DARI 15 perusahaan broker (perantara) asuransi nasional, PT
Lamitra Jasa. kelompok perusahaan bekas Gubernur DKI Jaya Ali
Sadikin termasuk kelas menengah. Tapi kini ia kelihatan akan
cepat menjadi besar. Bersama C.T. Bowring (Insurance) Holdings
Ltd London yang mempunyai kegiatan di 5 benua, pekan lalu ia
merayakan ikatan kerjasama bantuan teknik dalam suatu resepsi
yang meriah di ruang Golden Ball Hotel Hilton, Jakarta.
Bagi para broker dan konsultan asuransi nasional kerjasama
dengan asing ini merupakan yang ke-6 kalinya. Sebelumnya sudah 5
perusahaan broker asuransi mengadakan kerjasama teknik maupun
manajemen dengan pihak asing. Langkah Lamitra Jasa dan
kawan-kawan ini akan disusul oleh 2 perusahaan broker lainnya
yang kini sibuk mempersiapkan dirinya. Soalnya, "Para penanam
modal di sini cenderung menggunakan jasa asing," kata Ny. Krisni
Murti, Direktur Utama PT Lamitra Jasa. Menurut Ny. Krisni
kerjasama yang dijalinnya dengan asing itu bertujuan mendidik
tenaga Indonesia untuk betul-betul menjadi ahli. Maka: "Melalui
kerjasama ini kami akan menimba berbagai keahlian dan pengalaman
internasional dari CT Bowring."
Fred Iswara SH, Direktur PT Madjid, Iswara & Rorimpandey Ltd
menilai kerjasama yang dilakukan Lamitra Jasa itu "sebagai taraf
permulaan adalah baik." Namun Fred yang juga Sekretaris Asosiasi
Perantara Ahli Asuransi Indonesia (APAAI) itu mengingatkan
seluruh anggotanya yang mendapat bantuan teknik dan manajemen
asing itu agar "jangan hanya sekedar pinjam nama." Di lain
pihak, partner asing pun jangan pula sampai mendominir broker
nasional. "Mereka, para partner asing mutlak cepat memberikan
kemampuan teknik kepada perusahaan nasional," katanya.
Broker asuransi merupakan perantara yang mempunyai keahlian yang
tak boleh memihak serta tanpa ikatan atau pun afiliasi dengan
perusahaan asuransi tertentu. Mereka bekerja semata-mata untuk
nasabahnya dan dapat mengadakan hubungan dengan semua perusahaan
asuransi. Dan para nasabah itu bebas memilih perusahaan asuransi
yang disukainya. Tapi asas kebebasan memilih ini yang juga
dianut Indonesia menurut Ny. Krisni "kini banyak yang
melanggar." Misalnya bank-bank swasta nasional yang besar sudah
mencampuri kegiatan bisnis bidang asuransi. Di sini bank-lah
yang menunjuk perusahaan asuransi yang biasanya merupakan anak
perusahaannya. "Sulitnya," kata Tanto Sudiro, Ketua APAAI, "yang
memulainya adalah bank-bank pemerintah sendiri. "Cara ini sama
sekali tak membantu industri asuransi nasional. Dan sama saja
dengan paksaan," katanya.
Bagi APAAI yang sangat menyakitkan dewasa ini adalah adanya
praktek gelap konsultan asing di sini. Misalnya PT Langeveldt
Indonesia yang telah beroperasi sejak 10 tahun lalu tanpa
mcndapat larangan dari Departemen Keuangan. Dilihat dari
statusnya menurut Fred Iswara, PT ini berbadan hukum Indonesia,
tapi modalnya dari Belanda.
Tidak Berkelebihan
Dalam peraturan perasuransian broker asing tidak diperbolehkan
melakukan kegiatan langsung. Kenyataannya, PT Langeveldt
Indonesia menghubungkan nasabah dengan perusahaan asuransi.
Dialah yang menutup asuransi, mengatur pembiayaan dan mengurus
klaim. Dus sama saja dengan pekerjaan agen atau broker asuransi.
Menurut suatu sumber, pendapatannya diperkirakan sekitar Rp 2
milyar setahun. Atau lebih besar dari pendapatan seluruh broker
asuransi nasional. Menurut APAAI, perusahaan jasa yang bergerak
di bidan asuransi hanya terbuka buat perusahaan nasional.
Tidak hanya itu. Para agen asing pun, kebanyakan berkebangsaan
India, juga beroperasi di sini. Para agen ini ada yang berkantor
di Jalan Gunung Sahari dan gedung Arthaloka Jakarta.
Pendapatannya sampai mencapai sekitar Rp 300 juta setahun. Tentu
saja semua komisi dan premi lari ke luar negeri. Maka APAAI
menghimbau agar Keppres 65/1969 supaya benar-benar dilaksanakan.
Menurut Keppres itu "semua obyek-obyek asuransi di dalam negeri
harus ditutup di dalam negeri." Permintaan ini menurut Tanto
Sudiro wajar dan tidak berkelebihan. "Kalau Keppres 65/1969 itu
benar-benar dijalankan, bukan hanya mendorong pihak asing
mencari partner di sini, tapi juga membendung larinya premi
asuransi ke luar negeri," tuturnya. Dewasa ini seluruh premi
baru mencapai Rp 80 milyar setahun. Tapi bila semua obyek
asuransi ditutup di dalam negeri premi itu menurut Fred Iswara
bisa naik dua kali lipat. "Soalnya sekarang bagaimana
menyingkirkan kerikil-kerikil itu,"katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini