Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengklaim Indonesia merupakan negara yang paling siap menghadapi ancaman krisis pangan. Ia hakulyakin, sebab pernyataan yang sama telah diungkapkan oleh Food and Agriculture Organization atau FAO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tolong ini dibicarakan dengan keras. Jangan terus menerus diam-diam begini. Dikira pertanian kita apa adanya, enggak," ucap dia dalam acara Kegiatan Pembekalan Penyuluhan Pertanian Nasional di kantor Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Kamis, 6 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Syahrul, kesiapan Indonesia menghadapi krisis pangan terbukti dari kenaikan ekspor tahun lalu sebesar 38 persen. Sedangkan selama Orde Baru, ekspor mentok 15 persen.
"Jadi berhentilah itu yang main-main impor itu, petani enggak dapat apa-apa," kata Syahrul. Syahrul mengimbuhkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun menyatakan hal yang sama soal kesiapan Indonesia menghadapi ancaman krisis pangan.
Kendati begitu, ancaman terhadap ketahanan pangan tetap menjadi perhatian bagi Kementerian Pertanian. Kementerian, kata dia, sudah menyiapkan berbagai program dan konsepsinya sudah berjalan.
"Kita enggak main-main. Sekrisis apapun Kementan itu sudah ada program," ucapnya.
Di sisi lain, Syahrul mengatakan apabila ada kenaikan harga sejumlah komoditas seperti beras, jagung, dan cabai, ia mengaku siap mencari solusi. Misalnya, memotong semua pohon sagu yang ada sebagai alternatif pangan. Apalagi, menurut dia, Indonesia masih punya sekitar 5 juta hektar lahan pertanian sagu.
"Potong (pohon sagu) 1 juta (hektare) sudah bisa bertahan 1-2 tahun, makan sagu aja. Kita kompak-kompak saja," tutur Syahrul.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan pertanian harus menjadi salah satu bantalan guna mengantisipasi krisis ekonomi dunia yang diramalkan terjadi pada tahun 2023. Menurut Wapres, Indonesia memiliki banyak kekayaan alam. Namun saat ini yang diperlukan adalah cara untuk terus berinovasi agar hasil produksi pertanian dapat lebih melimpah.
"Di Papua Barat terdapat lebih dari 125 macam pisang, itu di Papua Barat saja. Artinya, kita itu kaya sekali, tetapi kurang dikembangkan. Karena itu, saya berharap terus dikembangkan, jangan ada lahan yang tidur dan jangan ada tenaga yang nganggur," kata Ma'ruf.
RIANI SANUSI PUTRI | ANTARA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.