Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Tak hanya di tim, kata gubernur

Anggota dkj periode 1982-1984 dikukuhkan oleh gubernur tjokropanolo, setelah lama terkatung-katung semula calon yang diajukan akademi jakarta tak disetujui gubernur. (sr)

13 Maret 1982 | 00.00 WIB

Tak hanya di tim, kata gubernur
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
KURSI-KURSI Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) kembali terisi. Senin ini ke-25 anggota DKJ periode 1982-84, yang dikukuhkan 25 Februari lalu oleh Gubernur DKI Tjokropranolo, membuka sidang pleno pertama untuk memilih ketua, DPH (dewan pekerja harian) dan lain-lain. Lembaga kesenian yang dibentuk 1968 dan mendapat subsidi Pemda DKI ini memang sejak lama terkatung-katung. Ketika masa kerja DKJ periode 1977-79 habis ternyata calon-calon baru yang diajukan Akademi Jakarta (AJ) - lembaga yang tugas utamanya memang memilih anggota DKJ --tak disetujui Gubernur DKI. Terpaksa masa kerja DKJ yang seharusnya sudah diganti itu diperpanjang. Tapi kabar dari gubernur pun tak kunjung muncul. Waktu itu memang terJadi "korsluiting" antara gubernur dan AJ. Dua calon anggota DKJ yang diajukan gubernur (Widyapranata, dan Tino Sidin) dinilai AJ belum memenuhi syarat. Sementara itu DKJ yang diperpanjang itu pun kena kritik para seniman sendiri. Antara lain dituduh tak ada penyegaran ide-ide, karena mereka terlalu lama duduk di DKJ. Anggota DPH-DKJ yang diperpanjang itu sendiri rupanya tak lagi betah dengan keadaan yang terkatung-katung. Dengan membuat sedikit kejutan mereka (sastrawan Ajip Rosidi, musikus Iravati Sudiarso, dramawan Wahju Sihombing, penari Sal Murgijanto, orang film Asrul Sani dan sastrawan Nursjamsu) mengundurkan diri serentak, awal lehruari 1981. Hingga untuk sementara terpaksa AJ sendiri mengambilalih pengelolaan DKJ. Dua anggota AJ, sastrawan dan wartawan Mochtar Lubis dan pelukis Rusli, turun menangani DKJ -agar tidak macet. Sementara itu AJ terus mengadakan pendekatan dengan gubernur. Dua calon gubernur ternyata dengan sukarela mengundurkan diri dari pencalonan. Tapi muncul soal baru gubernur rupanya tak berkenan dengan ketentuan, bahwa anggota AJ diangkat seumur hidup. Kepada TEMPO setahun yang lalu, Gubernur mengatakan, apabila dua calon anggota AJ dari gubernur diterima dan lantas mereka menentukan bahwa keanggotaan AJ tidak seumur hidup, masa kemelut itu tentu akan beraihir. Benar. Pengukuhan anggota DKJ bulan lalu itu adalah hasil pemilihan AJ dalam bentuk baru. Dua calon AJ dari Gubernur ternyata diterima: bekas Menteri Agama Mukti Ali dan bekas Menteri Penerangan Budiardjo. Kebetulan, dan calon itu sebetulnya mengaku calon dari AJ sendiri. Mereka menggantikan Moh. Said yang meninggal 1979, dan Sudjatmoko yang menjadi Rektor Universitas PIB di Tokyo. Terkejut Kini AJ telah "meninggalkan prinsip keanggotaan seumur hidup. Semua anggotanya menyetujui," kata Tjokropranolo kepada TEMPO pekan lalu. Keanggotaan AJ kini ditentukan hanya selama 3 tahun. Setelah itu harus dibentuk AJ yang baru. Sutan Takdir Alisjanbana, Ketua AJ, agak terkejut mendengar masa keanggotaan AJ yang baru itu. Menurut Takdir, keanggotaan seumur hidup itu penting, agar ada kestabilan dan otonomi. "Jangan sampai tiap ganti gubernur berubah pula AJ," ujarnya. Toh, ia tak menolak seandainya memang mau ada perubahan. "Tapi jangan dilepaskan dari dunia kesenian," katanya lagi. "Kami diangkat oleh kalangan kesenian, untuk itu orang-orang kesenian perlu pula diajak bicara. Kami ini orang bebas, bukan pegawai DKI." Tapi Tacdir pun mengakui, beberapa waktu yang lalu soal masa keanggotaan AJ pernah dibicarakan DPRD-DKI . Meski tak ada keputusan apa-apa. Bagaimanapun DKJ baru telah dikukuhkan. Untuk ini, Gubernur Tjokroranolo melontarkan harapan-harapannya. "Saya minta agar DKJ tidak melihat yang namanya seni itu. hanya yang ada di TIM," katanya tegas." TIM itu 'kan cuma kantor DKJ. Saya nlnilai selama ini DKJ itu pandangannya tertutup, itu-itu saja. Padahal DKJ itu sebenarnya harus luas berpandangan, mencakup seluruh Jakarta." Dan tambahnya: "Seharusnya DKJ yang memberi saran kepada gubernur, bagaimana mengembangkan kesenian di sini." Di Jakarta memang terdapat beberapa ajang kesenian. Kecuali lima Gelanggang Remaja di lima daerah Jakarta, masih ada pula Pusat Kesenian DKI di Jl. Rasuna Said. Begitu pula Pasar Seni Taman Impian Jaya Ancol. Kerjasama tempat-tempat itu dengan DKJ selama ini sesungguhnya telah ada Penyelenggaraan Festival Teater Remaja yang untuk tahun ini baru selai bulan lalu itu misalnya, tahap semifinalnya mengambil tempat di gelanggang-gelanggang Remaja itu. Dan Pasar Seni Ancol? Kerja sama formal antar lembaga memang belum terdengar. Tapi sudah serig Putu Wijaya sebelum atau sesudah mementaskan drama di TIM tun pentas di Ancol. DKJ periode kini memang baru akan melangkah. Toh, beberapa nama baru seperti menjanjikan udara segara. Ada sastrawan Subagio Sastrowardojo, ada penyair Toeti Heraty Noerhadi dan bintang film Christine Hakim --ada pula Abdurrahman Wahid, orang pesantren yang horison pemikirannya tak hanya terbatas pada soal agama. Bagi Abdurrahman Wahid misalnya, sudah dibayangkannya, bahwa "DKJ itu mestinya lebih reflektif, dan menatap masa depan." Juga menurut dia, DKJ sebaiknya menjadi semacam workshop, menjadi tempat transit. Memang, kesenian yang bagaimanapun dan di mana pun, pelabuhan terakhirnya masyarakat luas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus