Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menyingkirkan Kerikil Asuransi

Broker asuransi PT. Lamitra Jasa kerja sama dengan CT Bowring LTD, London untuk menimba keahlian & pengalaman. PT. Langerveldt Indonesia telah beroperasi 10 th lebih, menyebabkan premi asuransi ke luar negeri.

14 Juli 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI 15 perusahaan broker (perantara) asuransi nasional, PT Lamitra Jasa. kelompok perusahaan bekas Gubernur DKI Jaya Ali Sadikin termasuk kelas menengah. Tapi kini ia kelihatan akan cepat menjadi besar. Bersama C.T. Bowring (Insurance) Holdings Ltd London yang mempunyai kegiatan di 5 benua, pekan lalu ia merayakan ikatan kerjasama bantuan teknik dalam suatu resepsi yang meriah di ruang Golden Ball Hotel Hilton, Jakarta. Bagi para broker dan konsultan asuransi nasional kerjasama dengan asing ini merupakan yang ke-6 kalinya. Sebelumnya sudah 5 perusahaan broker asuransi mengadakan kerjasama teknik maupun manajemen dengan pihak asing. Langkah Lamitra Jasa dan kawan-kawan ini akan disusul oleh 2 perusahaan broker lainnya yang kini sibuk mempersiapkan dirinya. Soalnya, "Para penanam modal di sini cenderung menggunakan jasa asing," kata Ny. Krisni Murti, Direktur Utama PT Lamitra Jasa. Menurut Ny. Krisni kerjasama yang dijalinnya dengan asing itu bertujuan mendidik tenaga Indonesia untuk betul-betul menjadi ahli. Maka: "Melalui kerjasama ini kami akan menimba berbagai keahlian dan pengalaman internasional dari CT Bowring." Fred Iswara SH, Direktur PT Madjid, Iswara & Rorimpandey Ltd menilai kerjasama yang dilakukan Lamitra Jasa itu "sebagai taraf permulaan adalah baik." Namun Fred yang juga Sekretaris Asosiasi Perantara Ahli Asuransi Indonesia (APAAI) itu mengingatkan seluruh anggotanya yang mendapat bantuan teknik dan manajemen asing itu agar "jangan hanya sekedar pinjam nama." Di lain pihak, partner asing pun jangan pula sampai mendominir broker nasional. "Mereka, para partner asing mutlak cepat memberikan kemampuan teknik kepada perusahaan nasional," katanya. Broker asuransi merupakan perantara yang mempunyai keahlian yang tak boleh memihak serta tanpa ikatan atau pun afiliasi dengan perusahaan asuransi tertentu. Mereka bekerja semata-mata untuk nasabahnya dan dapat mengadakan hubungan dengan semua perusahaan asuransi. Dan para nasabah itu bebas memilih perusahaan asuransi yang disukainya. Tapi asas kebebasan memilih ini yang juga dianut Indonesia menurut Ny. Krisni "kini banyak yang melanggar." Misalnya bank-bank swasta nasional yang besar sudah mencampuri kegiatan bisnis bidang asuransi. Di sini bank-lah yang menunjuk perusahaan asuransi yang biasanya merupakan anak perusahaannya. "Sulitnya," kata Tanto Sudiro, Ketua APAAI, "yang memulainya adalah bank-bank pemerintah sendiri. "Cara ini sama sekali tak membantu industri asuransi nasional. Dan sama saja dengan paksaan," katanya. Bagi APAAI yang sangat menyakitkan dewasa ini adalah adanya praktek gelap konsultan asing di sini. Misalnya PT Langeveldt Indonesia yang telah beroperasi sejak 10 tahun lalu tanpa mcndapat larangan dari Departemen Keuangan. Dilihat dari statusnya menurut Fred Iswara, PT ini berbadan hukum Indonesia, tapi modalnya dari Belanda. Tidak Berkelebihan Dalam peraturan perasuransian broker asing tidak diperbolehkan melakukan kegiatan langsung. Kenyataannya, PT Langeveldt Indonesia menghubungkan nasabah dengan perusahaan asuransi. Dialah yang menutup asuransi, mengatur pembiayaan dan mengurus klaim. Dus sama saja dengan pekerjaan agen atau broker asuransi. Menurut suatu sumber, pendapatannya diperkirakan sekitar Rp 2 milyar setahun. Atau lebih besar dari pendapatan seluruh broker asuransi nasional. Menurut APAAI, perusahaan jasa yang bergerak di bidan asuransi hanya terbuka buat perusahaan nasional. Tidak hanya itu. Para agen asing pun, kebanyakan berkebangsaan India, juga beroperasi di sini. Para agen ini ada yang berkantor di Jalan Gunung Sahari dan gedung Arthaloka Jakarta. Pendapatannya sampai mencapai sekitar Rp 300 juta setahun. Tentu saja semua komisi dan premi lari ke luar negeri. Maka APAAI menghimbau agar Keppres 65/1969 supaya benar-benar dilaksanakan. Menurut Keppres itu "semua obyek-obyek asuransi di dalam negeri harus ditutup di dalam negeri." Permintaan ini menurut Tanto Sudiro wajar dan tidak berkelebihan. "Kalau Keppres 65/1969 itu benar-benar dijalankan, bukan hanya mendorong pihak asing mencari partner di sini, tapi juga membendung larinya premi asuransi ke luar negeri," tuturnya. Dewasa ini seluruh premi baru mencapai Rp 80 milyar setahun. Tapi bila semua obyek asuransi ditutup di dalam negeri premi itu menurut Fred Iswara bisa naik dua kali lipat. "Soalnya sekarang bagaimana menyingkirkan kerikil-kerikil itu,"katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus