SATU jam dalam sehari, Eltin menghabiskan waktu untuk mengurus
burung cucakrawa piaraannya. Ia punya 10 ekor. Semuanya
cucakrawa "pribumi", asal Sumatera. "Cucakrawa impor lebih kecil
dan suaranya kurang bagus," kata pedagang tekstil di Pasar Tanah
Abang, Jakarta itu.
Burung cucakrawa punya pasaran vang baik antara Rp 15.000 sampai
Rp 100.000 seekor. Bahkan cucakrawa yang sudah 'jadi', konon
bisa laku jutam rupiah. Itu sebabnya jenis burung ini semakin
langka.
Pedagang burung segera memanfaatkan situasi ini. Seorang
eksportir burung, Harun Tasma, mengaku sejak 4 tahun lalu
merangkap jadi importir. Dua tahun lalu ia bisa mengimpor sampai
100.000 ekor, 40% di antaranya burung cucakrawa.
Di Singapura ia membeli seekor cucakrawa seharga Rp 3.000/ekor.
Singapura sendiri kabarnya membeli burung itu dari Malaysia,
Sabah dan sekitarnya. Menurut Tasma di luar negeri cucakrawa
memang tak kelewat dipuja seperti di Indonesia. Sebab itu
harganya murah.
Setelah diperhitungkan untuk ongkos angkut, bea masuk dan risiko
burung mati -- rara-rata 5 - 20% dari jumlah burung yang dibawa
-- jatuhnya Rp 4.500 seekor. Sampai di pasaran, seekor cucakrawa
impor berharga Rp 6.000-an.
Tak Dilarang
Menurut sumber TEMPO di Ditjen Peternakan Departemen Pertanian,
impor burung memang tak dilarang. Selain cucakrawa, burung lain
yang biasa diimpor adalah murai dan kenari. Di samping itu ada
beberapa jenis burung lain yang tak terdapat di Indonesia,
seperti pok say hitam, pok say jambul, robin dan hwai bie.
"Penggemar burung impor, umumnya orang Cina," kata seorang
pedagang burung di Surabaya. Harga seekor pok say mencapai Rp
12.500 seekor. Harga ini lebih murah dibanding harga seekor
burung jalak Bali atau cucakrawa. Walau begitu, kedua jenis
burung ini lebih banyak dicari orang di Surabaya. "Animo
masyarakat untuk membeli burung impor masih kecil," kata A.
Amin. pedagang burung di Surabaya. Tapi Amin mengakui di pasar
burung Surabaya, jumlah burung impor mencapai 25% dari
keseluruhan jumlah burung yang dijual.
Meskipun penggemarnya belum meluas, toh ada usaha untuk
membiakkan burung-burung impor itu di Indonesia. Usaha pembiakan
ini masih coba-coba sifatnya. "Baru sekedar hobi perorangan,"
kata seorang pejabat Ditjen Peternakan.
Yang coba dikembang-biakkan ini antara lain sejenis burung
kenari dari negeri Belanda. Kenari Holland ini punya
keistimewaan dibanding kenari di sini. Bulunya halus dan
suaranya nyaring. Di kaki kenari Holland, biasanya diberi ring
dari logam. Sebagai tanda paten tentunya.
Dan nampaknya, pemerintah menyambut baik adanya usaha impor
burung. Di samping bisa menekan harga burung di pasaran, "impor
bisa mengerem penduduk setempar untuk memburu burung di
hutan-hutan," kata seorang pejabat Ditjen Peternakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini