APAKAH target penerimaan pajak 1988/89, yang Rp 9,1 trilyun itu, tercapai? Pertanyaan besar ini, ternyata belum terjawab tuntas sampai akhir pekan lalu, tatkala aparat Ditjen Pajak habis-habisan melayani Wajib Pajak (WP). "Kita lihat beberapa hari lagi," ujar Dirjen Pajak Mar'ie Muhammad yang Jumat lampau masih tampak optimistis. Mar'ie memperkirakan akan muncul tambahan masukan dari Pajak Penghasilan (PPh) bunga deposito sekitar Rp 150 milyar, sampai tutup buku Maret ini. Selain itu, juga tambahan penerimaan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) pada jasa penerbangan dan jasa telekomunikasi -- sudah berlaku selama 2,5 bulan ini -- yang diperkirakan Rp 30 milyar. Sampai hari-hari terakhir, arus WP yang menyerahkan SPT (Surat Pemberitahuan) masih deras. Untuk melayani mereka, enam kali hari Minggu sudah disediakan. Ternyata tak banyak WP yang memanfaatkannya. Di KPP Jakarta Pusat IV, misalnya. Pada pelayanan hari Minggu pertama, "Wajib Pajak yang datang cuma seorang," ujar Srie Subiyanti, kepala KPP di situ. Namun Dirjen Pajak tidak menganggapnya sebagai mubazir. "Saya mengerti, dan sudah memperkirakan sebelumnya." kata Mar'ie. Masih ada bentuk pelayanan lainnya, berupa kemudahan bagi WP. Mereka bisa menyetorkan pajaknya ke bank-bank devlsa maupun Kantor Kas Negara. Tapi di saat-saat sibuk menghimpun pemasukan pajak, aparat pajak malah seperti tidak sibuk. Mengapa? Karena pada hari yang sama, Ditjen Pajak merenggut perhatian masyarakat untuk satu produk baru, yakni daftar PPN (Pajak Pertambahan Nilai) untuk 21 sektor jasa. Tampaknya kali ini tak satu pun jasa yang bisa luput dari jangkauan aparat pajak. Asalkan mereka bertindak tegas, tentulah 21 PPN jasa itu merupakan pundi-pundi yang cukup besar juga untuk diamankan. Adapun 21 jasa yang terkena PPN adalah: jasa pencarian/pemboran minyak dan bahan tambang lainnya, jasa perawatan mesin/industri/kapal/pesawat terbang/salvage/pengerukan, jasa persewaan barang tidak bergerak, termasuk perkantoran dan rumah tinggal, jasa persewaan barang bergerak, jasa persewaan kapal laut, jasa pengacara/notaris, Pembuat Akta Tanah, jasa akuntan, jasa pembuatan data/ komputer, jasa makelar, manajemen, penerjemah, jasa periklanan dan riset pemasaran, jasa arsitek, jasa pematangan tanah, jasa kebersihan, jasa pembasmian hama, jasa pelabuhan laut dan udara, jasa EMKL, jasa pergudangan dan cold storage, jasa travel biro, jasa perawatan jasmani, termasuk fitness center, jasa pelimpahan barang tak berwujud/hak-hak. Setidaknya, kini pengusaha jasa terpaksa sibuk mengurus pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), sementara Mar'ie Muhammad melakukan monitoring ke beberapa kantor pajak di Jakarta, Jumat lalu. Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Timur II, dalam tiga hari terakhir, rata-rata menerima 800 SPT per hari. "Memang biasanya begitu," kata Basjir Husen. Kepala KPP Jakarta Timur II. Tapi persis hari Jumat, 31 Maret, arus WP menderas. KPP Jakarta Timur II terpaksa menambah 5 meja, karena 23 meja belum memadai. Itu pun waktu pelayanan diperpanjang sampai pukul 12 malam (biasanya pukul 4 sore). Di KPP Jakarta Selatan 1, malah minta bantuan polisi untuk menata tempat parkir yang melebihi ramainya orang hajatan. Mengapa WP mbludak pada hari terakhir, sedangkan SPT sudah disediakan sejak lama? Di KPP Jakarta Pusat IV, misalnya, formulir yang sudah keluar mencapai 9 ribu lebih. Namun sampai 30 Maret, SPT yang masuk tak sampai 5 ribu. Mungkin karena tak praktis seperti itulah Dirjen Pajak lalu membolehkan WP mencetak formulir sendiri. Agaknya bukan tanpa alasan kalau WP berlambat-lambat membayar pajak. Misalnya, kata Basjir, WP membungakan uangnya dulu -- didepositokan dengan batas waktu pas mau bayar pajak. Namun Didi, pegawai konsulen pajak yang mau menyerahkan 6 SPT punya alasan lain. "Kami harus menunggu WP dari luar kota. Jadi agak terlambat " ujarnya. Hanya, yang seperti Didi, pastilah cuma segelintir. Mayoritas WP tetap seperti dulu, menunggu hari-hari terakhir.Suhardjo Hs, Bambang Aji Setiady
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini