Ditawari mobil mewah? Berhati-hatilah. Kalaupun lagi banjir duit, ada baiknya Anda menghitung ulang kemampuan kantong. Soalnya, jumlah uang yang Anda belanjakan bisa-bisa membengkak sampai lima kali lipat dari harga mobil yang harus Anda bayar.
Kok bisa? Jangan bingung. Pembengkakan anggaran itu terjadi karena Anda wajib membayar pelbagai macam pajak. Tak perlu kaget, dari 2.300 mobil mewah yang ada di Indonesia, cuma 17 yang sudah dibayar pajaknya. Untuk itu, Departemen Keuangan punya rencana untuk memberlakukan aturan baru: para pemilik mobil mewah akan dikejar agar melunasi pajak yang terutang itu.
Jika tidak, mereka akan diadili dengan tuduhan yang cukup keras: menghindari pajak. Menurut Direktur Verifikasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Roy Ronald Lino, para pemilik mobil wah ini akan dikejar untuk menunaikan kewajibannya tanpa keringanan sesen pun. ''Pokoknya, tak bakal ada diskon," katanya dengan tegas.
Beleid ini, kalau benar-benar dijalankan seperti tuntutan Roy, mestinya bakal merepotkan pemilik atau pembeli mobil mewah. Bayangkan, menurut aturan, mereka yang mengimpor mobil utuh siap pakai alias yang completely built-up diharuskan membayar pajak bea masuk 175 persen (dari harga mobil), ditambah pajak penjualan barang mewah 35 persen, plus pajak pertambahan nilai 10 persen. Sebagai contoh, jika Anda membeli Rolls Royce Silver Spur yang harga pasarannya Rp 3 miliar, total pajak ini-itu yang harus dibayar bisa mencapai Rp 12 miliar.
Menolak? Tak mau bayar? Boleh saja. Hanya, kalau tertangkap, jangan kaget, jerat hukum yang akan berbicara. Jangan lupa, menurut undang-undang, menghindari pajak bisa kena vonis hukuman kurungan sampai enam tahun! Nah, tinggal pilih saja.
Cuma, sekali lagi cuma, mudahkah memberlakukan aturan baru itu? Entahlah, namanya juga Indonesia. Bahkan kata sepakat di antara pejabat pemerintah soal aturan baru itu pun belum bulat. Keharusan membayar pajak penuh ini baru menjadi niat Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai. Instansi lain, yang punya keterlibatan dengan bisnis mobil mewah, belum tentu setuju.
Sekretariat Negara, yang sering mengimpor mobil luks untuk keperluan kenegaraan, atau Departemen Luar Negeri, yang berurusan dengan kantor kedutaan negara asing, misalnya, mungkin saja akan merasa keberatan. Malah, pihak kepolisian, yang punya kaitan dengan mondar-mandirnya ribuan mobil lher itu di jalan raya, pagi-pagi sudah menyatakan ketidaksetujuannya.
Menurut Kepala Dinas Penerangan Polri Brigjen Togar Sianipar, pajak penuh seperti diminta Bea dan Cukai itu cuma akan menggiring para pemilik mobil mewah main kucing-kucingan dengan aparat kepolisian. Karena itu, Togar ingin agar para pemilik mobil mewah diberi keringanan. Ia memang tak menyebut tarif pajak yang ''ideal". Tapi, ''Para pemilik mobil mewah itu sudah keluar uang," katanya. ''Daripada sembunyi terus, mendingan beanya diturunkan agar uang negara bisa diselamatkan."
Kekhawatiran main kucing-kucingan ini bukannya tak mungkin. Para pemilik mobil kelas miliaran itu rupanya juga keberatan kalau dipaksa membayar pajak sesuai dengan aturan. Hotma Sitompul, misalnya. Pengacara yang mempunyai Rolls Royce ini mau saja membayar pajak asal tak lebih dari 25 persen. Kalau ratusan persen? ''Mendingan mobilnya saya jual," katanya. Boleh jadi Hotma tak menghitung calon pembeli mobilnya yang mungkin juga keberatan membayar mahal kalau masih harus membayar pajak.
Hotman Paris Hutapea lain lagi. Pengacara yang punya koleksi sejumlah mobil mewah ini malah terkesan heran dengan kewajiban itu. Ia mengaku surat-surat mobilnya dicap resmi oleh Kepolisian RI, Pemda DKI, dan Ditjen Bea dan Cukai. ''Loh, kok dibilang ilegal." Menurut Hotman, konsumen mobil lher ini cuma korban dari kacaunya bisnis mobil mewah.
