Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menyedot Listrik Pak Haji

Bisnis listrik swasta ternyata menguntungkan, tarifnya lebih mahal dibanding PLN, misal: PLTM (mikrohidro) di desa Bajang, Blitar. Reaksi konsumen terhadap kenaikan tarif listrik. (eb)

5 Juli 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MELIHAT reaksi konsumen terhadap kenaikan tarif listrik, Ketua Komisi VI DPR-RI Ir. Rachmat Witular merasa optimistis, pemerintah akan melakukan revisi terhadap sistem tarif PLN. Itu dikemukakannya kepada pers sehabis rapat kerja Komisi VI dengan Menteri Pertambangan dan Energi Soebroto, pekan lalu. Jika memang terjadi perubahan nampaknya akan memakan waktu yang cukup lama. Sebab PLN sendiri menganggap tarif itu cukup riil untuk menunjang biaya operasi dan investasi perusahaan tersebut. Namun perubahan bisa saja terjadi, sebagaimana juga dinyatakan Menteri Soebroto. "Bila memang ada usul yang tepar, ada kemungkinan sistem pengenaan tarif listrik akan ditinjau kembali," karanya kepada wartawan. Kalangan DPR menganggap kenaikan tarif yang tinggi sekarang ini disebabkan beban program listrik masuk desa dibebankan kepada orang kota pemakai jasa PLN. "Kalau PLN mau melaksanakan program listrik masuk desa yang hanya akan menimbulkan pujian itu, ya ambil dana dari APBN. Jangan memberi beban secara tidak wajar kepada pihak lain " kata Ketua Komisi VII Drs. Sudardji dalam kesempatan lain. "Terpaksa Ditolak" Jika bukan oleh pemerintah listrik sehagai satu komoditi nampaknya memang akan sulit mencapai masyarakat pedesaan secara lebih merata. Ini tampak nyata dari tenaga listrik yang diusahakan oleh berbagai pihak di beberapa daerah yang belum terjangkau kabel listrik PLN. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM) di Desa sajang, Blitar (Ja-Tim) misalnya mengenakan tarif Rp 1/watt/malam. Ini berarti langganan yang mengunakan daya 450 watt sebulanya dengan jumlah pemakaian 100 Kwh terkena tarif Rp 13.500. Sedangkan penduduk kota langganan PLN dengan pemakaian yang sama cuma membayar Rp 4.825. PLTM milik Pemda Jawa Timur dan dikelola Pemda Kabupaten slitar ini berkekuatan 25 kva, merupakan hasil rancangan Institut Teknologi Surabaya (ITS). Dan hanya bisa meladeni 100 rumah. Sejak kenaikan sBM, masyarakat yang menganggap listrik dari PLTM ini lebih murah dibandingkan minyak tanah, ramai-ramai mendaftar jadi langganan. "Tapi terpaksa ditolak," kata Pudjohartono, penanggungjawab PLTM itu. Anehnya, permintaan yang membanjir itu pula menyebabkan dinaikkannya tarif dari Rp 0,75/watt/malam menjadi Rp 1. Padahal sejak semula tak ada kenaikan sekalipun sBM sudah naik 50%. Dengan tarif lama saja PLTM Desa sajang ini untung sekitar 33%. siaya perawatan dan eksploitasi setiap bulan rata-rata Rp 50.000, semenrara uang langganan yang masuk sekitar Rp 75.000. Di daerah Jakarta saja masih banyak penduduk yang menyewa tenaga listrik yang dikelola swasta. Tenaga listrik dari 2 generator bertenaga 5 PK milik Haji Naman di Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur disedot 450 langganan. Kebanyakan pemilik warung yang menggunakan 100 sampai 200 watt. Sedangkan perumahan kebanyakan hanya memerlukan 30 sampai 50 watt. Ini mirip dengan Desa Cimara di daerah Kuningan, Ja-Bar yang terang benderang (lihat Desa). Untuk berlangganan listrik dari Pak Haji ini calon langganan harus memberikan uang muka Rp 600 untuk setiap 10 watt. Tarif listriknya dihitung Rp 700/10 watt per bulan. Listrik nyala dari jam 17.00 sampai jam 06.00 pagi. halau dihitung, listrik Haji Naman ini akan berbanding 5: 1 dengan listrik PLN. Itulah makanya seorang langganan bernama Sukiyat akan pindah saja ke PLN kalau memang sudah masuk ke kampung tempat tinggalnya. "PLN lebih murah. Kalau saya ambil 500 watt sebulan 'kan tak sampai Rp 35.000 seperti saya bayar kepada Pak Haji," katanya. Tapi PLN 'kan sering mati? "Di sini juga begitu. Belum tentu jam 5 sore nyala. Kadang-kadang jam 5 pagi sudah mati." sahutnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus