Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyentil penanaman jagung di Gorontalo yang saat ini sedang gencar-gencarnya. Dari pantauan Basuki, tidak ada kebun jagung di sana yang menerapkan cara bercocok tanam terasering.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sehingga, jagung ditanam begitu saja dari puncak bukit sampai ke lembah. Walhasil, Ia menyebut eroasi dan sedimentasi tanah ke sungai yang terjadi akibat praktik cocok tanam semacam ini sudah sangat akut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tidak ada satupun kalau kita lihat dari udara, sungai di Gorontalo, yang tidak berwarna coklat (akibat sedimentasi)," kata Basuki dalam rapat koordinasi nasional virtual Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Jumat, 29 Oktober 2021.
Entah itu sungai yang bermuara ke luat maupun yang ke Danau Limboto, keduanya sama-sama berwarna coklat. Maka tidak ada cara lain, kata Basuki, selain mengubah cara bercocok tanam di daerah ini menjadi terasering.
Kondisi ini disampaikan Basuki di tengah fenomena La Nina yang akan muncul beberapa bulan ke depan. BMKG telah mengumumkan anomali pendinginan suhu permukaan laut di Samudera Pasific ekuator telah melewati ambang batas kejadian La Nina.
Sehingga, BMKG akan terjadi fenomena La Nina dengan skala lemah hingga moderat, yang akan berlangsung hingga Februari 2022. Berdasarkan skala yang sama di tahun lalu, BMKG menyebut fenomena ini akan membuat curah hujan naik 20 sampai 70 persen.
Menurut Basuki, Kementerian Pertanian dan Dinas Pertanian setempat harus bisa menyadari kejadian ini. Kementeriian, kata dia, harus bisa memberikan edukasi mengenai terasering ini ke petani lokal. "Kita sudah lama sekali ga bicara tentang cara bercocok tanam yang terasering," ujarnya.
Persoalan tanaman jagung yang jadi penyebab sedimentasi ini sebenarnya bukan persoalan baru. Sedimentasi tak hanya di sungai, tapi juga di Danau Limboto.
Pada 2016, Kepala Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan, Universitas Negeri Gorontalo, Fitriyane Lihawa, menyebut tanaman jagung jadi salah satu penyebab sedimen yang masuk ke Danau Limboto.
Menurut dia, lahan yang berada di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Alo Pohu sebagian besar ditanamaji jagung. Komoditas tersebut ditanam pada kemiringan lereng 40 persen sehingga mudah terjadi erosi.
Lalu pada 2017, Kementerian PUPR juga diketahui merevitalisasi kawasan Danau Limboto yang kritis akibat pendangkalan. Kala itu, kementerian mencatat tidak kurang dari 80 persen permukaan danau sebelumnya tertutup oleh gulma eceng gondok dan budidaya tanaman jagung.
Sampai akhirnya di 2021, Danau Limboto masuk dalam daftar 15 danau prioritas nasional yang sedang diselematkan. Daftar ini tertuang pada Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2021 yang diteken Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 22 Juni 2022.
Gubernur Gorontalo Rusli Habibie pun juga sudah menyampaikan pernyataan pascaterbitnya Perpres 60 ini. Dalam keterangan di laman resmi pemerintah Gorontalo, Rusli menyebut keramba ikan yang sudah di Danau Limboto pun mempercepat sedimentasi danau.
“Makanya saya sampaikan tadi penanganan danau Limboto tidak bisa hanya masalah sedimen, pengerukan dan lain lain tapi harus dua sisi hulu dan hilir. Hutan yang sudah gundul harus reboisasi. Ada 23 anak sungai yang mengalir ke danau,” kata Rusli dalam keterangan pada 22 September 2021.
FAJAR PEBRIANTO | ANTARA