Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Perdagangan Budi Santoso mengakui perundingan tentang perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA) meleset dari target yang ditetapkan. Sehingga, Budi menetapkan target baru untuk mencapai kesepatan dagang antara Indonesia dan Uni Eropa pada pertengahan tahun 2025. "Mudah-mudahan semester pertama selesai," ujarnya di Sarinah, Jakarta Pusat, pada Rabu, 5 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Budi menuturkan awalnya Kementerian Perdagangan ingin merampungkan IEU-CEPA pada kuartal pertama 2025. Namun, terkendala beberapa hal. "Waktu itu untuk ketemu ternyata tidak mudah. Ya artinya untuk kesepakatan waktunya." Akibatnya, Budi menyebut hingga kini Indonesia belum mengantongi kesepakatan dagang dengan negara-negara di Uni Eropa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kendati begitu, Budi menampik mundurnya kesepatan itu terjadi secara konstan. "Sebenarnya gak molor terus kan, cuman molor. Gak molor terus cuman sekali aja," ucap Budi sambil merujuk pada target awal kuartal pertama. Padahal, menurut Budi perjanjian IEU-CEPA sangat penting dalam memperluas akses pasar Indonesia ke mancanegara.
Tak hanya menguntungkan Indonesia, Budi juga meyakini kesepakatan IEU-CEPA itu bisa membuka pintu bagi produk Uni Eropa masuk ke pasar domestik. Dengan kondisi yang sama-sama untung, Budi menyebut IEU-CEPA merupakan sistem perdagangan yang adil bagi setiap negara.
Saat ini, Budi mengklaim Kemendag tengah merundingkan hal-hal teknis dalam perjanjian IEU-CEPA. Mantan Sekretaris Jenderal Kemendag itu mengungkap pertemuan yang membahas kelanjutan IEU-CEPA akan digelar pada pekan depan. "Dan ini progresnya sudah mulai bagus. Kami sudah koordinasi dengan kementerian/lembaga dan mudah-mudahan cepat selesai."
Menteri Perdagangan era Presiden Joko Widodo yakni Zulkifli Hasan sebelumnya mendesak agar perjanjian IEU-CEPA rampung pada September 2024. Kala itu Zulhas mengatakan Indonesia telah banyak memenuhi permintaan Uni Eropa. Namun, kata dia, permintaan itu terus bertambah di setiap perundingan.
Hal ini membuat perundingan menjadi alot. “Kita ingin IEU-CEPA selesai, tapi kan tergantung sananya juga,” ucap Zulhas di Kampung Bangkong Reang, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Kamis, 26 September 2024. “Ya (selesai pekan ini), tapi kalau memang kita mau sananya enggak mau kan ya enggak bisa,” imbuhnya.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan terhambatnya perundingan ini disebabkan kedua pihak belum menemukan titik tengah dalam aspek kebijakan. “Memang ada beberapa hal terkait policy yang masih belum selesai, dalam arti kita masih mencari benar-benar titik tengah dari isu tersebut,” ucap Djatmiko dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu, 25 September 2024.
Ada beberapa isu yang masih menghambat kesepakatan kedua pihak. Djatmiko mengatakan, isu antara lain keinginan Eropa agar Indonesia memberlakukan kembali relaksasi. Menurut dia, pemerintah belum bisa memenuhi permintaan itu. Dia mengakui Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR) juga menjadi hambatan.
Soal deforestasi, Djatmiko berharap hal itu jadi salah satu komitmen yang diambil Uni Eropa. Hingga hari ini, dia mengakui belum mendapatkan komitmen itu. Namun dia mengakui isu ini memang tidak mudah. Dia mengatakan, pemerintah akan terus mengalibrasi isu itu.
Untuk menyelesaikan hambatan perundingan, Djatmiko mengatakan ada jalan keluar yang bisa diambil kedua pihak. Jalan keluar itu yakni dengan mengesampingkan isu-isu yang masih alot. Setelah perundingan disepakati kedua pihak, perjanjian itu masih fleksibel untuk mengalami perubahan.
Han Revanda berkontribusi pada penulisan artikel ini.