Selain para pemilik, para pedagang mobil keren ini juga tak akan meladeni tagihan pajak. Muhammad Ali, pedagang dan perantara jual beli mobil mewah di Jakarta, misalnya, mengancam akan mengekspor mobil-mobil stoknya ketimbang harus membayar bea masuk begitu mahal. Menurut bandar mobil luks ini, kalau mau sama-sama enak, pajak bea masuk mobil wah yang sudah telanjur masuk mestinya tak lebih dari 25 persen. ''Ini mobil bekas, masa harus membayar seharga mobil baru, mana mereka mau?" katanya.
Keberatan polisi, pedagang, dan konsumen atas niat pajak penuh ini tampaknya tak bisa dianggap enteng. Dari pengalaman selama ini, keduanya bisa ''main mata" sehingga mobil mewah yang belum dibayar pajaknya bisa saja melenggang di jalan raya. Caranya? Banyak jalan. Yang lazim, dengan surat nomor mobil alias Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) Khusus. Surat ini?biasa ditandai dengan pelat nomor berbuntut RX, PL, atau BW?berlaku setahun dan bisa diperpanjang sampai dua kali.
Bagaimana orang bisa memperoleh surat ajaib itu? Gampang. Bila Anda mempercayakan ongkos pembuatan kepada pedagang, biayanya Rp 45 juta sampai Rp 50 juta. Mengurus sendiri juga bisa. Ongkosnya ''cuma" Rp 20 juta, tapi masih ditambah dengan biaya balik nama dan BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor). Untuk perpanjangan, cukup menambah lagi Rp 10 juta. Itu saja? Masih ada lagi: Anda juga harus membayar imbalan untuk polisi, Rp 6 juta hingga Rp 8 juta.
Ada cara lain? Bisa. Pakai saja surat tilang berkode 101. Dengan surat tilang ini, Anda seolah-olah baru saja melanggar ketentuan lalu lintas dan surat nomor mobil disita. Tiap kali disemprit polisi, Anda tinggal bilang, ''Maaf, Pak. Surat mobilnya sudah ditahan polisi. Ini surat tilangnya." Beres. Surat tilang aspal ini harus diperbarui setiap tiga bulan, tentu saja dengan ongkos pelicin.
Pelbagai penyelewengan itu kabarnya sudah lazim terjadi sejak bertahun-tahun lalu. Orang yang dituding membeking segala keajaiban ini adalah Kepala Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Brigjen Ansyar Roem, yang sudah ''lengser" sejak tahun lalu. Ada kabar bahwa jenderal polisi yang pernah begitu berkuasa ini malah sudah diperiksa.
Kepada Bintari dari TEMPO, Ansyar membantah dugaan ini. ''Coba cek ke provos, tak ada panggilan untuk saya," katanya. Berkaitan dengan surat-surat ajaib itu, Ansyar menolak dikatakan pernah menerima uang sogok?apalagi dengan tarif tertentu. Tapi dia mengakui bahwa anak buahnya memang menerima imbalan. ''Itu pun tak masuk kantong pribadi, tapi disalurkan untuk kesejahteraan, misalnya pengadaan seragam dinas," katanya.
Lagipula, sebagian besar pemohon surat nomor mobil khusus adalah pejabat atau orang yang tergolong very important person. Mereka ini bukan cuma susah ditolak kemauannya, bahkan jarang yang dipungut ongkos alias gratis. ''Kita sedikit lambat saja, mereka marah-marah," kata Ansyar.
Namun, menurut Ansyar, yang dilakukannya itu tak melanggar peraturan. Surat khusus itu, kilahnya, cuma bisa keluar jika ada keterangan yang menyatakan pajak mobil wah ditunda pembayarannya, dua atau lima tahun. Dan, ini repotnya, ''Surat itu diterbitkan oleh Ditjen Bea dan Cukai," katanya. Dan hanya dengan surat keterangan inilah, kepolisian membuatkan surat nomor khusus. Lewat dari masa tunda ini, pajak mesti dibayar penuh dan pemilik menerima formulir untuk mengurus surat mobil biasa.
Tapi, selama lima tahun terakhir, Ditjen Bea dan Cukai mengaku cuma mengeluarkan 17 formulir mobil wah. Artinya, ribuan mobil mewah lainnya cuma dibekali surat yang masa berlakunya cuma dua tahun?yang boleh jadi telah disulap menjadi STNK resmi. ''Kalau mau diusut, gampang saja. Surat-surat mobil itu disertai keterangan kami atau tidak," kata Dirjen Bea dan Cukai, Permana Agung Drajatun.
Saling tuding seperti itu tampaknya tak akan berhenti, juga ketika ketentuan kewajiban membayar pajak penuh itu dijalankan kelak. Boleh jadi, perbedaannya cuma: tempat perebutan rezeki itu yang kini berpindah alamat.
Mardiyah Chamim, Agus Riyanto, Hendriko L. Wiremmer
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini