Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jember - Saat ini ada 59 negara kelaparan serius dan 900 juta penduduk di dunia mengalami kelaparan. Pada waktu yang sama, di Indonesia, 8,5 persen penduduk kurang gizi dan lebih dari 30 persen anak mengalami stunting. "Indonesia saat ini menjadi salah satu negara yang mengalami permasalahan pangan di dunia," kata Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian, Idha Widhi Arsanti, dalam keterangan tertulis, Rabu 31 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Idha menjadi salah satu narasumber dalam International Conferences on Agriculture and Life Sciences (ICALS) 2024 bertema 'Upgrade Inovasi Industri Pertanian Untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan' yang diselenggarakan Fakultas Pertanian Universitas Jember. Ia mengatakan harus ada kebijakan tentang peningkatan produksi pangan dalam upaya antisipasi darurat pangan serta beberapa masalah pangan yang terjadi di dunia saat ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebih lanjut ia menambahkan, permasalahan ini bisa berdampak pada konflik sosial dan politik. Alasannya, krisis pasokan pangan akan memicu kerusuhan, serta harga pangan akan menjadi lebih mahal yang akan berdampak juga pada perekonomian bangsa.
“Krisis pangan ini merupakan kasus yang sangat penting dan serius karena akan berdampak pula kepada permasalahan sosial dan politik," katanya sambil menambahkan, "Kasus ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun telah terjadi juga di luar negeri seperti Amerika.”
Oleh karena itu Kementerian Pertanian menggagas program strategis untuk meminimalisir kasus yang terjadi. Program tersebut diantaranya optimalisasi lahan rawa 400 ribu hektare, pompanisasi sawah tadah hujan 1 juta hektare, transformasi pertanian tradisional menuju modern, pengembangan pertanian modern, peningkatan kompetensi SDM pertanian, penguatan pendampingan penyuluh pertanian serta regenerasi petani.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unej, Fendi Setyawan, mengatakan, pengembangan aspek pendidikan dan membangun kerja sama merupakan komitmen perguruan tinggi. Hal itu dipertegas dengan adanya beberapa Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani antar beberapa Fakultas Pertanian dari berbagai perguruan tinggi khususnya di wilayah timur Indonesia.
“Dengan adanya konferensi dalam forum seperti ini pasti ada banyak update secara keilmuan sehingga kolaborasi ini ke depan agar lebih jauh direalisasikan dalam bentuk kerja nyata misal dalam bentuk penelitian, produk pertanian, maupun realisasi untuk MBKM bagi adik-adik mahasiswa kita,” katanya.
Ia berharap dengan kerja sama ini, tidak hanya sebatas seremonial saja, melainkan implementasi dan komitmen antar lembaga yang harus dibangun dengan baik, sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat khususnya sektor pertanian di Indonesia.
Sementara itu, Dekan Fakultas Pertanian Unej, Soetriono, menjelaskan, ada 300 orang peserta yang mengikuti konferensi ini baik dari perguruan tinggi negeri maupun swasta, termasuk yang berasal dari wilayah Indonesia bagian timur.
Fakultas Pertanian Unej juga baru saja menandatangani nota kesepahaman MoU dengan Universitas Nasional Kyungpook Korea Selatan untuk kerja sama pendidikan. Unej akan mengirim mahasiswanya untuk studi S1 dan S2 ke sana. "Kemudian juga akan ada pertukaran dosen antar Fakultas Pertanian, serta akan ada riset bersama dalam hal meningkatkan capaian Indikator Kinerja Utama kita.” kata Soetriono.
Pilihan Editor: 15 Rekomendasi Ponsel Harga 2 Jutaan dengan Kamera Terbaik