu (Jawa
Barat) pun tak luput dari jangkauan mereka. Sehingga bagi Wasem,
misalnya suatu hal yang gampang mencari tambahan modal.
Tatkala seorang petugas Kosipa muncul di depan pintu rumahnya,
Wasem, pedagang asongan yang menjajakan penganan ini, tanpa
pikir panjang segera membubuhkan tanda-tangannya di sehelai
kertas kuning. Yang ditekennya tak lain adalah surat perjanjian
pinjaman. Di situ jelas disebutkan bahwa untuk pinjaman Rp
5.000, Wasem bersih hanya menerima Rp 4.500.
Lalu yang Rp 500 lagi terselip di mana? Menurut petugas Kosipa,
potongan itu untuk biaya administrasi, Rp 250, dan lainnya
terhitung sebagai simpanan pokok. Ketentuan pembayaran kembali,
begitu aturan mainnya, wanita berusia 35 tahun dipersilakan
mencicil Rp 200 tiap hari selama 30 hari.
Walhasil utang Wasem total Rp 6.000. Tak pelak lagi selisih Rp
1.500 bisa dianggap sebagai bunga pinjaman yang cukup tinggi
30%. Namun Wasem dan pedagang lainnya tidak sadar betapa jerat
rente melilit lehernya. Bahkan ia memuji Kosipa yang katanya
merupakan tempat meminjam yang paling gampang. "Setelah
menunjukkan kartu penduduk, tanda-tangan, saya langsung terima
uang," tutur Wasem ringan.
Sitorus
Kemudahan semacam inilah yang dipraktekkan Kosipa semenjak
koperasi itu berdiri delapan tahun lalu. Mereka mengirim
petugasnya keliling menawarkan pinjaman ke pasar-pasar dan ke
rumah-rumah. Ke mana-mana mereka membawa tas berisi uang yang
siap dipinjamkan. Tidak heran bila di seluruh Kabupaten
Indramayu, Kosipa sekarang memikat tidak kurang dari 10.000
nasabah. Koperasi ini mempekerjakan 150 karyawan sedang omsetnya
bisa mencapai Rp 30 sampai 40 juta sebulan.
Kosipa Warga Makmur di Losarang berkantor di sebuah rumah sewaan
tak jauh dari kantor kecamatan di pinggir jalan raya
Jakarta-Cirebon. Di situ bekerja 25 karyawan -- 10 di antaranya
nampak sibuk menghitung setoran dengan sempoa (alat hitung
Cina). Di atas meja bertaburan buku-buku. Sedang pada sebuah
dinding tergantung papan tulis penuh catatan tentang jumlah
peminjam dan peredaran uang.
Kantor pembantu Kosipa ini membagi Kecamatan Losarang atas 20
resort yang masing-masing dilayani seorang petugas bergaji Rp
15.000 sampai Rp 20.000 sebulan. Mereka berkeliling menawarkan
pinjaman. Jumlah pinjaman memang tidak besar dan tanpa jaminan.
Mereka yang menunggak tidak dikenakan sanksi apa-apa. Mungkin
karena itu pula bunga yang cukup tinggi terluput dari
perhitungan para peminjam.
"Bayangkan, hari itu kami menandatangani surat perjanjian, detik
itu juga pinjaman diterima," tutur seorang pemilik warung, 38
tahun, yang tidak bersedia disebut namanya. Ketika tiba saat
membayar baru terasa olehnya betapa besar bunga yang ditarik
Kosipa. Tapi dia tidak bisa menghindar karena sang petugas
selalu rajin menagih. Dan tagihan ini lama-kelamaan dirasakannya
sebagai beban. Namun demikian, ia seperti para pedagang kecil
umumnya, toh tiap kali akan berpaling pada Kosipa.
"Mereka tidak perlu datang ke kantor. Petugas kami yang
mengunjungi anggota," kata D.L. Sitorus, Ketua Umum Puskopin
(Pusat Koperasi Simpan Pinjam) Ja-Bar, yang mengkoordinir
Kosipa-Kosipa di berbagai kabupaten di propinsi itu. Menurut
pengakuannya, Kosipa yang masih berada di bawah naungan
MKGR-Golkar mempunyai cabang di seluruh Indonesia, dengan pusat
Kosipa Indonesia Jaya, di Jakarta.
Tetapi pengakuannya itu dibantah Oscar Sitorus, Anggota Badan
Pemeribsa Kosipa Indonesia Jaya di Jakarta. "Hanya kebetulan
usaha kami sama-sama koperasi simpan-pinjam," ujarnya. " Baik
Kosipa Jaya maupun Puskopin dengan cabang-cabangnya di Ja-Bar
masing-masing merupakan badan hukum yang berdiri
sendiri-sendiri," kata Oscar pula. Meski tak berhubungan,
keadaan kantor Kosipa di Indramayu maupun di Jakarta hampir tak
berbeda. Ciri khasnya: tanpa papan nama.
Liar
"Bunga" yang diperhitungkan Kosipa menarik perhatian Ketua
Koperasi Veteran RI (Koveri) Indramayu Abas udiro. Ia menuding
Kosipa sebagai usaha rentenir dan bahkan meragukan status badan
hukumnya. "Cara-cara Kosipa liar dan tidak jelas kantor mereka
di Indramayu ini," ujar Abbas.
Kepala Kantor Koperasi Indramayu, Mulyadi, juga menyadari betapa
berat bunga yang dibebankan Kosipa kepada nasabah. "Tetapi
mereka butuh. Dan sepanjang tidak menimbulkan keresahan, saya
tidak bisa berbuat apa-apa," kata Mulyadi.
Anehnya, baik Bupati Indramayu A. Djahari, maupun Camat Losarang
dan Lohbener tidak mengetahui adanya Kosipa di daerahnya. "Saya
akan meneliti perkembangan Kosipa itu. Kalau ternyata merugikan
rakyat akan saya tindak," janji Bupati Djahari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini