Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menyelamatkan baja tipis

Pemerintah akan meminjamkan dana sebesar us$ 290 juta kepada PT Cold Rolling Mill Indonesia (CRMI). untuk menyehatkan keuangan perusahaan. sebelumnya ada isu penyertaan modal pemerintah untuk PT CRMI.

8 April 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MULANYA dari bisik-bisik. Ada kabar burung, pemerintah akan menyuntik PT Cold Rolling Mill Indonesia dengan dana US$ 75 juta. Ini bukan main-main, kalau memang benar begitu. Tadjuddin Noer Said, anggota komisi VI DPR RI, yang mendengar juga kabar itu, kebetulan sedang memantau siaran Radio Hilversum 7 Maret lalu. Di sana malah lebih keras, suntikan itu telah ditiup menjadi Rp 500 milyar. "Dibandingkan target PBB yang Rp 637,5 milyar jumlah segitu besar sekali," pikir Tadjuddin waktu itu. "Ini jelas suatu isyu," kata anggota yang lain. Soal angka masih belum seberapa. Dilihat-lihat lagi di APBN yang sekarang sedang berjalan, pos Penyertaan Modal Pemerintah cuma menganggarkan Rp 87,5 miIyar. Di APBN tahun depan malah lebih kecil, cuma Rp 58 5 milyar. Kesimpulannya, ini soal besar. "Itu mengingatkan saya pada Indocement dulu" Tadjuddin bercerita. Saat itu, lewat PP No 22/1985, pemerintah memang memutuskan untuk menyertakan modalnya ke pabrik semen itu dengan membeli 35% saham yang nilainya Rp 364 milyar. Pembicaraan di Fraksi Karya Pembangunan pun marak. Tentu saja buntutnya bisa ditebak, soal ini sampai juga ke pers, lewat pernyataan Tadjuddin yang kemudian disambung oleh Wakil Sekretaris FKP, Benyamin Paulus Mesakh. "Kalau memang ada PMP sebesar itu, ya melanggar undang-undang," kata Ben, yang ramai dikutip pers. "Bom" yang dilempar ini ternyata menghangat. Lebih-lebih lagi sejumlah menteri yang biasanya juga ramai kalau ada soal ekonomi, mendadak bungkam. Wartawan TEMPO Liston Siregar, misalnya, sama sekali tak berhasil mendapatkan keterangan dari tiga menteri: Saleh Affif, Tunky Ariwibowo, dan Hartarto yang ditemuinya bersamaan di Departemen Keuangan, Jalan Lapangan Banteng Timur, Jakarta. Isu pun makin marak: Ada apa? Sementara itu, gerakan di fraksi agak mengendur akhir minggu lalu. Itu karena ada isu baru diledakkan lagi oleh FKP yang mempertanyakan kenaikan tarif listrik (lihat Laporan Utama). Tetapi bukan berarti berhenti. "Soal CRMI, kami jalan terus, kok," kata Sekjen Golkar yang juga Sekretaris Fraksi Karya Pembangunan, Rachmat Witoelar. Ini memang dipandang penting. "Selain prosedurnya salah, esensinya juga perlu dipertanyakan," ia memberikan alasan. Mereka memang jalan terus meskipun dalam langkah yang lebih tenang. Senin malam pekan ini, Menteri Keuangan Sumarlin mengundang wakil-wakil rakyat itu berembuk di kantornya. Ia ditemani Menteri Muda Perindustrian Tunk Ariwibowo dan Menteri Perindustrian Hartarto. Dari parlemen hadir 5 orang FKP ditambah 8 orang F ABRI. Pertemuan tertutup itu berlangsung hampir tiga jam, setelah dibuka dengan makan malam bersama. Wartawan TEMPO, Tommy Tamtomo, yang menunggui di luar juga tak mendapat penjelasan yang berarti dari menteri-menteri yang hadir setelah rapat bubar. Makin tegang? Ternyata, tidak. Ibarat gumpalan es, ketegangan pun mencair. Dari sumber TEMPO didapat keterangan bahwa semua kabar itu temyata isu belaka. Dari ruang kerja Menko Ekuin, tempat rapat itu berlangsung, temyata keluar rumusan-rumusan penyelamatan CRMI yang tak sampai membuat wakilwakil rakyat itu kesal. Yang diributkan sebagai Penyertaan Modal Pemerintah itu tak pernah ada. "Dana US$ 75 juta yang dipasok itu berupa pinjaman dari bank pemerintah," kata sumber itu. CRMI memang perlu mendapat sedikit perhatian pemerintah. Meski tak diungkap berapa ruginya, pabrik baja yang menghasilkan lembaran baja tipis yang vital buat pembangunan ini akan semakin parah jika tak segera ditolong. Dibangun mulai tahun 1983, pabrik ini merupakan patungan antara PT Krakatau Steel yang punya andil 40%, PT Kaolin Utama -- yang terdiri atas grup-grup pengusaha ternama, salah satunya Sudono Salim -- dengan 40% saham. dan perusahaan Belgia Sestiacier SA yang bersaham 20%. Saat itu modal total mereka US$ 780 juta. U.S 535 juta di antaranya sebagai pinjaman dari konsorsium 19 bank di sembilan negara Eropa. Akibat menguatnya mata uang Eropa, modal pinjaman bengkak menjadi US$ 620 juta. Jika dirupiahkan lebih gila lagi, Rp 1.077 milyar, jauh lebih besar dibanding modal ketika pabrik berdiri yang saat itu "cuma" Rp 768 milyar kalau dihitung dengan rupiah. Kesulitan masih ditambah lagi dengan gila-gilaannya kurs yen. Ini ada hubungannya, sebab Krakatau Steel -- yang menjadi industri hulu CRMI -- tak bisa memasok semua kebutuhan bahan baku CRMI. Sianya harus dicari ke Jepang, yang jelas mahal sekali. Megap-megapnya CRMI ini tentu tak bisa dibiarkan. Jika sampai pingsan, Kraktau Steel bisa turut mati suri. Maklum, sebagian besar hasilnya dijual ke CRMI. Padahal, Krakatau Steel ini dianggap sangat vital, dan sekarang dalam kondisi, konon makin baik. Itulah sebabnya akhirnya diputuskan, bantuan harus segera diulurkan. Dari tujuh pilihan yang sudah dirancang, akhirnya dipilih salah satu, pemerintah akan membantu dengan dana US$ 290 juta. Pinjaman yang jadi pangkal isu tadi adalah awalannya. "Itu pinjaman biasa," kata sebuah sumber. Dan bisa saja, itu kurang. Kalau demikian mungkin diperlukan PMP, yang dijanjikan akan ditempuh tanpa "by pass" lewat jalan tol. Dan itu bukan berarti pemerintah mengambil alih saham lama. Akan diterbitkan saham baru sebagai kompensasi. Kalau sudah cukup, tentu dihentikan tanpa harus mencapai angka 290. Satu hal lagi yang patut dicatat, pinjaman itu bukan untuk menutup utang CRMI. "Itu benar-benar untuk menyehatkan keuangan perusahaan," kata sebuah sumber lain. Maka, wakil-wakil rakyat pun boleh pulang dari gedung tua di Lapangan Banteng Timur dengan lega.Yopie Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum